Saat Anak-Anak Indonesia Menjadi Juara Baca Buku Tingkat Dunia
Jaman sekarang, anak-anak dan buku bukanlah pemandangan umum. Mereka lebih suka main gawai. Tapi, benarkah begitu? INDOMEDIA menurunkan dua bagian tulisan untuk acara “World Final Kids’ Lit Quiz” yang dimenangkan oleh tim anak Indonesia!
Aula Canberra Grammar School di Australia ramai dengan gairah tujuh tim dari tujuh negara yang terdiri oleh anak-anak penggemar membaca, menunggu dengan antisipasi untuk mulainya babak World Final dalam kompetisi literatur internasional “Kids’ Lit Quiz”. (KLQ)
Didirikan pada tahun 1991 oleh Mr. Wayne Mills, seorang dosen dan penggemar literatur anak-anak, kompetisi ini lahir dari pengamatannya sejak remaja, yakni kurangannya sebuah penghargaan bagi anak-anak yang gemar membaca. Gairah ini terus berkembang sehingga KLQ memiliki format cerdas-cermat dan bertujuan untuk membangkitkan gairah membaca pada diri anak, terutama bagi umur 11-13 tahun yang umumnya memiliki minat baca rendah.
Pada tahun 2018, perusahaan Kidpublish–penerbit buku penulis anak dan terkenal karena
“Story Telling Festival” serta kompetisi menulis yang diadakan di Jakarta tiap tahun–menjalin sebuah kemitraan bersama KLQ untuk membawanya ke Indonesia. Dengan moto yang serupa dalam “Reading for Pleasure”, Kidpublish memberikan pembinaan dan pelatihan bagi peserta-peserta Indonesia agar dapat mencapai taraf internasional.
Setelah bertahun-tahun dianggap terbelakang dalam bidang literasi dan karya sastra, pada tahun ini, Indonesia meraih peringkat satu dalam “World Final Kids’ Lit Quiz” dan menunjukkan pada dunia bahwa kita sanggup menyusul negara-negara lain dalam bidang sastra. Anggota tim Indonesia adalah Anthony Boenjamin, Brandon Niko Lie, Elizabeth An, Reinalya Audie Nugraha. Mereka dilatih oleh Raissa (15 tahun) dan Tristan Senoaji (14 tahun). Keduanya juga pernah menjadi peserta Kids’ Lit Quiz.
Pada kesempatan sangat istimewa ini, INDOMEDIA mendapat kesempatan untuk mewawancarai tim Kids’ Lit Quiz Indonesia 2024 mengenai pengalaman dan prestasi mereka. Wawancara ini aslinya berbahasa Inggris. INDOMEDIA menerjemahkannya untuk Anda.
Hai, Anthony, Brandon, Elizabeth, dan Reina! Terima kasih sudah mau diwawancara. Selamat, ya, untuk kemenangan kalian di “Kids’ Lit Quiz World Final”! Boleh diceritakan sedikit tentang diri kalian masing-masing? Kok, bisa, sih, anak seusia kalian hobi membaca? Cerita-cerita seperti apa yang kalian sukai?
Raissa (pelatih): Saya sudah suka membaca sejak di kelas empat atau lima, tapi saat itu saya hanya suka sekali membaca buku cerita anak-anak. Waktu saya gabung di KLQ, saya mempelajari banyak sekali buku baru dan pikiran jadi terbuka karena pertanyaan-pertanyannya dari genre yang sangat beragam. Jadi, kini saya lebih terbuka untuk membaca komik dan cerita pendek, juga puisi, karena KLQ.
Tristan (pelatih): Sama seperti Raissa, saya suka banget baca buku sejak kelas empat atau lima, dan di saat yang hampir sama saya mulai bergabung di KLQ. Jenis bacaan favorit saya sekarang non-fiksi, terutama yang bertema perang, yang mungkin nggak pernah saya baca kalau nggak karena KLQ. Banyak sekali buku favorit saya adalah hasil riset saat saya bergabung dan melatih di KLQ, seperti War Horse oleh Michael Morpurgo dan Maus oleh Art Spiegelman.
Brandon: Saya mulai membaca buku sejak kelas empat, yaitu saat saya gabung di tim KLQ di sekolah saya, ACS. Di saat yang sama, pandemik terjadi. Belajar online juga dimulai dan saya punya banyak sekali waktu, dan membaca menjadi hiburan utama saya. Jenis cerita yang paling saya suka sepertinya adalah fantasi, karena saya selalu suka sisi magisnya dan bagaimana keajaiban dapat terjadi kehidupan sehari-hari.
Anthony: Saya mulai membaca untuk hobi sejak kelas tiga atau empat karena, jujur, daripada main games, membaca lebih menyenangkan. Bergabung di KLQ menyenangkan karena hal itu membuka pikiran saya ke lebih banyak jenis cerita. Soalnya, saat ini, seperti Brandon, saya juga suka banget buku-buku fantasi, seperti The Alchemyst oleh Nicholas Flamel dan buku-buku yang ada hubungannya dengan Dungeons and Dragons. Itu cerita-cerita yang nggak pernah saya tahu kalau nggak gabung dengan KLQ.
