Grace Natalie: Presenter Berita Politik yang Jadi Ketua Partai Politik

3498
(photo: supplied)
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Di tengah gempuran partai politik yang didominasi kaum pria dan berusia setengah baya, muncullah sesosok perempuan berkeyakinan minoritas yang memotori sebuah partai politik dengan amunisi orang-orang muda yang idealis dan berani bicara. Siapa, sih, perempuan cantik nan berani ini?

Tanggal 17 April 2019 Indonesia akan menggelar pemilihan presiden, sebuah pesta demokrasi lima tahunan yang “naga-naganya” lebih panas dari pemilu-pemilu sebelumnya. Jauh sebelum itu, partai-partai pengusung kedua paslon (pasangan calon) presiden yang menjadi motor penggerak rakyat sudah memanaskan mesinnya. Seperti yang kita ketahui, nyaris berbagai cara dilakukan untuk memenangkan “jagoannya”. Di tengah situasi politik yang mulai terasa “kemeriahannya”, seorang perempuan bersuara vokal, cantik pula, mencuri perhatian kita. Namanya Grace Natalie. Ia melahirkan Partai Solidaritas Indonesia 2014 lalu.

Pandai Bicara

Namanya mungkin terbilang baru di dunia politik dalam negeri, tapi di jalur pembawa berita Tanah Air, ia termasuk “selebritas”. Meski sudah terkenal, kiprah Grace di dunia politik sama seperti anak baru lainnya, tertatih dan berliku jalannya. Namun, berkat kerja keras, hasrat besar untuk memajukan Bangsa, dan kepemimpinannya yang luwes membuat Partai Solidaritas Indonesia yang masih tergolong “balita’ itu lolos menjadi salah satu partai yang masuk ke dalam daftar Pemilihan Umum 2019. Tak ayal, ia disebut-sebut sebagai sosok wanita yang inspiratif, calon pemimpin masa depan. Bagaimana kisah wanita kelahiran Jakarta ini memutuskan untuk akhirnya terjun ke dunia politik?

Cara bicara yang lugas dan paras yang cantik membuat Grace Natalie lebih dikenal sebagai presenter berita di salah satu televisi nasional. Ia memang mengawali karier sebagai seorang jurnalis. Saat menjadi jurnalis, ia sama sekali tidak pernah berpikir bahwa ia akan terjun ke dunia politik, apalagi sampai menjadi nakhkoda sebuah parpol. Kiprahnya sebagai jurnalis pun diawali dengan mengikuti ajang pencarian pembawa berita, SCTV Goes to Campus, yang ia menangi.

Setelah menyelesaikan studinya di Insitut Bisnis Indonesia yang kini sudah berubah nama menjadi Universitas Kwin Kian Gie, wanita yang lahir 4 Juli 1982 ini mulai menjajaki dunia jurnalistik dengan menjadi reporter berita di program Liputan 6 di SCTV. Satu tahun berkarier sebagai reporter, ia kemudian dipercaya menjadi pembawa berita di program Liputan 6. Pada tahun 2006, Grace pindah ke ANTV dan kemudian TVOne di tahun 2008. Ia menikmati pekerjaannya sebagai pembaca berita untuk segmen politik, kriminal, bisnis, dan berbagai berita lain yang sedang hangat diperbincangkan.

Gerah Korupsi

Meski mengakui tidak terbiasa dengan jadwal yang padat dan jam kerja yang tak menentu, perempuan berusia 36 tahun ini pun akhirnya jatuh cinta dengan dunia jurnalistik. Manfaat menjadi jurnalis pun sangat terasa, karena Grace sangat amat membutuhkan keahlian menganalisa dan bergaul dengan semua tipe orang yang terasah tajam di dunia jurnalistik. Baginya, menjadi jurnalis merupakan sebuah pengalaman yang menempa mental dan menjadi landasan penting untuk perjalanan kariernya kini.

Kurang lebih delapan tahun berkarier sebagai jurnalis di televisi, Grace membutuhkan tantangan baru. Di tahun 2012 ia memutuskan untuk keluar dari dunia media dan bergabung dalam Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), sebuah lembaga survei dan konsultasi politik yang hasil surveinya kerap menjadi acuan media massa, partai politik, dan pengambil kebijakan. Di tempat ini, ia menjadi CEO dari perusahaan tersebut. Di sini Grace kemudian mengenal politik lebih dalam. Dua tahun bergelut dengan bidang penelitian dan konsultasi politik, Grace merasa hidupnya kian berwarna. Ia mendapat teman-teman baru, cara pandang yang lain, dan kemampuan menyikapi politik secara berbeda.

Dua tahun berselang, Grace kembali membuat gebrakan dalam perjalanan kariernya dengan terjun ke dunia politik. Diawali dengan perasaannya yang tergugah untuk mendirikan partai politik baru yang bersih dan dapat dipercaya. Di tahun 2014, dengan berani ia membuat sebuah partai yang membawa sebuah identitas yang berasaskan pada kebajikan dan keragaman. Partainya dinamai Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Grace mendirikan PSI bersama Isyana Bagoes Oka, Raja Juli Antoni, dan Sumardy.

Minat Grace pada politik bukan tanpa sebab. Ia begitu resah menyaksikan perkara korupsi yang tak kunjung usai di Indonesia. Masuk ke ranah politik, ia dan rekan-rekan seperjuangannya menetapkan dua agenda utama yaitu melawan korupsi dan memberantas intoleransi. Menurutnya, untuk dapat mempertahankan Indonesia agar dapat berdiri kokoh sebagai negara Pancasila yang maju di masa depan, maka langkahnya adalah dengan membenahi orang-orang yang duduk sebagai wakil rakyat. Mereka yang menempati kursi DPR haruslah seseorang yang paham masalah dan solusi yang diambil.

Mengubah Wajah Indonesia

Grace dan teman-temannya bercita-cita agar PSI mampu menarik orang-orang yang kompeten untuk masuk ke politik dan bersama-sama mengubah Indonesia menjadi semakin baik. Tujuan mulia Grace membangun Indonesia lewat dunia politik tak serta merta disambut dengan karpet merah. Saat memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan membangun sebuah partai, ia banyak sekali mengalami kesulitan dan tantangan hanya karena ia adalah seorang perempuan, berasal dari penganut agama minoritas, bukan keturunan asli pribumi, dan tidak memiliki latar belakang politik yang matang.

Selain tantangan, Grace juga banyak mengalami banyak penolakan saat terjun ke dunia politik. Berkali-kali ia diremehkan dan ditolak karena banyak orang yang tidak yakin akan kemampuan diri dan partai yang ia bangun. Namun, Grace mengaku bahwa ia bisa menghadapi semua masalah dan tantangan yang datang karena ia memiliki support system yang luar biasa, baik di rumah ataupun di dunia kerja. Maka dari itu, ia tidak pernah takut dan ragu meski masih memiliki banyak kekurangan. Dari pengalaman yang telah ia lewati, ia menyarankan agar perempuan tidak takut gagal dan berani melakukan yang benar. [IM]

Previous articleKBRI Canberra Gelar Doa Lintas Agama Untuk Palu dan Donggala
Next articleHarmony Day 2019