Mengedit Kembali Karya-Karya Roald Dahl 

301
Hand with scissors cutting book isolated on white background
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Orang-orang memborong buku karya Roald Dahl dalam versi asli. Kenapa, nih?
Karena karya-karyanya itu bakal disunting ulang atas nama “woke culture”.

Beberapa minggu yang lalu, kabar buku-buku Roald Dahl disunting kembali mulai mengemuka. Akibatnya, buku-buku Dahl yang masih dalam versi awalnya menjadi kembali laris manis. Para pembaca merasa versi asli adalah versi klasik yang kemungkinan tidak akan dicetak lagi. Selain itu, berita ini membuka debat panas mengenai apakah karya-karya sastra harus disensor untuk mencerminkan apa yang “pantas” dalam budaya dan standar terkini. Namun, juga ada pertanyaan siapa yang menyensor? Apakah hasil sensoran mereka sungguh-sungguh mengurangi rasa “tersinggung” yang terjadi akibat karya tersebut?

Penulis Cerita Anak
Aku ingat, saat kecil pernah membaca beberapa buku karya Dahl. Kesukaanku adalah “The Giraffe and the Pelly and Me”, “Esio Trot”, “Matilda”, dan “Charlie and the Chocolate Factory”. “The Giraffe and the Pelly and Me” adalah sebuah cerita yang benar-benar memikatku dari pertama kali aku membacanya sebagai sebuah picture book. Cerita ini menggambarkan persahabatan antara seekor jerapah, burung pelikan, dan seorang anak kecil. Dengan kemampuannya, mereka bekerja sama untuk membuka sebuah bisnis pembersih jendela. Di akhir cerita, kebaikan hati mereka membantu dalam menangkap perampok.

Sedangkan “Esio Trot” adalah sebuah cerita yang menghangatkan hati, tentang seorang kakek tua yang ingin memenangkan hati nenek yang tinggal di apartemen di bawahnya dengan cara yang sangat lucu: membuat si nenek mengira bahwa kura-kuranya yang kecil bisa tambah besar setiap hari.

Disunting Agar Tidak Tersinggung?
Beberapa minggu yang lalu, ada berita besar tentang perubahan yang akan terjadi pada buku-buku klasik ini. Penerbit Puffin mengabarkan bahwa mereka telah menggunakan “sensitivity readers” untuk menimbangkan kata-kata yang digunakan di buku-buku Dahl. Tujuannya adalah untuk mencari tahu kata-kata yang bisa menyinggung atau membuat anak-anak tertentu merasa tidak diwakili secara benar.

Perubahan yang dibuat termasuk menghapus kata-kata tertentu dan menambahkan beberapa kalimat yang tadinya tidak ada. Puffin dan Roald Dahl Story Company telah mengatakan bahwa perubahan-perubahan yang mereka buat sangatlah kecil dan dibuat setelah pertimbangan yang besar.

Salah satunya adalah dalam buku “The Witches”. Di salah satu paragrafnya, para penyihir digambarkan sebagai wanita-wanita botak yang memakai rambut palsu. Si penerbit menambahkan kalimat “Ada banyak alasan mengapa perempuan mengenakan wig dan tidak ada yang salah dengan hal itu.”

Juga ada perubahan dalam “James and the Giant Peach”. Versi awalnya mengatakan: “Tante Sponge gendutnya mengerikan/ Dan sangat bergelambir”. Lalu, “Tante Spiker kurus seperti lidi/dan kering seperti tulang. Dia lebih kering lagi”. Setelah diubah, sajak ini menjadi: “Tante Sponge kasar dan tua/dan pantas diremas oleh buah”. Lalu, “Tante Spiker sama saja/Ia pantas disalahkan.”

