Grace Chim – Big Dream Does Come True

839
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Indonesian Marketer turns star! Begitu judul sebuah narasi yang dikirimkan ke redaksi INDOMEDIA awal Januari lalu. Narasi itu adalah profil seorang perempuan yang memberikan kendali hidupnya ke dalam panggilan yang sejati: seorang aktris. Yuk, kenalan dengannya!

Namanya Grace Chim. Ia dilahirkan 28 Desember 1994 di Auckland, Selandia Baru. Tapi, di sana ia cuma numpang lahir saja. Grace dibesarkan di Kebon Jeruk, sebuah wilayah yang sarat makanan enak di belahan barat kota Jakarta, Indonesia, tempat orangtuanya berasal. Dan ini cerita tentang pribadi, karir, dan panggilan hidupnya yang begitu penting, sangat penting sehingga ia berani ‘banting setir’.

Masa Kecil yang Bergejolak
“Masa kecilku, jujur saja, tidak mudah dilalui. Aku di-bully sampai usia 12 tahun. Aku  masih ingat, aku harus pindah sekolah beberapa kali karena aku tidak cukup berani untuk menghadapi para pem-bully. Mungkin, karena bagian dariku percaya dengan omongan mereka. Aku punya guru, sepupu, dan teman-teman yang berulang-ulang mengatakan bahwa aku nggak akan bisa jadi “superstar” karena terlalu gendut, jelek, dan nggak berbakat. Sekarang aku menyadari bahwa mungkin di area-area di mana kita sering di-bully adalah tanda bahwa itu adalah panggilan terbaik dalam hidup kita.

Orangtuaku mengajarkan aku dan adikku (kami berbeda usia 12 tahun!) untuk tetap ulet dan selalu mudah untuk bangkit, nggak peduli seberapa sering kita terjatuh. Aku rasa, itulah nilai yang paling penting untuk membantuku menjalani hidup.”

Grace Tentang Grace
“Aku suka lima hal ini: satu, bunga. Jujur, aku beberapa kali membelikan diriku sendiri bunga. Kedua, music jazz. Ini musik yang membuatku merasa dalam film Tom & Jerry. Ketiga, Disney, Pokemon, Scooby Doo. I love cartoons! Aku masih, lho, tidur ditemani mereka. Keempat, bubble tea, korean fried chicken. Kelima, lilin dan parfum yang aromanya seperti cucian bersih. Hmm…

Melihat kombinasi itu, sepertinya aku adalah young at heart, but I have a 40 year old soul/mind inside me.

Aku sebetulnya nggak punya waktu luang karena aku sibuk banget dalam pelayanan gereja. Tapi, kalau ada waktu luang, biasanya aku baca buku di kedai kopi yang tempatnya asyik, atau di pantai. Terus, aku suka hiking, nyanyi, melukis seni abstrak, masak, dan bikin kue. Oh, satu lagi, nonton drama Korea. Hahaha!

Jujur banget, aku tuh tipe orang yang hopeless romantic! Masih inget banget waktu aku menunda tujuanku karena ingin bersama seseorang. Waktu itu, aku belum ngerti kalau aku layak dicintai. Dan, tentu saja, aku jadi orang yang dapat berkompromi dengan nilai-nilai diri sehingga aku nggak bisa melihat betapa berharganya diriku.

Kehidupan spiritual sangat berarti buatku. Buatku, Kristus cukup. Aku nggak akan pernah bisa melakukan apa yang kulakukan sekarang tanpa kasih-Nya. Kurasa, aku memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Daddy God. Penting banget untuk terus menerus tinggal di hadirat-Nya. Aku sadar, begitu aku nggak dalam hubungan yang intim dengan Tuhan, aku mulai melihat diriku seperti dunia melihatku. Dan, itu sungguh menganggu, mengingat beratnya pekerjaanku saat ini. Tuhan adalah sahabat terbaikku. Aku percaya bahwa aku selalu mmenempatkan Dia di tempat pertama. Yang lain boleh berikutnya, termasuk pekerjaanku. Firman-Nya membentuk keputusanku.”

Enak Nggak Enaknya Jadi Aktris
“Salah seorang profesorku memiliki teman seorang aktor yang pernah mengunjungi Ibu Teresa. Dia ini merasa pekerjaannya sebagai aktor nggak semulia profesi lainnya yang “membantu” masyarakat, seperti dokter atau pengacara. Ibu Teresa meresponi sikap itu dengan berkata begini, “Jangan menyerah. Para dokter bertanggung jawab menyembuhkan hati secara fisik, sedangkan kamu, para aktor, menyembuhkan bagian emosi seseorang.” Aku nggak pernah lupa respons itu. Waktu aku tumbuh besar, papa menginginkan aku menjadi dokter. Jawaban Ibu Teresa seakan menjadi justifikasi apa yang kulakukan sekarang, juga menjadi cambuk buatku untuk terus berjuang di karir ini.

Kita diajar dalam masyarakat untuk menutup perasaan. Bahkan, banyak anak yang tumbuh besar diajari tidak boleh menangis. Namun, aku sangat suka kenyataan bahwa setiap saat penonton masuk ke ruang teater atau sinema, kami sebagai penampil memberikan mereka ijin untuk merasakan sesuatu selama sejam atau dua jam. Mereka bisa pulang dengan perasaan penuh harap, disegarkan, atau yang paling penting mengerti. Semakin lama aku menjadi aktor, semakin dalam empatiku terhadap orang lain (yang berbeda). Terutama karakter yang sering disalah mengerti sebagai jahat. Kebanyakan, sih, mereka nggak jahat, hanya salah dimengerti saja. Aku bukan hanya seorang penampil, tapi aku memiliki daya untuk mengubah pandangan orang tentang sesuatu lewat seni. 

