All Things Local – ROAD TRIP TO PORT STEPHENS (Part 1)

655
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Who’s on holiday? Hands up!

Salah satu kegiatan favoritku saat liburan adalah going on a road trip. Meskipun banyak yang berpendapat musim dingin begini harusnya mengejar salju ke Snowy Mountains atau bahkan Katoomba station yang bersalju beberapa minggu silam, kami yang lagi kangen dengan kehangatan Tanah Air ini melaju ke Port Stephens, dengan harapan akan mendapat sinar matahari dan angin laut. Nah, semoga kisah road trip kali ini bisa membawa kalian kehangatan juga, ya (cielaah) dan membantu buat yang berencana berkunjung ke sana pula.

Day 1: Orange Picking and Central Coast

Ikut terbawa virus “Mandarin Picking”, kami menyelipkan acara itu di hari pertama. Dari Sydney, kami berangkat menuju Wisemans Ferry ke Watkins Farm yang menawarkan memetik jeruk Mandarin di peternakan mereka. Berangkat sedikit telat (maklum orang Indonesia) aku, dua adikku, ibu, dan oma naik mobil sewaan yang disupiri ayahku. Di jalan, kami sempat mampir ke drive thru-nya Maccas buat makan siang dan berhenti untuk berfoto dengan segerombolan sapi! Hahaha

Sesampainya di Watkins Farm, jam sudah menunjukkan pukul 14.30, sejam setengah sebelum perkebunannya tutup. Untuk memasuki area pemetikan jeruk, setiap orang dewasa diharuskan membeli baskom yang akan digunakan untuk menampung jeruk yang dipetik. Harga baskom yang besar $12,5 dan yang kecil $7,5. Mereka juga menyediakan gunting yang bisa dipinjam dengan deposit. Jadi, baskomnya itu bisa diisi sepenuh mungkin dengan jeruk (selama masih bisa diangkat, ya). Kami berkelana memetik jeruk, menduga-duga mana yang enak (tip: cara memetiknya adalah dengan diputar/dipelintir batang jeruknya!). Satu setengah jam kemudian kami keluar berbekal 3 baskom besar dan dua baskom kecil yang penuh terisi jeruk, juga hasil foto-foto di kebun jeruknya tentunya.

Saat keluar, kami menuangkan hasil panen itu ke plastik ramah lingkungan yang mereka sediakan dan mengembalikan baskom serta gunting, jika meminjam. Selain itu, mereka juga menjual telur hasil peternakan, madu alami, juga jus jeruk murni. Disediakan juga area piknik dan toilet umum. Meski jarak ke sana cukup jauh dan hampir tidak ada sinyal, it’s totally worth it. Cara seru untuk menghabiskan weekend bersama keluarga!

Sepulang dari Watkins Farm, kami mampir ke Wisemans Ferry Village yang juga dikenal dengan sebutan “The Forgotten Valley”. Di sana ada pom bensin, hotel, tempat makan, dan swalayan kecil untuk mengisi ulang keceriaan sebelum melanjutkan perjalanan. Untuk menuju ke Central Coast, hotel tempat menginap, kami harus menyeberangi Hawkesbury River dengan Wisemens Ferry. Setiap hari, setiap waktu, mobil-mobil diseberangkan dari Wisemans Ferry Public Wharf ke Wisemans Ferry West Bank. Hari itu, kami salah satunya yang diangkut ke seberang. Perjalanannya hampir tak terasa! Bahkan adikku masih tidak percaya kami menyebrang dengan perahu. “Ah, tadi mah jembatan kali!” Seandainya kami menyeberang di siang hari, bisa terlihat pemandangan di mana “jembatan” itu melaju menyusuri air dan menyeberangkan 24 mobil ke sisi sungai satunya.

Day 2: Central Coast to Port Stephens

Jika berjalan sesuai rencana, harusnya aku tidak harus bangun pukul 05.30 pagi dengan ibu dan ayahku untuk mengejar matahari terbit di Long Jetty. Rencananya, di hari pertama, kami ingin mengunjungi The Entrance untuk melihat pelican feeding pukul 15.30 dan kemudian menyaksikan matahari terbenam di the longest jetty di Long Jetty sebelum check-in ke rumah sewa kami di area yang sama.

