Terapi Jiwa Wanita Mulia dan Masa Pandemi 

556
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Oleh Yoen Yahya

Adalah TEROS ADHANOM, seorang Biologist asal Ethiopia selaku Ketua World Healths Organisations (W.H.O) mengumumkan bahwa corona virus sudah menyebar secara pandemi
ke seluruh dunia.

Banyaknya korban meninggal dan menyebabkan tatanan kehidupan manusia berubah, mulai
dari sektor kesehatan, ekonomi, dan kesehatan mental. Tidak terkecuali Australia. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan mengatasi hal ini dengan memberlakukan Lockdown dan
Social Distancing. Dengan bergulirnya waktu kini pembatasan-pembatasan tersebut mulai melunak, banyak kegiatan-kegiatan yang kembali dibuka dengan syarat mengikuti peraturan protokol kesehatan yang diterapkan. 

Pada hari Minggu 11 Oktober 2020, setelah sempat enam bulan tanpa kegiatan, digelar
acara silaturahmi pengajian ibu-ibu yang diprakarsai  oleh Sisterhood Department CIDE
(Centre for Islamic Dakwah and Education NSW) di Mesjid Al Hijrah, dengan ibu Dian Hakim sebagai Ketua pelaksana. Silaturahmi dengan mengangkat tema TERAPI JIWA WANITA MULIA dengan pembicara Aluyah Alaydrus ini menarik banyak peminat, disamping melepas rasa rindu bertemu sahabat.

Panitia dengan berat hati terpaksa membatasi jumlah peminat yang terus bertambah karena harus mengikuti batas yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

Aluyah Alaydrus yang dikenal dengan panggilan mbak Uya ini bukan sosok asing bagi masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan ibu-ibu. Beliau adalah seorang pendidik, sederhana, rendah hati, berwibawa yang merupakan jebolan dari Sydney University.

Ulasan yang diungkapkan pada hari itu sangat menarik, tidak bernada menggurui dengan menggambarkan kehidupan yang kita jumpai sehari hari, diselingi canda dan kelakar ringan sehingga membuat acara yang dijawalkan selama 2 jam ini terasa begitu singkat. 

Interaksi hangat antara pembicara dan hadirin menghidupkan suasana akrab dan sangat sayang untuk dilewatkan. Hal ini juga yang mendorongku untuk kembali menulis. Walau kondisi tangan yang baru operasi masih belum pulih, menggelitik untuk menggerakkan jari-jariku menggores perlahan menyusun kata demi kata.

Manusia itu terdiri dari 3 Gambaran Jiwa yaitu;
1. Nafsu yang senantiasa mengajak kepada keburukan
2. Jiwa yang suka mencela, labil dan suka berubah rubah
3. Jiwa yang tenang

Nafsu yang mengajak pada keburukan adalah nafsu yang tidak pernah puas dengan duniawi, mengakibatkan banyaknya kasus korupsi, kriminal, suka menghamburkan uang untuk hal-hal yang bukan prioritas seperti keinginan beli sepatu, baju meski barang-barang tersebut sudah bertumpuk, hobby koleksi barang-barang bermerek dan melakukan operasi plastik untuk menjaga penampilan lebih prima atau sekedar untuk dapat sanjungan dan kepuasan sesaat. Contoh tersebut langsung disambut riuh dengan gelak tawa ibu-ibu.

Sifat tersebut dapat segera diperbaiki apabila seseorang mampu melakukan intropeksi diri,
jujur dalam menilai diri, dan mempunyai keinginan untuk merubah sifat menjadi jiwa yang
lebih tenang. Dengan mengambil contoh teladan wanita mulia isteri para Nabi yang begitu
tabah menjalani ujian-ujian berat dan tetap menjaga martabat wanita. 

Bentuk ujian yang bermacam-macam dapat dilewati dengan banyak mengingat Sang Pencipta dan keyakinan kepada ALLAH SWT. Pembicara dengan nada yang meyakinkan, tergetar dan terhanyut emosi saat menguraikan ketabahan wanita-wanita mulia yang tanpa mengeluh berjuang di zaman dan kondisi saat itu. 

Ibu-ibu terdiam membayangkan betapa luhur dan bersihnya jiwa mereka. Malu dan kecil
diri ini yang sering mengeluh, mudah putus asa, stress, padahal hidup di jaman yang
canggih dan serba ada.

Akibat kurangnya Terapi Jiwa, kurang bersyukur dengan apa yang kita miliki, jiwa menjadi
rapuh. Seandainya di masa pandemi ini semua orang mempunyai jiwa yang tenang, tidak
akan ada stress, kekerasan atau sakit mental.

Kesimpulan yang kudapat hari itu adalah 3 Jiwa tersebut berpusat di HATI. Sebab HATI lah
yang mengenal Allah. Sedang organ lainnya hanya mengikuti dan sebagai alat pendukung.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan Jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS.Asy- Syams:9:10)

Hati yang bersih mencerminkan Jiwa yang bersih.
Hati yang sakit (kerasnya hati) menimbulkan sifat sombong, munafik dan selalu merasa
benar. Obat Hati yang sakit adalah dengan selalu menghadirkan kesadaran bahwa Allah
selalu mengawasi kita “Allah menyaksikan ku- Allahu Syahidi”.

Dalam perjalanan pulang berbekal ilmu berharga aku melangkah ringan, kudekap hatiku
dan berbisik menyebut namaMU semoga aku terbebas dari HATI YANG SAKIT, virus ini
lebih berbahaya dari virus corona. [IM/YY]  

——-

Have Patience. No matter what the difficulty, no matter how dark the road ahead to seems.
For truly, with patience some victory, and with difficulty, relief follows close behinds. 

Previous articleKonjen Sydney Apresiasi Institusi ICC NSW Inc. Di Acara AGM 2020
Next articleWINA – Tetap Sehat di Masa Pandemi