Selain itu, kata-kata “gemuk” dan “jelek” juga dihapuskan. Contohnya, karakter Augustus Gloop di “Charlie and the Chocolate Factory” tidak lagi digambarkan sebagai anak yang gendut (fat), melainkan sebagai “besar (enormous)”. Di buku “The Twits”, Nyonya Twit bukan lagi seseorang yang “jelek dan tidak menyenangkan”, diganti dengan “tidak menyenangkan”.

Pro Kontra
Contoh-contoh di atas membuat kita berpikir apakah kata-kata itu yang Roald Dahl ingin ungkapkan? Seberapa banyak perubahan bahasa itu mengubah makna orisinal yang disampaikan oleh Dahl? Apa pro-kontranya untuk mengubah kata-kata dalam tulisan yang telah menjadi sebuah karya sastra klasik? Para pembaca dan penulis bertekad untuk menganalisa pertanyaan ini.

Salah satu alasan yang telah diberikan untuk melawan langkah ini adalah bagaimana perubahan tersebut telah menjadi suatu wujud dari “censorship”. Panitia yang membuat perubahan tersebut menjadi wasit bahasa, saat kata-kata dan bahasa tertentu tidak boleh dipakai karena bertentangan dengan kepercayaan atau value mereka. Beberapa pembaca dan penulis merasa bahwa buku-buku harus dipelihara dalam keadaan bahasa orisinalnya untuk memberi kita wawasan tentang cara penulis-penulis itu mengekspresikan ide mereka.

Mereka juga berpendapat, seringkali, bahasa yang dipakai belum tentu baik atau buruk, hanyalah berbeda dengan cara pemakaian bahasa sekarang. Kalau sampai bahasa yang digunakan buruk atau kasar, kami bisa belajar dari masa lalu dan melihat bagaimana konotasi kata-kata tertentu telah berkembang dan berubah seiring waktu.

Selain itu, cerita-cerita secara umum adalah sesuatu yang menggambarkan suatu karakter yang berada dalam suatu situasi tertentu. Cerita, apalagi cerita fiksi, bukanlah sesuatu yang bertujuan untuk melambangkan semua orang dalam semua situasi, maka mungkin inilah yang harus diajarkan bagi pembaca-pembaca muda sekarang.

Namun, ada juga pembaca dan penulis yang merasa bahwa perubahan yang dibuat tidak ada masalah. Beberapa penulis menyatakan bahwa pilihan bahasa mereka telah berubah dalam 10-20 tahun yang lalu, dan ada kata-kata atau kalimat yang dulunya tidak masalah untuk dipakai namun sekarang tidak nyaman untuk dipakai, apalagi dalam kultur terkini yang menekankan inklusivitas dan empati bagi anak-anak untuk membuat mereka merasa terwakili secara benar dalam buku-buku yang mereka baca.

Bagi para pembaca dan penulis yang mendukung perubahan tersebut, mereka melihat isunya dari lensa tersebut. Mereka merasa bahwa perubahan ini bukanlah tindakan censorship, melainkan sebuah upaya untuk menjadi lebih inklusif and sensitif akan perasaan anak-anak yang membaca buku-buku Roald Dahl (contohnya, bagi anak-anak yang pernah di-bully dan dipanggil gendut mungkin akan merasa muram ketika membaca deskripsi Roald Dahl mengenai anak-anak “gendut”).

Memang susah, ya… Aku sendiri juga masih memertimbangkan perubahan-perubahan yang dibuat. Bagaimana menurut teman-teman? Apakah perubahan yang dibuat merupakan sebuah tindakan sensor yang mestinya tidak dilakukan dan berpotensi untuk merebut banyak kesempatan untuk belajar dari penggunaan bahasa dulu versus sekarang? Atau apakah perubahan tersebut adalah sesuatu yang patut dilakukan ketika kita melihat efek yang buruk bagi anak-anak kita yang membaca buku-buku Roald Dahl sekarang? [IM]

Previous articleAir Minum, Lebih Sehat Kemasan Atau Direbus?
Next articleMixue Fever Sampai Juga Di Aussie