Perjalanan Pasien TB Indonesia di Sydney Bulan Agustus 1946

355
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Tidak banyak orang di Australia dan Indonesia mengetahui bahwa pada 21 Agustus 1946 di wilayah Turramurra, Sydney, ada 25 pasien Indonesia yang menderita penyakit Tuberkulosis (TB) di usir dari Rumah Sakit Princess Juliana. Rumah sakit ini saat itu dimiliki oleh perusahaan kapal Belanda KPM (Koninglijke Pakketvaart Maatschappij).Para pasien yang diusir berlindung di sebuah gubuk kayu di pinggir jalan Bobbin Head Road, dalam cuaca musim dingin dan angin di Sydney.

Mereka kemudian dibantu oleh orang-orang Australia yang bersimpati dengan kemerdekaan Indonesia, yaitu anggota-anggota dari Australia Indonesia Association (AIA), diantaranya Bapak Gerald Peel, seorang pembela ‘human rights’, ‘Granny’ Byrnes, dan Ibu Elsie Reid seorang aktivis bersama anak perempuannya, Charlotte Reid/Maramis yang berumur 17 tahun. Charlotte kemudian terkenal dengan panggilan Tante Lottie di kalangan masyarakat Indonesia di Sydney. Beliau meninggal dunia pada tahun 2012.

Dalam surat kabar Sydney Morning Herald pada 22 Agustus 1946, diberitakan bahwa wakil pemerintah Belanda mengatakan bahwa Pasien TB Indonesia harus pindah dari rumah sakit Princess Juliana karena rumah sakit ini akan ditutup, dan semua pasien akan dikirim ke rumah sakit lain, yaitu Queen Wilhelmina di Randwick. Pengumuman ini dianggap bohong, karena rumah sakit Princess Juliana tetap beroperasi sampai tahun 1970.

Pasien-pasien TB ini dijemput oleh kendaraan truk dan sopirnya adalah Arthur Locke/Chang. Mereka dibawa dan dirawat oleh masyarakat Tionghoa di rumah kumpulan Chinese Youth League di Dixon Street, di Sydney Chinatown. Banyak pedagang dan pemilik restoran di Dixon St. sempat khawatir penyakit infeksi TB ini bisa meluas, karena pada saat itu penyakit ini sangat berbahaya dan sulit diobati.

Dua puluh lima pasien Indonesia ini kemudian diberi bantuan dan obat dari Oranje Clinic di Kent Street. Pemerintah Belanda yang memiliki klinik ini marah dan tidak mau membantu pasien Indonesia, tetapi mereka tidak berani mengusir pasien Indonesia karena mereka dijaga dan dibela oleh buruh dermaga dan pelaut Australia. Juga sejumlah wartawan koran Australia menghadiri perawatan pasien TB ini di Oranje Clinic.

Pada bulan November 1946, pasien TB yang sudah sembuh B. Asmadi dan F. Soedjadi memberi surat kepada ketua AIA dan mengucapkan terima kasih atas bantuan yang mereka terima. Mereka kembali ke Indonesia dengan kapal ‘HMAS Manoora’dan memberi janji bahwa kabar tentang bantuan dari masyarakat Australia dan Tionghoa akan diceritakan kepada wakil-wakil Pemerintah Indonesia. Mereka berharap teman-teman di Australia akan terus melanjutkan hubungan baik dan kerja sama antara Australia dan Indonesia.

MERDEKA! Hidup Hubungan Bilateral Indonesia Australia. [IM]

 

By: Anthony Liem- Retired Architect 

References:
– Sydney Morning Herald, 22 August 1946, digitised by the National Library of Australia.
– Charlotte Maramis – Anton and Me & Echoes Book Three: Australia, China and Indonesia

Previous articleIndOz Conference 2022 Perkuat Kerja Sama Indonesia-Australia
Next articleBincang bincang IWINA bersama Bapak Boy Dharmawan – Yoen Yahya