Ada yang suka, banyak juga yang enggak. Itu biasa. Tapi, kalau film yang animasinya begitu dicintai, kemudian versi film live action-nya banyak dikritisi… Wah, tapi benarkah seburuk itu?
Selama beberapa bulan terakhir, berita film penuh dengan berbagai review The Little Mermaid.
Dari sisi kostum, tata rias, pemilihan cast, sampai ke CGI dan estetika yang dipilih untuk film ini, semuanya dianalisa secara kritis. Di dunia media sosial juga nggak jauh beda. Fans sangat vokal mengemukakan pendapat mereka terhadap setiap aspek yang diumumkan oleh Disney.
Dengan begitu banyak pendapat yang berbeda-beda, seberapa bagus sebenarnya adaptasi ini? Apakah berhasil live up to the legacy of the original animated film? Tanpa memberikan spoiler,
inilah pendapatku setelah menonton versi kini.
Most Loved Disney Classic
The Little Mermaid adalah salah satu film Disney Princess terfavoritku. Dari pertama kali nonton
ketika masih kecil, aku langsung jatuh cinta dengan Ariel dan Pangeran Eric serta semua karakter dalam film animasi itu. Semasa kecil – dan bahkan sampai sekarang – aku gemar banget mendengarkan lagu-lagu dari film ini. Ketika Disney merilis film tentang putri Ariel dan sebuah prekuel tentang latar belakang Ariel, aku nonton semuanya berulang kali sampai hapal semua adegan dan lagunya.
Nggak heran, ketika Disney mengumumkan akan membuat versi live action The Little Mermaid,
aku langsung semangat banget! Namun, ada beberapa hal ketika aku nonton trailer-nya (seperti penampilan Scuttle, Sebastian, dan Flounder) yang membuatku sedikit was-was. Jadi mixed feelings, nih. Apalagi karena aku tahu standarku sangat tinggi terhadap adaptasi film-film favoritku dan dulu juga pernah kecewa dengan beberapa live action remake lainnya.
Akhirnya, setelah menunggu sekian lama, aku berkesempatan nonton The Little Mermaid di Event Cinemas, tepatnya di teater 4D! Ternyata, film yang sangat diantisipasi ini tidak hanya sebagus
aslinya (yaitu standar minimumnya), tetapi juga berhasil melebihi ekspektasiku dengan menambahkan kedalaman yang tidak ada di film aslinya!
Terpesonaaaa
Apa yang membuat film ini begitu memesona bagiku? Menurutku, hal yang paling memesona adalah kedalaman karakter di versi baru ini. Beberapa minggu yang lalu, aku nonton ulang versi animasi
The Little Mermaid dan aku terkejut ketika tiba-tiba tersadar bahwa tokoh dan hubungan mereka lumayan dangkal di film orisinalnya.
Di adaptasi live action-nya, para produser mendalami dua karakter utama ini, terutama Pangeran Eric (to my absolute delight)! Pangeran Eric dijadikan tokoh yang tidak hanya haus akan petualangan, tetapi juga sangat dewasa dalam perspektifnya terhadap pemerintahannya. Dia adalah seorang pangeran yang ingin berinteraksi dengan warganya dan mengenal budaya-budaya kerajaan
tetangga, dan diberikan sebuah latar belakang yang menarik yang tidak hadir di film aslinya.
Awalnya, ketika pertama kali menonton trailer-nya, aku sempat merasa sedikit kecewa dengan pemilihan Jonah Hauer-King sebagai Pangeran Eric karena tampaknya kurang mirip dengan versi animasi. Ternyata, cuplikan itu gagal untuk menangkap akting Hauer-King yang sangat menggugah. Hauer-King menghidupi karakter Pangeran Eric dengan sangat menyakinkan dan aktingnya yang penuh ekspresi tanpa menggunakan banyak kata membuatku tambah jatuh cinta dengan pangeran favoritku ini. Nggak heran ketika Ariel juga jatuh hati padanya!
Pengembangan tokoh Pangeran Eric membuka banyak peluang untuk hubungan Ariel dan Eric,
dan inilah hal yang paling aku suka dari live action ini. Ariel dan Eric diberikan banyak momen
kecil yang sangat manis, bukan karena keadaannya romantis, melainkan karena mereka dapat mengekspresikan kesukaan, rasa penasaran, kecerdasan, dan kepedulian mereka secara natural.
Di versi live-action, I was happily surprised and even moved to tears ketika melihat chemistry yang begitu hangat dan alamiah antara Ariel dan Eric, yang diperankan secara luar biasa oleh Bailey dan Hauer-King.
