Salah satu pertanyaan yang sering aku dengar dari orang-orang yang akan berangkat
ke Sydney adalah makan apa di sana? Katanya mahal-mahal, ya? Nah, karena setiap
orang pola makannya dan lifestyle-nya berbeda-beda, bulan ini Indomedia mengumpulkan narasumber yang berbeda-beda juga, nih. Sebelumnya, yuk kita kenal lebih dulu teman-teman Indomedia ini.
LK adalah seorang mahasiswa lokal Sydney yang tinggal sendiri dan bekerja casual
sebagai guru teater. RT adalah seorang fresh-graduate yang baru mulai bekerja
di sebuah marketing firm. Terakhir, AD adalah seorang suami yang sudah berkarier lama.
Pertama, penting untuk mengetahui gaya hidup atau tipe makanan kita. Jadi, kita tanya dulu nih ke narasumber (dan diri kita sendiri)… “What’s your current typical food looks
like in a day?”
RT: “I’d normally skip brekkie or eat something quick i.e. up n go/ cereal during weekday. My lunch would be leftover rice with meat, salad, or sushi and dinner would normally be protein vs rice/pasta and salad. I would say I am a healthy eater but sometimes once a week I eat alll the sweetest desserts or fried stuff. Cheat day is good once in a while!”
LK: “I tend to eat a lot of carbs, with a lot of pasta, bread, and rice in my diet. I am a bit
of a picky eater and don’t eat as many fruit and vegetables as I should, so I don’t think
I am that healthy overall.”
AD: “Morning would typically be muesli/bread. Lunch is salad/light carbs.
And finally, typical asian meals for dinner. I’d say I am 50% healthy :)”
Melihat harga-harga bahan makanan di supermarket, sebenarnya baik yang sehat maupun tidak, ada yang murah dan mahal. Tapi, kalau mencari sayur yang organik atau protein berkualitas tinggi dan ingin makanan yang semacam 4 sehat 5 sempurna harganya mungkin akan lebih mahal dibanding makanan biasa atau kesukaan semua mahasiswa; mie instan!
Mempersiapkan makanan sehat mungkin memakan waktu yang lebih lama.
Tetapi, tentunya akan worth it untuk lifestyleyang sehat, dan bisa diakali dengan melakukan meal prep atau mencari bahan yang sedang diskon, misalnya.
Kedua, makan di luar/masak sendiri akan menentukan biaya. Tentunya, makan di luar akan lebih mahal jatuhnya dibanding masak sendiri. Tapi, dengan banyaknya makanan enak yang wajib coba di Sydney, terbatasnya kemampuan memasak, social activity, dan waktu yang kita punya pun akan memengaruhi berapa seringnya kita makan di luar atau masak.
Dari narasumber yang bekerja, tampaknya lebih sering makan di luar jika kerja dari office. Terutama saat weekend yang biasanya mereka beraktivitas di gereja atau hang-out dengan teman. Untuk mahasiswa, aku dan teman-teman, sih, sering makan di kantin di sela-sela kelas, beli makanan yang diskon, atau sesekali mencoba restoran baru bareng-bareng supaya “jatuh biayanya” lebih murah.
Memang, sih, memasak akan jauh lebih murah dan menjadi pilihan bagi mereka yang terbatas finansial. Tetapi, jangan lupa juga kalau Sydney dipenuhi kuliner yang begitu beragam dan menarik. Sisihkan uang atau patungan untuk mencoba makanan baru.
Tapi, memasak pun bisa menjadi eksplorasi, kok! Nah, RT dan AD makan sekitar 2-3 kali
di luar per minggunya, sementara LK lebih sering memasak dan hanya makan di luar sekali dua kali dalam sebulan.
Terakhir, kita tanya yang rada sensitif nihh… Jadi berapa pengeluaran kalian untuk makanan per minggunya?
RT: “AU$100 a week—so about AU$400 a month.”
LK: “Very little, under AU$100.”
AD: “Never really track food spending, sorry!”
Mumpung sudah topik makanan nih, tentunya aku harus tanya rekomendasi makanan, dong!
What’s your favourite go to restaurant or comfort food in sydney?
RT: “My favourite restaurant is Do Dee Paidang and my comfort food is ramen
or Vietnamese food that reminds me of home.”
LK: “I like my local Thai place Tom Yum Tom Gang.”
AD: “Our favorite is 678/VN Street Food. And, my comfort food is Mirasa & Cho Dumpling!”. [IM]