“Hai, boleh minta tolongkah?”
Aku melihat permintaannya dan langsung menjawab, “Boleh dong.”
Pada saat yang bersamaan, HP kerja berdengung dengan pesan-pesan baru
dari rekan-rekanku, mencari bantuan untuk sebuah tugas yang tidak terduga.
“Aku bisa bantu,” aku membalas di group chat secara otomatis.
Aku menambahkannya ke to-do list-ku untuk minggu ini. Sebelum aku selesai menulis, otakku tiba-tiba mengingatkanku tentang suatu tugas yang awalnya ingin diselesaikan kemarin. Sambil aku mengerjakannya, pikiranku terus berjalan dengan ide-ide dan
tugas-tugas yang masih belum dilakukan – beberapa yang sudah tertulis dalam daftar,
tapi banyak yang hanya tersimpan dalam benakku.
Hari menjelang malam, pikiranku terus mengulang-ulangi to-do list yang semakin lama semakin panjang. Ketika aku makan malam, terasanya aku masih di kantor. Ketika aku berusaha untuk bersantai dan membaca buku, badanku ingin bergerak dan melakukan sesuatu. Aku mengusahakan aktivitas-aktivitas yang mestinya membantu menenangkan pikiran – kucoba mendengar musik, bernapas pelan-pelan, mengalihkan pikiranku kepada benda-benda di depanku yang terlihat dan bisa dipegang. Tetapi, sekali aku selesai melakukan itu, pikiran-pikiran kembali seperti ombak laut yang selalu tertarik ke pantai.
Seperti lautan yang tambah tinggi dengan datangnya malam hari, serasanya otakku bekerja dua kali lebih keras ketika aku berbaring di tempat tidur. Aku merasa seperti pasir pantai yang tidak dapat berlari dari ombak-ombak yang semakin meninggi, yang terus menarikku… menarikku… menarikku… sampai aku menjadi sebuah butiran pasir yang terbawa arus ke lautan dalam, sebuah butiran pasir yang harus berusaha menjelma menjadi ikan yang besar dan kuat yang dapat membuat lautan ini menjadi rumah yang aman dan nyaman.
Sepanjang malam aku berusaha merenangi aliran-aliran lautan ini yang terus menarikku ke arah yang berbeda-beda, didesak kiri-kanan oleh setiap hal di to-do list-ku. Aku berusaha mencari cara demi cara untuk menjelmakan diriku jadi ikan paus, ikan hiu, ataupun ikan teri, deh, asalkan bisa berenang saja, asalkan bisa merasa nyaman dengan tekanan ini. Sementara badanku berteriak untuk kembali ke pantai agar bisa istirahat tenang di bawah sinar bulan dan di sebelah batu-batu yang tidak bergerak.
Keesokan harinya, aku terpaksa dibangunkan oleh matahari dan jam alarm, setelah hanya beberapa jam berhanyut-hanyut kembali ke pantai. Mataku terasa seperti terlimpah pasir yang sulit dibilas. Kakiku terasa seperti terjebak dalam pasir yang basah. Aku ingin terus berbaring di tempat tidur dan mengangut seakan di pantai yang sepi, tetapi ombak pekerjaan tidak pernah istirahat bahkan ketika bulan sudah hilang. Aku ditarik lagi ke dalam air.
Sebal rasanya. Mengapa aku tidak bisa istirahat damai seperti orang lain? Mengapa aku tidak bisa melakukan segala hal ini seperti orang lain? Perasaannya semua orang di sekitarku adalah superman, yang bisa melaksanakan pekerjaan pada siang hari, bermain-main riang pada sore hari, dan mendapatkan ide dan inspirasi yang dapat menyelamatkan bisnis pada malam hari. Mengapa aku tidak bisa menjadi seorang pahlawan bisa diharapkan oleh semua orang?
Apa yang salah denganku?
Matahari yang terik membuat kepalaku berdenyut. Peringatan di HP-ku berkata bahwa sudah waktunya untuk bertemu temanku di sebuah kafe, dan aku tiba-tiba merasa kesal. Masih ada begitu banyak kerjaan yang belum selesai, baru saja mulai dapat inspirasi dan motivasi untuk salah satu tugas yang seharusnya sudah selesai, sudah harus berhenti lagi untuk memenuhi janjian dengan temanku.