Meskipun netizen banyak yang menuduh Disney memilih Halle Bailey sebagai Ariel hanya berdasarkan etnisnya, setelah menonton film ini, menurutku, Bailey telah membuktikan diri layak memerankan Disney princess yang sangat ikonis ini. Belum lagi vokal Bailey dan Hauer-King yang sangat memukau ketika mereka menyanyi!
Para produser juga mendalami karakter Ariel melalui lagu barunya For the First Time yang muncul pada waktu yang tepat. Lagu ini merupakan sebuah dialog internal ketika Ariel merasa takjub terhadap dunia manusia, tetapi juga terpaksa bergumul dengan hal-hal tak terduga, seperti
gravitasi yang menariknya turun ketika ia berusaha berdiri. Ini juga memiliki makna kedua dari lirik
Part of Your World: “ready to stand” – siap berdiri, siap mandiri.
Apakah dia sungguh-sungguh siap untuk menjalani dunia baru ini meskipun ia sendiri merasa seperti ikan diluar laut? Lagu ini, serta Part of Your World: Reprise II memperlihatkan konflik internal yang dialami Ariel ketika dia menyadari betapa besar pengorbanan suaranya dan betapa pahitnya rasa patah hati.
Melissa McCarthy dan Javier Bardem juga memerankan Ursula dan Raja Triton secara luar biasa, terutama karena kedua karakter yang sangat kompleks ini memiliki standar yang sangat tinggi
dari film aslinya. Daveed Diggs, Awkwafina, dan Jacob Tremblay juga tidak kalah dalam membawakan ketiga sahabat Ariel yang dinamis dan humoris.
Walaupun para penonton ingat naskah asli awalnya, kami semua masih tertawa lepas ketika
menonton interaksi Sebastian, Scuttle, dan Flounder.
A Few Things that Missed the Mark
Banyak hal-hal yang sangat luar biasa di remake ini. Namun ada juga yang untukku kurang tepat sasaran.
Lagu-lagu yang ditambahkan oleh Lin-Manuel Miranda, yaitu Uncharted Waters, For the First Time, dan Scuttlebutt terus mendalami cerita dan karakter Ariel, Eric, dan bahkan Scuttle dan Sebastian, yang menurutku sangat catchy. Meski demikian, menurutku, lagu baru tersebut memiliki style sedikit terlalu berbeda dengan soundtrack orisinalnya. Namun, aku tetap suka banget sama irama dan melodi tropikal yang digunakan Miranda di lagu tersebut.
CGI Sebastian, Scuttle, dan Flounder juga sedikit mengecewakan. Di film aslinya, ketiga karakter ini digambarkan dengan style yang ‘lebay’ dan nggak scientifically accurate. Namun, itulah yang membuat mereka sangat istimewa dan mengesankan. Di versi live action, mereka terlihat lebih realistis, dan kehilangan beberapa ciri khas karakter mereka.
Selain itu, ada juga beberapa momen-momen ikonis yang menurutku juga kurang kena sasaran dalam eksekusinya. Aku mengerti bahwa dalam sebuah adaptasi, para produser tidak ingin membuatnya persis sama dengan aslinya. Tapi, menurutku, kadang lebih baik untuk replicate daripada mencoba untuk membedakannya dan akhirnya malah jadi kurang bagus, terutama dengan momen-momen yang penting dan berkesan dari film aslinya.
Menurutku, ini terjadi karena para produser memiliki timing yang kurang pas dalam momen-momen yang suspenseful dan bahkan pada beberapa momen emosional juga. Yang memiliki banyak rasa suspense terkadang ditarik terlalu lama, sampai rasa antisipasinya sudah hilang sebelum klimaksnya terjadi.
Apalagi dengan film seperti The Little Mermaid, para penonton tahu apa yang mereka sedang nantikan, jadi ketika momen itu datangnya telat, para penonton pasti akan ‘ngeh’.
Mesti demikian, menurutku kedalaman karakter yang ditambahkan di film ini, serta pemeranan yang luar biasa oleh seluruh pemainnya jauh melebihi semua kekurangan di film ini. Dari semua film adaptasi live action yang menjalani ceritanya semirip mungkin dengan film animasi aslinya, so far, menurutku The Little Mermaid, adalah adaptasi yang terbaik dan paling memesona. Tapi, sama seperti banyak hal lainnya, satu-satunya cara untuk cari tahu adalah dengan menontonnya! [IM]