Elizabeth: Saya mulai membaca lebih sering sejak kelas lima karena sahabat saya juga hobi membaca. Setiap kali break pendek dan makan siang, dia pasti maunya ke perpustakaan dan membaca meskipun untuk beberapa menit saja. Karena dia, saya jadi ikut-ikutan membaca. Aslinya, sih, saya sukanya buku-buku fantasi, tapi sejak gabung KLQ, ada begitu banyak jenis buku yang kami harus baca sehingga sekarang saya malah lebih banyak membaca kisah misteri dan fiksi ilmiah, seperti Legend oleh Marie Lu dan A Wrinkle in Time oleh Madeleine L’Engle.
Reina: Saya sudah suka membaca sejak masih sangat kecil karena orang tua saya selalu membacakan cerita sebelum tidur dan di saat yang lain juga. Secara pribadi, saya sangat menyukai novel-novel fantasi karena saya suka sekali ide-ide yang nggak masuk akal tapi bisa dituangkan dalam bentuk cerita yang sangat hidup. Saat ini, saya sedang lebih menikmati buku-buku misteri dan pembunuhan misterius.
Seperti apa persiapan kalian untuk Kids’ Lit Quiz? Bagian apa saja yang paling menyenangkan dan menantang?
Raissa: Sebagai persiapan, kami bertemu setiap minggu di rumah seseorang. Tristan dan saya, sebagai pelatih, akan membuat daftar pertanyaan dan memberikan mereka tugas untuk membaca buku selama seminggu ke depan. Kami mendasarinya dari pertanyaan-pertanyaan KLQ tahun lalu dan video dari sesi-sesi yang diposting online.
Karena kami pernah menjadi bagian dari kompetisi yang sama, kami punya gambaran atas pertanyaan-pertanyaan yang sepertinya akan muncul dan dari situ kami bikin pertanyaan nya sendiri. Kami juga saling memberi tugas terhadap genre-genre khusus. Contoh, Anthony mempelajari mitologi dan Elizabeth klasik, sehingga tim kami bisa menguasai banyak jenis.
Tristan: Ya. sulit sekali memperkirakan buku-buku apa saja yang bakal keluar di kompetisi, karena hampir mustahil. Tapi, menurutku, itu justru bagian paling asiknya, yaitu bisa meriset buku-buku yang bahkan, mempelajarinya dan bikin pertanyaan darinya, lalu mulai mengajarkannya ke tim. Sesi-sesi mingguan kami sangat seru, lho, karena dibawa santai saja.
Kami berusaha membangun tim dengan sendirinya, belajar bekerja sama, dan merasa asyik satu sama lain. Yang paling menantang adalah menyeimbangkan semua kegiatan itu dengan jadwal sekolah yang padat, karena Raissa dan saya juga masih pelajar, dan semua anggota tim kami sedang menghadapi ujian sekolah, jadi, semuanya harus seimbang.
Brandon: Buat saya, bagian yang paling memorable adalah pertemuan mingguan kami dan menjalin ikatan di antara kami. Soalnya, kalau saja saya nggak gabung KLQ, nggak akan ketemu mereka. Dan, yang paling menantang adalah supaya bisa menguasai begitu banyak materi dalam lima bulan persiapan, kami harus banyak sekali membaca. Kalau nggak bisa, kami harus bikin riset tentangnya. Meskipun demikian, bagian itu pun sangat menarik karena kita jadi belajar banyak tentang buku-buku baru, bahannya, dan ceritanya.
Bagaimana rasanya bisa keluar jadi pemenang di World Final of Kids’ Lit Quiz?
Reina: Rasanya jadi bangga pada diri sendiri dan tim, kami nggak menyangka bisa menang, apalagi di tahap World Final. Menurutku, sih, hal ini sangat hebat karena Indonesia bukan negara berbahasa Inggris. Fakta bahwa kami bisa memenangkan kompetisi sastra yang hampir semuanya dilakukan dalam bahasa Inggris, dengan kompetitor negara-negara berbahasa ibu Inggris, seperti Amerika dan Kanada, menjadi pencapaian terbesar bagi kami.
Elizabeth: Sejujurnya, saya sangat bahagia dan kaget saat tahu kami keluar sebagai juaranya karena kompetitor tahun ini lebih banyak dari tahun lalu. Dan, belum pernah ada negara Asia yang menang sebelumnya. Waktu kami bergabung tahun lalu, tim Australia sudah jauh berada di depan.
Anthony: Saya merasa sangat amat senang dan sangat amat bahagia dan kaget, karena semua kerja keras yang kami lakukan untuk kompetisi ini akhirnya terbayarkan.
Brandon: Waktu kami menang, aku sangat tidak menyangka dan sangat bangga pada diri sendiri dan juga pada tim, serta sangat bersyukur. Saya jadi berpikir bahwa kami melakukan hal yang sangat menarik mengingat kami memulai tim ini dari kecil, sangat kecil bahkan saya bahkan belum mendengar sebelumnya.