Namun, 15.30 kemarin kami masih asik memborong jeruk di peternakan. Lalu, karena kelaparan, kami makan di Wisemans Ferry. Alhasil, kami baru tiba di rumah sewa hampir jam 20.00, setelah berhenti di supermarket untuk membeli bahan makan malam. Langit sudah gelap ditambah cuaca yang mendung dan gerimis. Ingin mengejar matahari, kami memutuskan untuk melihat matahari terbit di Longest Jetty esok paginya. Kedua adik dan omaku memilih tidur, dan kalau aku tahu cuacanya akan mendung dan sang surya tak terlihat bangun dari tempat tidurnya, mungkin aku pun akan memilih tidur untuk beberapa jam lagi.

Meski begitu, Long Jetty tetap memesona. Apalagi kunjungan dini hari kami ditemani oleh angsa hitam yang berkelompok di dekatnya. Setelah menanti matahari yang tak kunjung datang dan mengambil beberapa foto, kami pun berjalan kembali ke rumah. Sedikit kecewa, tapi mungkin cukup sepadan dengan menghitung jumlah papan di Long Jetty (ide ibuku). Jumlahnya adalah… well, I’m not going to tell you. Ke sana dan hitung sendiri ya ;p.

Hari itu berlanjut dengan mendung dan hujan silih berganti. Ternyata cuacanya pun galau bulan ini (hiks!). Setelah berhenti lagi di Maccas, kami tiba di Port Stephens. Sampai sana, kami langsung menuju ke Inner Tea Rooms yang direkomendasikan oleh tanteku. Sayangnya, tempatnya sudah tutup saat kami tiba! Paling tidak, kami menemukan pantai berisi segerombolan pelikan sehingga hari itu tidak sia-sia. Kedinginan dan kelaparan, kami mampir lagi ke supermarket untuk membeli bahan masakan malam ini. Hari sudah malam ketika kami tiba di ruma sewa kedua. Tempatnya menjorok ke dalam dan remang-remang. Hati kami sudah takut dan ragu. Tapi, begitu lampunya dinyalakan, kami langsung jatuh cinta dengan rumah unik ini!

Rumah sewa kedua kami memiliki dekorasi rustic dengan suasana pantai/perahu yang nyaman. Sofa merahnya yang lebar, kursi, dan meja kayu, sentuhan desain, seperti dayung, pojok buku, dan toiletnya yang disertai jacuzzi mini, membangkitkan semangat kami lagi. Ibu dan ayah mengeluarkan teleponnya dan mengambil foto interiornya, sementara anak-anak menjelajahi kamar demi kamar. Kami memutuskan untuk menambah semalam menginap di sini dan membatalkan pesanan kamar hotel kami di Newcastle. Buat kamu yang ikutan tertarik dengan rumah sewa kedua kami, ini tautannya, ya https://abnb.me/iBTVO60bbY

Day 3: Port Stephens

Entah karena terlalu nyaman di rumah sewa atau cuacanya yang terus hujan (atau karena dua-duanya), kami menghabiskan setengah hari lebih berikutnya bersantai-santai. Jika mengikuti rencana awal, kami harusnya pergi sandboarding ke Anne Bay hari ini. Tapi, masih ada esok harilah. Lagipula hujan. Emangnya bisa sandboarding? Begitu alasan-alasan yang muncul.

Di sore hari, kami pergi ke Inner Tea Rooms lagi. Tempatnya unik dengan mercusuar yang menaungi kafe dan museum kecil. Pemandangannya lepas ke arah laut dan pulau kecil di seberang sana. Seakan untuk menghibur kami, tampaklah dua pelangi menghiasi langit yang mendung. Pelangi yang melambangkan perjanjian Tuhan pada Nuh ini seakan berkata pada kami, mendung maupun tidak, ada keindahan disetiap ciptaan-Nya.

Kami masuk ke kafe dan memesan beberapa makanan. Sambil menunggu, aku dan ibu pergi melihat toko suvenir yang bukan hanya menyediakan kenangan bertanda Port Stephens, tapi juga mystery box, gratitude blocks, dan barang-barang unik lainnya!

Sepulang dari sana, kami mampir ke supermarket lagi. Memasak di rumah sewa menjadi salah satu kegiatan kebersamaan yang mengasyikkan bagi kami. Kami menonton dan bermain board games yang disediakan oleh sang “superhost” sampai malam tiba. Aku menengok langit malam yang masih mencurahkan hujan dan melihat ramalan cuaca untuk esok hari. Hujan lagi.

Apakah kami akan menikmati sand dunes di sini?

[Natasha Ingelia/IM]

Previous articleDJI Osmo – Action Kamera Aksi Pertama Dji
Next articleBahas Black Mirror, Yuk!