Buatku, nggak ada yang membuatku nggak suka menjadi seorang aktor. Saat ini, tiap kali aku duduk di teater atau bioskop dan menjadi penonton, aku mencoba belajar sesuatu dari akting para aktornya, dibandingkan hanya duduk dan menikmati film atau teater.”

Mengapa Akting?
“Menonton Lizzie McGuire sewaktu aku tumbuh besar menjadi inspirasiku. Dan ini, di SMP Bina Bangsa SMP aku punya guru bernama Mr. Jason Yogawin yang percaya kalau aku cukup berbakat untuk menjadi pemeran utama di musical pertamaku. Aku ingat itu tahun yang penuh tempaan, tapi aku nggak pernah merasa sehidup itu dalam hidupku. 

Ingat kan, waktu kubilang pernah melupakan cita-citaku demi cinta? Itu waktu aku SMA, dan akhirnya kupindah ke Melbourne dan kuliah ambil jurusan pemasaran. Tapi, nggak ada yang terlalu terlambat buat Tuhan, bukan? Saat bekerja di tahun kedua sebagai marketing professional, aku merasa sangat mapan dan nyaman dalam bidang keuangan. Tapi, aku merasa Tuhan bilang begini, “Kalau kamu nggak jawab panggilan ini, Kuberikan ke orang lain saja.” Aku nggak mau itu terjadi. So, I told Him “Yes” dan akan aku minta Tuhan membuktikannya padaku. And He did. Dia yang menyiapkan semuanya. 

Sekolah akting pertama aku beraudisi adalah American Academy of Dramatic Arts yang merupakan sekolah akting tertua. Grace Kelly sekolah di situ. Dan, tanpa upaya berarti, aku diterima. Ini merupakan keajaiban. Dengan karunia Tuhan, aku bisa diterima, dan dengan karunia-Nya juga aku akan berhasil.

Menurutku, tantangan terbesar menjadi aktor saat ini adalah kadang, secara perlahan kita lupa bagaimana menjadi manusia.”

Time to Work!
“Aku adalah aktor berbasis pelatihan Meisner, yang artinya, dasar teknik yang kupakai adalah “hidup sejujurnya dalam kondisi imajinasi”. Jadi, waktu pertama kali mendapat naskah, yang kulakukan adalah mencoba mencari poin-poin kesamaan antara aku dan karakterku. Aku juga melakukan riset khusus untuk mengecek fakta sejarah/geografis yang berkaitan dengan lingkungan si karakter itu, dan menjawab serangkaian pertanyaan dari Uta Hagen untuk membantuku memahami karakterku dengan lebih baik. Aku juga memberikan lagu khusus buat tiap-tiap karakterku!

Aku lulus April 2019, dan mulai bekerja di teater, membintangi beberapa film pendek yang disutradari sutradara prestis, menjadi model di New York Fashion Week 2019, dan aktor iklan di New York. Saat ini aku sedang menunggu rilisnya film indie yang kubintangi berjudul I, Portrait. Film ini disutradarai oleh Nathan Hill, yang pernah meraih penghargaan untuk sutradara dan produser. Tahun 2019, aku terlibat dalam syuting film Breaking the Silence, yang diarahkan oleh Seayoon Jeong, seorang produser berprestasi. Di film ini, aku mendapat peran utama. Rencananya, film ini akan rilis ditahun 2020 dan akan dibawa ke beberapa festival film.

Menurutku, mendapatkan peran dari Jeong adalah hal yang paling kutakutkan karena aku tahu betapa seorang sutradara sangat perhatian pada karyanya. Nyatanya, ia adalah orang yang sangat baik dan profesionalisme membuatku nyaman. Aku bekerja dua minggu di set selama 12 jam per hari dan rasanya nggak seperti sedang kerja. I loved working with her.”

Rencana Lima Tahun
“Aku tahu, pada kenyataannya menjadi seorang aktor itu cukup menguji nyali. Tapi, percayalah, aku nggak pernah mendapatkan pelatihan akting, kuliah di jurusan yang sama sekali berbeda, tapi… nggak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu. Ambillah langkah, gunakan apa pun yang kamu punya. Aku masih ingat bagaimana aku harus bekerja full time dan jadi model gratis di akhir pekan supaya punya pengalaman. Itu cerita tiga tahun lalu. Ah, seandainya aku lebih percaya diri saat itu. Kita diciptakan untuk mampu melakukannya. Jadi, jangan terhambat hanya karena intimidasi dari siapa pun. Fokus saja pada langkah ke depan.

Mimpi besarku di dunia akting adalah bisa terlibat dalam produksi Disney atau Marvel. Bisa jadi Disney akan menciptakan putri dari Indonesia. Aku percaya, suatu saat aku pasti dikasting. Tapi, bicara tentang rencana, aku lihat ada dua hal di masa depan: Pertama, menjadikan Indonesia dikenal dunia lewat film-film yang kutulis/produksi. Kedua, berbicara di panggung konperensi atau media di mana aku dapat mendorong para perempuan muda untuk mengejar mimpinya. Aku memiliki hasrat melihat orang lain mencapai tujuan hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. [IM]

Previous articleCharity Night and Annual General Meeting
Next articleMengapa Bushfires 2019/2020 Berbeda?