Pengusaha sukses yang bakal kita bahas dalam rubrik profil kali ini sungguh memenuhi definisi “Family man”. Singkatnya, jika quote “Family over anything” berwujud manusia, Sutisna adalah orangnya.
Sutisna lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat. Berhasil wisuda dari kandungan sang ibu pada September 1966, Sutisna resmi menyandang gelar Virgo. Sutisna merupakan campuran Cilacap dari ibu dan Bandung dari ayah.
Ibunya adalah mantan guru, sedangkan almarhum ayahnya adalah mantan pengelola hotel yang akhirnya menjadi pengusaha retail. Layaknya seorang adik pada umumnya, Sutisna memilih jurusan Elektro terinspirasi dari kakaknya.
Setelah ‘kenyang’ duduk di bangku sekolah, Sutisna pun diterima menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia bercerita, kala itu uang kuliah di ITB seharga Rp50 ribu per semester.
“Pekerjaan pertama saya adalah pengajar Matematika untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bandung yang disambi saat merampungkan tugas akhir di Teknik Elektro ITB,” ujar Sutisna.
Setelah lulus kuliah, Sutisna diterima di OIL and GAS Perancis. Kendati demikian, keluarga meminta Sutisna tidak merantau dari Indonesia. Rasa cintanya dengan keluarga membuat Sutisna memilih bekerja di pabrik di Jakarta.
Sutisna pun bekerja sebagai profesional di perusahaan consumer goods multinasional. Perjalanan karier yang kian mengarah ke manajemen memotivasi Sutisna mengikuti program Master of Business Administration (MBA) di Negeri Paman Sam.
Pilihannya jatuh pada UC Berkeley AS yang pada saat itu AS menjadi ‘kiblat’ studi manajemen. Setelah lulus, Sutisna sempat galau antara bekerja di Chicago, AS atau Hongkong.
Takdir pun membawanya ke Singapura. Sutisna berkarier sebagai profesional di firma konsultan dan industri kertas di Singapura dan Indonesia.
Singkat cerita, rasa ‘bosan’ akhirnya menyeruak jiwa Sutisna. Ia pun mencicip dunia wirausaha bersama kawannya.
Nyaris Gulung Tikar di Usaha Pertama
Sutisna cukup sadar diri dengan amunisi tabungan hasil kerjanya yang terbatas.Karena itu, usaha perdananya adalah bidang yang beresiko rendah dan berlokasi di tanah air.
“Istilah di dunia usaha ‘jadi tukang jahit’, kerennya ‘contract manufacturing’ untuk perusahaan asing yang tidak mau memiliki aset di Indonesia,” terang Sutisna.
Langkah pertama yang dilakukan Sutisna adalah mengumpulkan ‘pasukan’ dari teman sesama karyawan pabrik yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Upaya itu dia lakukan bersama Herijanto, mantan kolega dan teman kostnya.
Mereka pun mendirikan usaha produksi popok, yang kemudian dikembangkan menjadi produksi tisu. Perjalanan tak selalu mulus, usaha pertama Sutisna sempat mengalami titik sulit. Saat itu, perusahaannya menghadapi tantangan finansial yang sangat berat imbas berakhirnya proyek ‘maklon’ di produk popok. Ditambah pula lini bisnis tisu yang didominasi perusahaan besar.
Angin Segar Jelang Pandemi
Roda kehidupan pun berputar. Dewi fortuna akhirnya berpihak pada Sutisna. Kesempatan baik datang satu tahun menjelang pandemi Covid-19. Kepercayaan pelanggan atas produk dan layanan menjadi penolong bisnis Sutisna di masa-masa sulit.
Sutisna bercerita, saat itu pelanggan lamanya menambah pesanan cukup besar.Selain itu, usahanya juga mendapat pelanggan baru. Karenanya, Sutisna mampu memperluas bisnisnya di tengah badai pandemi. Mesin-mesin ditambah, lahan pabrik diperluas, dan mempekerjakan lebih banyak karyawan.
Semua perihal bisnis di Indonesia itu dikendalikan dari jarak jauh dari Australia karena perbatasan antar negara ditutup rapat-rapat. Mobilitas pun jadi terbatas.
“Saat ini PT Alam Hijau Selaras mendapat kepercayaan untuk memproduksi dan mendistribusikan tisu dengan lisensi karakter Disney, dan produk-produk untuk Lotte mart, Circle-K, jaringan Yogya group, Alfamart, Alfa Midi, Lawson, Bali Mart, dan lain-lain,” ungkap Sutisna.
Demi Keluarga
Sutisna menikah pada usia 37 tahun. Sang istri adalah seorang interior designer. Mereka dikaruniai dua buah hati, yaitu Rayhaan dan Fay Adeline.
