Benarkah “Elemental” Sekeren Yang Dihebohkan?

310
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Beberapa hari yang lalu aku nonton film animasi baru dari Disney dan Pixar:
“Elemental”. Was it worth the hype?

“Elemental” adalah sebuah film animasi yang para karakternya dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan keempat elemen dasar: air, api, udara, dan tanah. Mereka semua tinggal bersama di Element City, tapi dengan satu kondisi: para elemen tidak boleh berbaur. Meski demikian, sepanjang film, kita melihat bahwa karakter air, udara dan tanah dapat hidup bersama tanpa menyakitkan satu sama lain, tapi karakter api dianggap berbahaya oleh para elemen lainnya.

Animasi Teliti
Animasi film ini sangat keren. Setiap elemen memiliki detail yang sangat teliti. Orang-orang udara diperlihatkan sebagai awan-awan yang mengambang. Other elements can even walk through them! Masyarakat air memiliki badan yang tembus cahaya dan sungguh-sungguh terlihat seperti air. Detail dari cara tiap elemen bergerak dan hal-hal seperti bekas cairan di pagar kawat yang dilewati seorang air semua dipikirkan dengan teliti.

Para produser juga menarik banyak konsep saintifik untuk momen-momen di film ini, seperti saat karakter Ember berubah warna ketika dia meloncat dari kristal ke kristal yang memiliki mineral yang berbeda, atau ketika Wade membuat sebuah pelangi untuk Ember menggunakan semburan air. Belum lagi ketika Ember masuk ke dalam gelembung besar agar bisa menyelam dan melihat pohon wisteria yang sangat berharga baginya tapi telah terendam air, dan juga keahliannya untuk membuat karya dari kaca dan mengubah pasir menjadi kaca. Sangat kreatif! 

Imigrasi dan Diskiriminasi
Film baru ini tidak sungkan untuk memperlihatkan diskriminasi yang ditanggung oleh orang-orang api (fire people), terutama orang tua dari karakter utama, Ember. Orang tua Ember bermigrasi dari Fireland ke Element City. Mereka memiliki cita-cita yang besar untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak mereka, tetapi juga menghadapi banyak halangan dari orang-orang elemen lainnya yang tidak suka atau takut terhadap mereka, hanya karena mereka berwujud api.

Selama Ember tumbuh di Element City, dia melihat bagaimana elemen-elemen lainnya memperlakukan mereka, dan orang tuanya selalu mengajarkannya bahwa elemen yang lain nggak bisa dipercayai, apalagi orang-orang air yang seringkali menyakiti dan meledek mereka.

Para produser “Elemental” juga jelas-jelas meminjam banyak unsur Asia sebagai inspirasi bagi orang-orang api, dari baju kakek-nenek Ember yang memilih untuk tetap menetap di Negeri Api, sampai desain Fire Town di Element City yang mirip sekali dengan Chinatown. Jujur, sebagai seseorang keturunan etnis China, I’m not sure how I feel about this. Di satu sisi, ini mengizinkan para produser untuk memerlihatkan ketidakadilan dan pengalaman yang sulit bagi orang-orang yang pindah ke tempat asing. Namun, di sisi lainnya, ada risiko bahwa ini akan menambahkan stereotyping bagi orang Asia.

Opposites Attract
Alur cerita Elemental sangat tergantung atas alur cerita klasik mengenai impossible love antara kedua karakter yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda dan suku yang tidak mengizinkan mereka untuk bersama. Ember dan Wade, si api dan si air yang saling jatuh cinta.

Disney dan Pixar berusaha untuk menciptakan sebuah pasangan yang tidak hanya tertarik satu sama lain tetapi juga belajar dari perbedaan mereka. Sejak bertemu dengan Wade, Ember belajar caranya untuk mengontrol kemarahannya dan belajar untuk lebih terkoneksi dengan para pelanggan di toko bapaknya. Namun, menurutku, Disney dan Pixar kurang menunjukkan perkembangan karakter Wade sejak bertemu dengan Ember, dan menurutku sayang sekali karena tidak mendukung pesan Elemental bahwa kita dapat belajar banyak dari mereka yang berbeda dari kita, bahwa mereka bukanlah sekadar “2D characters”.

Meski demikian, momen-momen antara Ember dan Wade sungguh manis sekali. Walaupun pasangan mereka seringkali terlihat agak aneh – contohnya Ember masih menganggap bahwa Wade dan keluarganya agak aneh karena gampang menangis atas hal-hal kecil – tapi mereka nggak pernah menilai satu sama lain atas keanehan masing-masing. Melainkan, mereka terus saling menyayangi dan melihat hal-hal yang indah dalam satu sama lain.

