A Hatful of Dreams: A Story of Dreams, Imagination, and Finding Family

173
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Bayangkan hidup di sebuah dunia di mana cokelat adalah hidangan dan karya yang paling berharga. Spoilers alert.

Cerita Charlie and the Chocolate Factory telah mengagumkan anak-anak seluruh dunia sejak buku yang ditulis oleh Roald Dahl itu diterbitkan pertama kali. Walaupun Charlie adalah tokoh utamanya, satu tokoh yang selalu menakjubkan dan nggak pernah terlupakan adalah Willy Wonka, si pencipta cokelat ajaib dan pemilik pabrik cokelat di cerita ini.

Di tahun 1971, Gene Wilder mengagumkan para penonton dengan perannya sebagai Willy Wonka di film pertama Charlie and the Chocolate Factory. Film Wonka yang kemudian keluar di akhir tahun lalu adalah sebuah prekuel untuk versi 1971-nya, kisah Willy Wonka yang berusia 22 tahun dan baru saja tiba di Galleries Gourmet – tempat impiannya dimana semua pencipta cokelat terbaik di dunia menjual kreasi mereka.

Dilengkapi dengan 12 keping koin dan setopi penuh impian, Willy Wonka yang diperankan aktor Timothée Chalamet menginjak dunia baru ini dengan keyakinan bahwa semua orang akan mencintai cokelat ajaib yang dia ciptakan. Tak disangka, Willy berhadapan dengan kehidupan kota yang di luar pengertiannya.

Lalu juga para pencipta cokelat idolanya ternyata bekerja sama untuk menjatuhkan setiap kompetitor kuat di sekitar mereka. Dalam 24 jam, Willy telah ditipu oleh pemilik tempat penginapannya dan terjebak dalam sebuah kontrak untuk kerja. Namun, dia tetap tidak putus asa, dan terus mencari cara-cara kreatif untuk keluar dan menjual cokelatnya.

Didukung oleh lagu-lagu baru dan script yang memiliki banyak elemen film pertama, Chalamet memerankan Willy secara luar biasa. Para penonton yang telah menonton film pertamanya pasti akan dapat melihat bayangan Wonka-nya Gene Wilder dalam karakter Wonka versi Chalamet.

Kepribadian Wonka yang eksentrik dan cara bicaranya yang lucu dibawakan oleh Chalamet melalui ekspresi mukanya dan bahasa tubuhnya yang membuatnya menonjol dari aktor lainnya. Gerakan-gerakannya dan minatnya terhadap sulap juga memiliki kemiripan yang membuat penonton yakin bahwa ini tentu cerita yang mendahului film klasik itu.

Selain penokohan Wonka, alur cerita film ini juga memiliki banyak mengacu ke film orisinalnya. Salah satunya adalah kontrak dengan fine print yang menjebak sang Willy muda, yang pada saat itu belum bisa membaca karena selama ini terlalu fokus dalam mengembangkan cokelatnya. Hal ini mengingatkan kembali versi film 1971 Willy meminta semua anak-anak untuk memberi tanda tangan kontrak yang memiliki fine print sebelum memasuki pabrik cokelatnya.

Cerita latar belakang tokoh Willy juga ada kemiripan dengan latar belakang Charlie, di mana dia dibesarkan oleh ibunya dalam keadaan miskin tetapi penuh dengan kasih sayang. Namun, Charlie masih memiliki semua kakek-neneknya, sedangkan Willy hanya memiliki ibu. Setelah ibunya meninggal, Willy terus berusaha untuk mewujudkan impiannya agar dapat merasakan kehadiran sang ibu yang telah berjanji akan hadir di sebelahnya ketika Willy membagikan kreasi cokelatnya dengan dunia.

Meski karakter Willy luar biasa optimis, sedikit naif, dan tidak pernah putus asa (bahkan dalam situasi buntu), satu-satunya hal yang mematahkan semangatnya adalah ketika ia tidak merasakan kehadiran ibunya saat dia membuka toko pertamanya.

Chalamet memainkan Willy dengan keanggunan seorang aktor yang yakin terhadap harga diri sendiri, dan tidak enggan untuk menunjukkan sisi emosionalnya, membuat Willy seorang karakter yang sangat believable dan relatable. Optimismenya sangat menular, dan saat-saat sedihnya sangat mengharukan.

Bukan hanya penonton, melainkan karakter-karakter lainnya di film Wonka juga tertarik dengan sifat Willy yang happy-go-lucky, juga inovatif dalam mencari solusi untuk mereka yang telah terjebak dalam kontrak yang menjebak. Mereka pun menggabungkan kekuatan masing-masing untuk membantu Willy mengakali larangan-larangan kontrak maupun dari kartel chocolatier yang sedang bekerja untuk menjatuhkan Willy. Dalam mencari kehadiran ibunya, Willy malah menemukan sebuah keluarga dalam tokoh-tokoh ini yang mendukungnya dan menyayanginya.

Wonka juga menyoroti sesosok oompa-loompa, makhluk berkulit oranye dengan rambut hijau mentereng yang terlihat seperti manusia, tetapi jauh lebih kecil. Penampilannya ini sekali lagi diambil dari film 1971. Alih-alih memilih aktor kerdil untuk tokoh ini seperti di film pertama, para produser memilih aktor Hugh Grant dan menggunakan CGI untuk tubuhnya. Walaupun Grant merasa sangat tertekan dan tidak nyaman sepanjang proses syuting karena posisi beberapa kamera yang terletak sangat dekat dengan mukanya, hasilnya tetaplah seorang karakter yang menarik perhatian dan menghibur.

Thanks to sarkasme Grant yang sangat cerdas. Grant juga menceritakan bahwa dia hanya sekali bertemu dengan Chalamet di set syuting. Hal itu tentu sangat menakjubkan karena aktingnya yang sungguh-sungguh terasa seperti dia sedang berbincang dan tatap muka dengan Chalamet di sepanjang film!

Lagu Oompa-Loompa yang dinyanyikan Grant juga termasuk salah satu acuan film pertama, hanya melodinya yang sama dan liriknya diubah untuk menceritakan pengalaman sang Oompa-Loompa dan kesalahpahaman antara dia dan Willy. Meski melodi lagunya lumayan lucu dan tarian Oompa-Loompa terlihat lebih lucu dan konyol, entah bagaimana Grant tetap mewujudkannya menjadi karakter yang sangat bermartabat.

Secara keseluruhan, Wonka sangat seru untuk ditonton dan cocok untuk disaksikan oleh anak-anak kecil. Film ini memiliki banyak elemen dunia Roald Dahl yang humoris dan teatrikal, tapi nggak sungkan untuk membahas tema-tema berat seperti penyogokan dan korupsi sistem pemerintah dengan penyampaian yang sangat kid-friendly.

Kita tidak hanya mendapat cerita tentang gairah seorang anak muda yang ingin mencapai impiannya tanpa sungguh-sungguh mengenal dunia nyata, tetapi juga mendapatkan sebuah kisah tentang keluarga yang kita tidak pilih maupun yang kita pilih yang amat sangat menghangatkan hati. [IM]

Previous articleMemuaskan Naga Mimpiku
Next articleLet’s Dance!