Work-life balance yang makin sulit membuat Sutisna memutuskan untuk jadi pengusaha. “Semakin merasa sibuk tidak bisa punya banyak waktu dengan keluarga, memutuskan jadi wirausaha pada 2005,” ucap Sutisna.
Pada 2008, Sutisna memutuskan menjadi Permanent Resident di Australia. Langkah itu diambil dengan bekal cerita para sahabat soal jaminan hari tua seperti pensiun dan fasilitas kesehatan gratis di Australia yang lebih indah.
Sutisna baru siap pindah tempat tinggal ke Sydney, Australia pada 2014. Saat itu PT Alam Hijau Selaras di Indonesia sudah stabil dan bisa dikendalikan dari jarak jauh. Pendidikan yang lebih baik untuk sang anak juga menjadi motivasi Sutisna untuk pindah ke Negeri Kanguru.
Bangun Bisnis Pastry
Tanpa menunggu dan berpikir lama, Sutisna dan istri mencari lini usaha yang disenangi dan juga unggul di Australia, yakni bisnis makanan. Pencarian mereka berujung pada Skycrest Quality Foods, usaha catering yang relatif kecil dengan fokus pada segmen maskapai penerbangan.
Kesulitan kembali datang ke bisnis Sutisna.
“Kami pikir mengelola ‘dapur kecil’ membuat pastries mestinya enggak susah-susah amat. Wrong! Segujubrak aturan yang njelimet, pelanggan yang cukup demanding, dan compliance yang strict dan relatif baru bagi kami, membuat bisnis ini lumayan memakan waktu dan tenaga,” tutur Sutisna.
Ia pun berterima kasih kepada partner bisnisnya, dan juga timnya yang loyal. Pertumbuhan yang positif memicu rencana ekspansi. Namun, pesanan dari maskapai penerbangan sempat menukik tajam ke titik nol saat pandemi. Kondisi itu membuat tim Sutisna putar otak dengan mencoba cari ceruk pasar lain di hotel, kafe, pesanan online, dan lain-lain.
Suatu langkah strategis yang membantu kami adalah bergabungnya Annie Makes Cakes, UKM di bidang cakes/patisserie. Usaha itu diambil alih oleh tim Sutisna sesaat sebelum pandemi. Penjualan pada segmen non-airline pun meningkat dan membantu meringankan beban biaya.
Kedua segmen usaha Bisnis Sutisna tumbuh dengan baik saat pasca pandemi. Kini, Skycrest Quality Foods memasok pastries, pies, dan cakes untuk penerbangan domestik dan international pada beberapa maskapai penerbangan utama.
Selain itu, usaha Sutisna juga memasok segmen non-airline, yakni restoran, hotel, kapal pesiar, dan acara olahraga besar di Australia. Sementara itu, Annie Makes Cakes berfokus di retail, online, dan perayaan seperti pernikahan.
Ada pula pengembangan produk baru yang dilakukan, misalnya Beef Rendang Pastry. Sajian itu merupakan paduan Australian Beef dengan rempah Indonesia.
Kunci Bisnis Sutisna: Tim, Kepercayaan, dan Integritas
Dengan pengalaman dan jam terbang yang telah dilalui, Sutisna akhirnya membagikan kunci kesuksesannya.
Menurut Sutisna, kedua bisnis yang dia jalani merupakan usaha konvensional atau bisnis ‘jadul’.
Dia mengaku merasakan gema dari pepatah orang tua dulu, yaitu pelihara kepercayaan, perlakukan semua orang dengan layak. Sutisna mengatakan apabila kita care for the team, the team will look after our business.
“No instant, fantastic, overnight success. Profit and loss hanya satu dari sekian banyak ukuran berhasilnya satu usaha,” pesannya.
Gabung IBC
Sutisna merupakan salah satu anggota Indonesia Business Council (IBC).
Ia mengenal IBC melalui ajakan Josep dan Meylia pada awal tahun 2021. Mulanya, Sutisna berpikir IBC hanya sebuah forum promosi usaha.
“Why not?,“ pikir Sutisna saat memutuskan untuk bergabung. Sutisna juga kebetulan sedang mengembangkan beberapa usaha saat itu. Ternyata, kata Sutisna, IBC lebih dari sekadar forum promosi.
“Kegiatan IBC jadi tempat berteman, belajar, dan beramal atau give back (e.g. Rotary Fund Raising), sambil “having fun” (kuliner, travel),” terang Sutisna.
“Satu hal yang kita harus siapkan adalah penyimpanan memori di handphone. Karena banyak member yang gila foto,” sambungnya. [IM]
Untuk membership, silahkan mendaftar ke situs web IBC Australia dan lengkapi formulirnya: www.ibcaustralia.com.au/membership-form/
Oleh Sari Puspita Dewi