Pelan-pelan, Ember dan Wade juga melihat bahwa ketika mereka bersama, mereka dapat menciptakan hal-hal yang berbeda dan jauh lebih indah daripada kalau mereka sendirian. Interaksi antara elemen ini membuat mereka – dan para penonton – untuk memikirkan kembali apa yang bisa diciptakan ketika hal-hal yang berlawanan ternyata bisa eksis bersama. Juga, perbedaan tidak harus memisahkan atau menyakitkan satu sama lain. 

Temukan Jalanmu Sendiri
Alur yang diiklankan sebagai alur utama adalah anggapan Ember bahwa ayahnya ingin dia untuk menjadi penerus tokonya, tetapi dia tidak pernah tanya dirinya sendiri apa yang dia benar-benar inginkan, dan akhirnya menyadari bahwa dia tidak ingin menjalani bisnis ayahnya. Namun menurutku, dari semua tema yang muncul di film ini, tema ini merupakan salah satu yang paling nggak berkembang.

Ember diperlihatkan sebagai seorang wanita api yang sangat sayang akan orang tuanya dan bahkan dengan toko mereka juga. Walaupun dia sering kesulitan menjaga kesabaran dengan para pelanggan yang kurang ajar, dia digambarkan sangat senang dan penuh semangat ketika menjalani toko keluarganya. Maka ketika dia mengatakan bahwa itulah hal yang dia tidak inginkan, menurutku agak mendadak dan kurang masuk dengan tokoh Ember.

Wade mengatakan, “Why does anyone get to tell you what to do with your life?”. Menurutku, sih, Ember tidak pernah disuruh ayahnya untuk meneruskan toko mereka. Dia hanya ingin memberikan segala hal yang dia punya kepada putri terkasihnya, dan ingin putrinya untuk berhasil menjalani kehidupannya. Kebanyakan dari tekanan dan desakan yang dialami Ember sebenarnya datang dari dirinya sendiri, bukan dari orang tuanya.

Adegan-adegan yang menunjukkan kreativitas Ember pun menurutku tidak menunjukkan bahwa arah hidupnya 100% berlawanan dengan kehidupan dia bersama keluarganya. Apa pun yang dia pilih untuk mengejar, dia tetaplah seorang api, dan identitasnya berada disana, bukan dalam pilihan karirnya. Maka dalam hal ini, aku kurang setuju dengan penggambaran film ini terhadap tema ini.

Ikatan Keluarga
Tema keluarga di film ini juga sangat kuat. Ember sangat menyayangi keluarganya, dan mereka juga sangat menyayangi keluarga yang mereka harus tinggalkan puluhan tahun yang lalu. Seiring berjalannya film ini, para penonton pelan-pelan melihat ketegangan antara ayah Ember dengan kakek Ember, dan bukanlah kepahitan yang ada di hati mereka, melainkan kepedihan. Walaupun Ember dan orang tuanya kadang merasa marah akan satu sama lain, tapi mereka selalu tetap saling menyayangi.

Kita juga melihat tokoh-tokoh elemen lainnya membagikan kenangan-kenangan mereka dengan keluarga mereka masing-masing. Setiap keluarga memiliki tradisi dan minat masing-masing, tetapi pada intinya, yang paling penting adalah quality time yang dihabiskan bersama. Momen-momen yang sangat berharga bagi mereka dan memori tentang ikatan yang ada antara anggota keluarga terkasih.

Was It Worth The Hype?
Menurutku, cerita antara Ember-Wade dan Ember-keluarganya sangat menghangatkan hati. Sederhana dan manis. Walaupun ada beberapa kekurangan atau plot holes yang, menurutku, menurunkan kekuatan alur ceritanya, animasi dan semua tokoh telah diatur dengan sangat baik dan nggak akan mengecewakan akan unsur humorisnya. Penggunaan unsur-unsur ilmiah juga sungguh-sungguh menambahkan kedalaman ceritanya.

Secara keseluruhan, “Elemental” tetap menyenangkan untuk ditonton, dan ada banyak momen-momen yang lucu dan menggerakkan hati dan akan tetap membuat kita mikir kembali akan pandangan kita terhadap perbedaan: bahwa perbedaan adalah benih dari keindahan. [IM] 

Previous article5 Aplikasi yang Wajib Dimiliki Pecinta Anabul
Next articleMenjajal Thredbo Pertama Kali