Ketika dia meminta bantuan dariku, aku tiba-tiba merasa marah dan langsung merasa bersalah. Tanpa ingin mengecewakannya, aku setuju dengan permintaannya, dan kepalaku langsung pusing memikirkan bagaimana aku dapat memasukkannya ke dalam minggu ini yang sudah berlimpahan dengan permintaan dari kerja, keluarga, dan teman-teman, belum lagi dari diriku sendiri yang ingin menyisihkan waktu untuk proyek-proyek dan pekerjaan rumah dan hobi-hobi yang selama ini terlantar.
Setiap hari seperti ini. Setiap hari adalah sebuah pengingat bahwa aku gagal menjadiseorang pahlawan bagi tempat kerjaku, bagi keluargaku, bagi teman-temanku. Setiap hari aku dibanting ombak, sebutir pasir yang gagal menjelma. Sampai akhirnya… aku tidak tahan lagi.
Baiklah! Memang sebutir pasir!
Mau apa lagi?
Ombak-ombak yang menarikku menyusut sedikit. Aku melihat lautan dalam yang luas,
dan untuk seratus kalinya ingin sekali menjadi seekor ikan yang dapat menyelaminya bersama semua orang lain di dunia. Tetapi kali ini aku memilih untuk berdiam di pantai. Aku memilih untuk berdiri jauh dari gelombang pasang yang ingin menelanku.
“Maaf, tidak bisa bantu kali ini,” aku menjawab rekan-rekanku, teman-temanku, keluargaku.
Rasanya aneh untuk menontonnya dari jauh. Lebih dari satu, dua, tiga kali aku ingin merasakan tarikkan air laut… empat, lima, enam kali aku ingin merasakan adrenalin dari tugas-tugas yang sedalam lautan sendiri… tujuh, delapan, sembilan kali aku ingin merasakan tekanan untuk berenang dalam sebuah lautan yang aku sebenarnya tidak ingin menempati.
Terkadang aku tergiur oleh kehidupan lamaku sebagai sebutir pasir yang dibuai kemana-mana oleh para gelombang yang terus mengalir, baik aku ada atau tidak ada. Hatiku kangen berpura-pura bahwa aku adalah seekor ikan paus yang besar yang dapat membuat guyuran yang besar. Pikiranku kangen menganggap diri sebagai seorang pahlawan di dunia orang-orang di sekitarku.
Tetapi, lama kelamaan aku mulai menghargai kehidupan di pantai. Aku merasa lebih puas menjelajahi rock pools yang tenang, yang penuh dengan binatang-binatang kecil yang sangat ramah bagiku, yang penuh dengan kerang-kerang warna-warni yang berkilau di bawah matahari. Sekali-sekali aku merasakan gelombang pasang menggelitikku, dan aku mencelupkan kakiku sedikit.
Terkadang, rasanya segar, terkadang terlalu dingin. Kadang-kadang ombak-ombak yang tinggi kembali untuk melandaku, tetapi kali ini aku sanggup menggenggam pasiran ataupun batu-batu di sekitarku, sanggup bertahan melawan arus.
Dan aku sadar bahwa ternyata aku telah menjelma… bukan menjadi seekor ikan atau pahlawan yang berkuasa, melainkan menjadi seekor kepiting yang kecil tetapi kuat, yang dapat menjalani kehidupan dengan senang hati memilih rock pools yang ingin dijelajahi, yang dapat menggunakan waktu daripada digunakan oleh waktu, yang dapat merasa puas bahkan ketika ada gelombang yang sangat kuat yang berhasil mencabut peganganku dan memindahkanku ke rock pool berikutnya.
Bagi butiran-butiran pasir lainnya yang masih berusaha menjadi seekor ikan, yang tidak merasa puas dengan kehidupan yang terbawa arus, semoga kalian bisa menemukan kedamaian dalam menetap di pantai. Dan siapa tahu, kalian bisa menjelma menjadi sesuatu yang lebih indah lagi. [IM]