Tidak ada orang yang suka melewatkan hal baik. Tapi sekali lagi, siapa yang suka membayar lebih? Jadi, bagaimana Kamu mencapai keseimbangan yang tepat ketika kedua ketakutan tersebut dapat saling bertentangan?
Pasar properti jarang berhenti. Pergerakan suku bunga, jumlah rumah yang dijual, dan bahkan waktu-waktu tertentu dalam setahun dapat mendorong pergerakan pasar.
Dan perubahan serta komitmen bukanlah sesuatu yang membuat kita semua nyaman.
Hal ini bahkan dapat membuat kita terjebak secara mental yang berarti kita panik karena melewatkan kesempatan bagus, atau sebaliknya, kita meyakinkan diri sendiri bahwa lebih baik kita diam saja.
Mari kita lihat tiga permainan mental yang dapat merugikan pembeli rumah dan bagaimana Kamu dapat memenangkan permainan ini.
- Takut ketinggalan – o’oh, FOMO (Fear of Missing Out)
FOMO bisa menjadi hal yang nyata bagi pembeli rumah, dan mungkin mulai berdampak juga pada pasar properti.
Menurut REA Group, pembeli saat ini dicekam oleh perasaan mendesak untuk memasuki pasar.
Alasannya?
Meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga memicu kekhawatiran bahwa nilai properti akan segera meroket lagi.
Perusahaan riset CoreLogic mengatakan data pasar menunjukkan pertumbuhan lebih lanjut pada harga rumah.
Hasilnya adalah musim gugur menjadi musim yang sangat sibuk karena pembeli ingin berlomba sebelum harga naik lebih tinggi.
Jadi haruskah Kamu berlari ke pasar juga?
Nah, sebelum berlomba membeli rumah, mengobrollah dengan kami dan kami dapat menjelaskan kepada Kamu apakah Kamu siap meminjam hari ini.
- Takut akan pilihan yang lebih baik – lepaskan FOBO (Fear of Better Options)
Beberapa pembeli tidak pernah benar-benar masuk ke pasar karena keraguan bahwa properti yang lebih baik akan segera hadir.
Masalahnya, tidak ada rumah yang sempurna. Pembeli sering kali menemukan sedikit kompromilah yang membuat mereka bisa masuk ke pasar.
Untuk menghindari FOBO, catat fitur-fitur penting yang Kamu cari di sebuah rumah. Kemudian buat cadangannya dengan daftar fitur yang bagus tapi tidak perlu.
Jika Kamu dapat menemukan properti yang memenuhi semua, atau sebagian besar kriteria yang harus dimiliki, Kamu dapat yakin bahwa Kamu membeli properti yang sesuai dengan mayoritas kebutuhan Kamu.
- Takut membayar berlebihan – lewati FOOP! (Fear of Over-Paying)
Mungkin saja manusia bergumul dengan pertanyaan “apakah saya membayar terlalu banyak?” selama berabad-abad.
Tidak ada yang mau membayar lebih untuk rumah mereka.
Namun, hal ini tidak musti membuat Kamu berhenti mengambil tindakan sama sekali.
Dua langkah sederhana dapat membantu menghilangkan kekhawatiran tentang apakah Kamu membayar terlalu banyak untuk sebuah properti.
Pertama, lakukan banyak riset dan periksa harga rumah yang sebanding di area tempat Kamu berencana membeli. Ini dapat membantu Kamu mengidentifikasi apakah harga yang diminta untuk suatu tempat masuk akal atau berlebihan.
Ingat, Kamu selalu dapat mencoba untuk menegosiasikan harga terutama jika Kamu memiliki pra-persetujuan pinjaman rumah, yang menunjukkan kepada penjual bahwa Kamu adalah pembeli yang serius.
Kedua, dan mungkin yang lebih penting, ingatlah bahwa nilai properti biasanya meningkat seiring berjalannya waktu.
Misalnya, data dari SQM Research menunjukkan bahwa pada tahun 2009, harga rata-rata yang diminta untuk sebuah rumah di Sydney adalah sekitar $755.000. Maju ke bulan Maret 2024, angka tersebut telah melonjak menjadi lebih dari $1,9 juta.
Oleh karena itu ada pepatah: “waktu di dalam” pasar umumnya mengalahkan “mengatur waktu” pasar.
Karena jika Kamu berencana untuk berpegangan pada rumah atau investasi Kamu dalam jangka panjang, kemungkinan besar Kamu akan melihat kembali apa yang telah Kamu bayar, dan merasa senang telah membelinya saat Kamu melakukannya.
Namun… untuk membantu memastikan Kamu tidak membeli rumah yang melebihi kemampuan Kamu, hubungi broker anda atau kami hari ini dan kami dapat membantu Kamu menentukan kemampuan pinjaman Kamu.
Dan karena itu, Kamu akan dapat mengetahui berapa anggaran pembelian rumah Kamu, dan berapa kemungkinan pembayaran cicilan pinjaman rumah bulanan Kamu.
By: David R. Sutantyo I Twelve Grains Capital