Harta Pusaka: Sebuah Perenungan Tentang Makna Merdeka

176
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Matahari yang terik membuat kepalaku berdenyut. 

Kami sedang berbaris di lapangan sekolah, ingin tahu kapan upacara akan selesai. Di sekolah internasional kami, jarang sekali ada upacara, hanya ketika ada hari istimewa, seperti Hari Kemerdekaan. Itu pun sering terasa seperti disetrap daripada sedang melaksanakan upacara yang bermakna. Aku ingat, bagi para murid, terpilih untuk menjadi salah satu anggota band upacara adalah sebuah dambaan karena para pemain musik dapat duduk di area lapangan yang teduh, sedangkan murid-murid lainnya harus berdiri lama di bawah matahari kota Jakarta. 

Setiap tahun, pada upacara Hari Kemerdekaan, kami mendengar pidato oleh beberapa guru. Sejujurnya, perhatian kami seringkali terenggut oleh sengatan matahari dan lelah kaki yang  berusaha berdiri tegak. Ketika berusaha mengingatkannya kembali, aku hanya bisa ingat kata-kata yang terasa sangat tokenistik, tapi tidak berdampak dalam kehidupan kami sehari-hari. Bahkan, bagian pidato dalam sebuah upacara adalah bagian yang paling tidak disukai oleh para murid karena betapa terasa tidak berguna dan hanya menambah “siksa” akibat terjemur di bawah matahari.

Satu-satunya yang meninggalkan kesan baik mengenai Hari Kemerdekaan adalah perlombaan yang kami lakukan di sekolah. Dari SD sampai SMP, aku masih ingat lomba balap karung dan lomba makan kerupuk yang selalu diadakan untuk merayakan kemerdekaan Indonesia. Ketika aku baru menginjak kelas 1 atau kelas 2 SD, kami mengadakan lomba Tujuhbelasan di sekolah. 

Aku masih ingat jelas sekali ada salah satu temanku yang mengikuti lomba makan kerupuk.
Dengan badannya yang besar dan kegemarannya untuk makan, dengan sangat semangat dia cepat-cepat melahap krupuk yang digantung di depannya dan berusaha untuk menjaga kejuaraannya dalam makan krupuk. 

Tanpa dia sadari, salah satu gigi susunya yang mulai goyang tidak dapat bertahan dengan kecepatan makan krupuknya, dan akhirnya copot. Aku kaget ketika melihatnya. Tetapi, saking seru perlombaannya, sepertinya tidak ada yang melihatnya. Aku juga tidak tahu apa yang membuatku begitu berani, tetapi aku memungut gigi temanku dan dengan sedikit grogi membawanya ke salah satu guruku. 

Kami bergegas ke wastafel di ujung gedung sekolah dan aku mencuci gigi temanku sampai tidak ada darah lagi. Ketika aku kembali ke area perlombaan, lomba makan krupuk sudah selesai dan aku mengembalikan gigi itu ke temanku yang kaget. Sepertinya dia pun tidak sadar bahwa salah satu giginya copot ketika makan krupuk… hahaha…

Selain itu, aku juga masih ingat salah satu lomba balap karung yang aku ikuti. Aku sangat gugup.
Aku ingin melakukannya sebaik mungkin, tetapi aku juga takut jatuh. Lomba dimulai, dan aku berusaha meloncat secepat mungkin. Tetapi saking cepatnya aku lompat, aku mulai berpikir lagi bagaimana kalau aku jatuh… dan benar saja, kakiku mulai gemetar dan aku tersandung karung sendiri dan jatuh. Aku ingat merasa malu tetapi juga sedikit frustrasi sambil aku berusaha berdiri kembali dan menyelesaikan lomba. Semua teman-temanku menanyakan apakah aku baik-baik saja dan aku hanya berpikir lututku akan dapat memar lagi. 

Sambil mengenang semua kembali, Hari Kemerdekaan yang awalnya aku pikir tidak memiliki banyak dampak di dalam hidupku ternyata sangat berkesan juga. Hari Kemerdekaan ini merupakan salah satu hari aku dan teman-temanku dapat melakukan sesuatu yang di luar rutinitas. Kami dapat mencoba permainanan yang sejujurnya jarang dimainkan di sekolah internasional kami. Melalui banyak perlombaan, kami mendapat kesempatan untuk kembali ke akar kami sebagai orang Indonesia, dengan ikut serta dalam permainanan yang dimainkan nenek moyang ketika mereka seumur kami. 

Kenangan tentang bekerjasama dan saling mendukung dalam perlombaan, pelajaran untuk terus bangkit lagi ketika jatuh dan terus menyokong satu sama lain walaupun sulit, keseruan dan kesenangan yang kami membangun bersama, adalah inti dari setiap perayaan Hari Kemerdekaan dalam hidupku.

Dan, mungkin, itulah salah satu inti dari Hari Kemerdekaan secara keseluruhan. Hari yang mengingatkan kita kembali akan persaudaraan yang bersedia untuk saling berkorban demi membantu seluruh Indonesia maju, persatuan yang saling menyokong, kesenangan yang dibangun bersama ketika berhasil merebut kembali Tanah Air dari tangan penjajah. 

Sambil bermain-main riang dalam perlombaan Hari Kemerdekaan, kami menuai hasil pengorbanan pahlawan-pahlawan yang memberikan hidup mereka untuk membuat pengalaman ini jadi kenyataan bagi kami. Dan, ini yang membuatku merasa lebih dekat dengan mereka. Bukan karena menyimak pidato-pidato yang berbunga-bunga ataupun kesengsaraan “dipanggang” di lapangan sekolah, melainkan melalui pengalaman-pengalaman yang terlihat sederhana, tapi meninggalkan kesan yang akan kami bawa jauh ke masa depan. 

Dalam kehidupan sekolah internasional yang seringkali didominasi oleh materi-materi Barat dan bahkan bahasa asing, Hari Kemerdekaan merupakan salah satu hari kami dapat menghidupkan kembali hubungan kami dengan kehidupan sederhana Tanah Air.

Sekarang, sebagai seorang Indonesia yang tinggal di luar negeri, kehidupanku yang seringkali terasa jauh dari negara sendiri sebaliknya membuatku mendalami segi-segi kehidupan yang membuatku menjadi seorang Indonesia. Upaya pemikiran asing yang berusaha menjajah kehidupanku sebaliknya membuatku tambah ingin menggunakan hal tersebut untuk mengembangkan Indonesia dalam bermacam-macam bidang, terutama sastra. Dan, mungkin, inilah harta pusaka yang aku bisa tinggalkan kepada generasi berikutnya. [IM]

Previous articlePemenang World Final Kids’ Lit Quiz
Next articleFrom Olympics To Titanique