Pertemuan pertama hanya ada saya, Anthony, Elizabeth, Tristan, Raissa, dan Dazzle, dan saya nggak tahu apa-apa tentang kompetisi ini. Lalu, tim ini semakin berkembang sehingga kami menjadi juara di World Final. Jadi, sangat, sangat, menarik perjalanan yang telah kami tempuh, dari keputusan sederhana kami untuk berkompetisi sampai memenangkannya.
Tristan: Sebelum sampai di World Final, saya selalu merasa yakin dengan tim ini dan kami telah melakukan persiapan yang banyak. Namun, saya nggak dapat menyangka menjadi juaranya, terutama dengan begitu banyak batasan. Walaupun saya nggak bisa berpartisipasi di KLQ lagi, saya masih sangat senang dengan tim ini.
Raissa: Waktu mereka menang, saya menangis bahagia. Akhirnya, kami bisa bergabung di World Final tahun lalu, dan berada di urutan ketiga, yang menurutku, sih, udah hebat banget. Yang saya nggak tahu adalah mereka ini bisa mencapai lebih tinggi lagi, dan itu terbukti.
Menonton livestream KLQ World Final sangat menakjubkan. Dibandingkan dengan tim negara lain, saya yakin kalau kalian juga punya minimal jawaban-jawaban yang salah. Bagaimana strategi kalian menghadapinya?
Raissa: Waktu kami gabung tahun lalu, problem terbesar kami sebagai partisipan pertama kali adalah memencet tombol untuk menjawab karena yang ada di pikiran kami adalah, “Oh, saya nggak tahu pakah ini benar. Saya nggak tahu apakah saya harus menjawabnya atau tidak.”
Jadi, kali ini, kami jadi lebih berani untuk menjawab pertanyannya. Syukurlah, kategori pertamanya tentang penulis yang sangat kami kuasai, terutama Elizabeth. Menurutku, sih, karena kami sudah memimpin sejak awal, membuat kami bertekad untuk menyelesaikannya. Juga, kami lebih tenang karena meskipun tim lain yang menjawab, kami tahu kami masih memimpin.
Tristan: Setuju dengan Raissa, bahwa problem utama kami adalah ragu-ragu. Banyak dari kami nggak terlalu berani untuk menjawab karena grogi. Tapi, tahun ini, kami nggak hanya lebih berani, tapi jawaban kami lebih tepat. Kami fokus pada jawaban yang benar daripada kecepatan menjawab. Karenanya, rasio jawaban yang benar kami lebih besar daripada yang salah. Selama pertemuan, kami juga membiasakan menjawab salah, sehingga pada saat kompetisi, jika ada yang menjawab salah, kami nggak lagi bereaksi, “Kenapa salah jawabannya?”, tapi, “Nggak apa-apa, masih ada pertanyaan berikutnya.” Kami belajar bahwa selama kompetisi, nggak apa-apa bikin salah, dan jangan menghancurkan mental sendiri.
Wayne Mills sangat terkesan dengan pencapaian kalian. Meskipun kalian sudah memimpin, kalian tetap berani menjawab walaupun kalian bisa saja bermain aman dan berhenti menjawab. Apa yang memotivasi kalian?
Raissa: Sebetulnya, saat itu, para orang tua kami memberi sinyal ke kami untuk berhenti untuk berhenti menjawab. Di belakang layar, mereka menyilangkan lengannya. Jadi, saya juga penasaran mengapa kalian tetap maju terus?
Brandon: Menurutku, selama kategori terakhir pertanyaan, kami tahu kami sudah memimpin tapi kami nggak bisa lihat skornya. Kami sepertinya terlalu fokus pada kompetisinya sehingga nggak tahu hitung-hitungannya lagi. Secara pribadi, saya nggak tahu kalau kami sudah memenangkannya kalaupun tidak menjawab. Jadi, ya, saya terus saja menjawab supaya dapat poin sebanyaknya. Lebih aman daripada menyesal.
Juga, karena kami sudah mendapat begitu banyak poin, dan peraturannya, jawaban yang salah mengurangi satu poin, jawaban benar mendapat dua poin, kami terus menjawab dengan benar. Meskipun begitu, di pertanyaan-pertanyaan terakhir, saya sudah memberitahu Anthony untuk nggak menjawab lagi kalau dia nggak benar-benar yakin. Tentu saja dia terus menjawab karena yakin 100% jawabannya.
Anthony: Ya, di pertanyaan terakhir semua orang sudah memberi tahu untuk tidak menjawab lagi. Tapi, karena saya sudah tahu jawabannya dari kalimat pertama yang dibacakan oleh Pak Mills, saya tahu saya masih ada kesempatan. Kalau nggak diambil, saya pasti menyesal. Makanya, saya jawab saja. [IM]
Bersambung di edisi September “A Legacy of Literature in Indonesia”