Kehidupan mirip seperti sebuah petualangan. Bedanya, sebuah petualangan bisa berakhir setelah beberapa bulan ataupun beberapa tahun, sedangkan kehidupan terus berjalan,
tak berhenti. Inilah kisah delapan tahun kehidupan yang bak petualangan di negeri yang semakin menyenangkan, tapi semakin berat ini.
Ya, delapan tahun sudah berjalan sejak aku pertama kali pindah ke Australia untuk melanjutkan kuliah dan memutuskan untuk bekerja di sini. Perjalanan ini jauh dari mudah, dan dalam banyak hal, sering kuberpikir seandainya aku mendapatkan arahan yang lebih baik.
Meskipun petualangan ini terasanya hanya bertambah susah– dan kita semua tentu merasakan bahwa kehidupan di Australia belum tentu lebih mudah dengan keadaan dunia sekarang, tentu saja ada tetap ada keindahan dalam perjalanan yang membuat petualangan ini begitu seru dan patut ditempuh.
Menaklukkan Tantangan
Aku memulai perjalananku memasuki dunia nyata penuh dengan harapan, seperti seorang pahlawan di fairytales yang siap menempuh sebuah perjalanan penuh bahaya untuk mengalahkan seekor binatang buas demi menyelamatkan kerajaannya.
Dunia kerja pasti sulit. Orang bilang, tapi asalkan kamu mengikuti kata hati dan memasuki bidang yang membuatmu senang, dunia tidak akan terasa begitu sulit.
Sama seperti cerita-cerita yang aku baca, tantangan yang timbul seperti pekerjaan yang tidak sesuai dengan impian, orang-orang yang menyebalkan, waktu yang selalu tidak cukup. Aku lupa bahwa seringkali musuh yang paling kuat adalah musuh yang tinggal di dalam tokoh cerita tersebut. Musuh mengambil alih pikiran kita, sehingga tahu sekali cara mengempiskan kepercayaan diri dan mengubah pandangan kita terhadap orang lain dan dunia luar.
Salah satunya adalah emosi. Emosiku seringkali terasa seperti seekor naga liar yang sulit dikendalikan. Semua orang mengajariku cara melarikan diri dari naga tersebut. Bahkan, ada juga yang memberitahuku bagaimana cara bertarung dengan mereka, cara menaklukannya agar mereka sujud kepadaku.
Namun, semakin aku terapkan taktik tersebut, rasanya semakin kuat emosiku. Setiap kali mereka keluar dari kerangkeng mereka, semakin sulit untuk menaklukannya. Aku merasa dicakar oleh mereka. Pada akhirnya, walaupun mereka sepertinya telah ditaklukkan, akulah yang sebenarnya kalah.
Setelah sekian lama, aku baru menemukan sebuah rahasia: bahwa aku bisa berbicara dengan mereka. Memperlakukan mereka seperti naga liar, jadilah naga-naga liar yang tidak bisa dikendalikan. Memperlakukan mereka seperti makhluk yang cerdas, jadilah naga-naga yang bijaksana.
Ketika aku melakukan itu, mereka tidak menyerangku. Dan, ternyata, dari dulu pun mereka tidak ingin menyerangku. Mereka selalu ingin menjadi temanku. Petualangan melalui hutan kehidupan ini tidak harus dirasa begitu sulit dan menakutkan ketika naga-naga yang paling kuat tinggal di dalamku. Mereka, sejatinya, adalah teman-temanku.
Dikira Mudah, Ternyata…
Namun, dalam semua petualangan selalu ada plot twist, bukan? Selalu ada hal-hal yang mengejutkan. Kalau tidak ada situasi yang belum pernah dijalani orang lain dan kalau tidak ada hal-hal yang baru, artinya bukan petualangan! Namun, tetap saja ada situasi-situasi yang seperti makhluk berbulu halus. Awalnya terlihat sangat jinak dan ramah, belakangan ternyata ganas.
Ketika pertama kali pindah ke Australia, aku sering ditanya tentang pengalaman culture shock? Sejujurnya, tidak. Mungkin karena aku besar di sebuah sekolah internasional. Mungkin karena aku sering mengkonsumsi media dan buku cerita Barat. Buatku, penyesuaian diri dengan gaya hidup di Sydney tidak terlalu sulit.
Namun, kesulitannya mulai terasa semakin lama aku tinggal di sini. Awalnya, aturan bahwa semua pengendara harus memakai sabuk pengaman di dalam mobil agak mengagetkan bagiku, meski tidak sulit untuk dipatuhi. Sekarang aku mulai menyetir mobil sendiri dan malah mulai mengalami culture shock lebih kuat saat harus berhadapan dengan peraturan menyetir dan konsekuensi tilang yang bisa membuat SIM aku dicabut! Inilah sebuah ketakutan yang nggak pernah kubayangkan ketika tinggal di Indonesia.
Belum lagi budaya kerja yang amat sangat berbeda. Saat magang di Indonesia, aku mengalami kesulitan dengan jam kerja yang lebih panjang daripada di Australia. Namun, ketika aku mulai kerja di Sydney, aku terkejut oleh sesuatu yang beda: rekan-rekan kerja jarang makan siang bersama.
Di Indonesia, walaupun sering pulang malam, teman-teman kantor terasa seperti satu keluarga besar karena kami selalu makan siang bersama, nyemil bersama, dan bahkan kadang makan malam di kantor bersama juga. Belum lagi cara komunikasi yang sangat berbeda, dan komentar-komentar tidak sengaja tentang Indonesia yang kudengar dari rekan-rekan kantor yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Petualanganku Kini
Ketika membaca sebuah buku cerita, enaknya sekali selesai, aku tahu bagaiamana petualangan mereka berakhir. Aku tahu bagaimana mereka berkembang sebagai tokoh-tokoh di dalam cerita itu, dan akhirnya dapat melihat hasil dari perkembangan karakter si tokoh karena perjalanan yang seru atau menegangkan.
Hal ini mengingatkanku bahwa meskipun aku masih menjalani petualangan kehidupanku sendiri dan belum mencapai tujuannya, aku tetap bisa berhenti sejenak dan menoleh ke belakang, ke rute-rute yang telah kuambil. Aku bisa melihat lagi betapa aku telah berkembang selama ini. Dan, aku bisa membawa itu semua sebagai pedang dan perisaiku selagi aku terus maju terhadap segala tantangan yang sedang menantikanku dalam petualangan ini. [IM]