Mengikuti perkembangan jaman bagaikan mengikuti bulu angsa yang terbang terbawa angin, tak tahu kapan akan ke kanan atau ke kiri, ke atas atau ke bawah. Tapi, kenapa, sih, orang-orang (termasuk kita) mengikuti tren? Dan, berapa harga yang harus dibayar untuk mengikutinya? Bulan ini, kita mau kepoin tren media “Keke Challenge” yang menjadi viral di media sosial akhir-akhir ini.
Yuk, Cek langsung “Keke Challenge” dengan gaya Indomedia di IMTV! (menampilkan Jocelyn and Alfred sebagai challenger and our lovely public train).
Sebelumnya, sedikit latar belakang bagi kalian yang kudet alias kurang update (nah, lho!) Keke Challenge atau disebut juga “In My Feelings Challenge” adalah sebuah tantangan yang mengharuskan orang keluar dari kendaraan yang sedang berjalan, lalu menari mengikuti lagu In My Feelings-nya Drake di bagian “Keke, do you love me?”, yang sekaligus menjadi judul tantangannya ini. Pendek kata, video/tantangan ini menjadi viral dan banyak orang yang melakukannya. Coba saja cari #KekeChallenge di Instagram dan siap-siap menghabiskan banyak waktu menonton video challengers yang unik. Mulai dari yang hanya melakukan tantangannya dengan teman/pacar, sampai dengan orang tua/keluarga mereka. Dari yang hanya menari, sampai ada yang berganti kostum, menggunakan drum band, dan bahkan dalam gaya retro. Sangat menarik! Anyway, back to topic.
Alasan Nge-tren
Sebenarnya, pertanyaan itu sendiri mengandung sebuah ironi. Karena, bukankah sebuah tren terjadi karena ada orang-orang yang melakukannya? Banyak ahli di bidang media, komunikasi, dan pemasaran mencoba mencari rumusan sebuah tren hingga viral. Ada yang berpendapat kalau kuncinya terletak pada konten atau pesan yang disampaikan. Misalnya, Ice Bucket Challenge yang sempat viral beberapa tahun silam itu memiliki pesan untuk meningkatkan kepedulian terhadap penyakit ALS. Tapi, coba, deh jujur. Beberapa tren bahkan tidak memiliki pesan apa pun. Contohnya, Keke Challenge. Orang hanya melakukannya untuk fun! Beberapa ahli lainnya beranggapan kalau interaksi dengan konsumen yang penting. Alasan ini mungkin bisa menjelaskan betapa viralnya Keke Challenge. Tapi, bagaimana dengan meme atau video audisi Susan Boyle yang dahulu begitu viral? Bukankah konsumen hanya menonton atau melihat saja?
Lalu, ada juga yang menekankan pentingnya kemudahan untuk menyebarkan atau membagikan sesuatu untuk menjadikannya tren/viral. Dengan adanya media sosial, tautan, sistem penyiaran dalam pesan memang mudah sekali untuk menyebarkan sesuatu (termasuk kabar bohong). Nah, tapi kalau memang ini syarat untuk menjadikan sesuatu untuk terkenal, mengapa begitu banyak video lain yang sarat makna, interaktif, dan mudah disebarkan tidak menjadi viral? Pada akhirnya, tidak ada yang bisa benar-benar menjelaskan mengapa sesuatu menjadi viral. Dengan kata lain, tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa seseorang mengikuti sesuatu dan menjadikannya trendi.
Syarat Nge-tren
Bagaimanapun juga, a trend is a trend. Disinilah kita ikut mengejar bulu angsa yang terbawa angin itu dan seringkali, untuk mengikutinya kita harus membayar harga yang mahal. Contoh Keke Challenge. Reaksi pertamaku saat mendengar tantangan ini adalah “Lah, gak bahaya, tuh, keluar dari mobil yang sedang jalan?” Mereka yang pertama melakukannya memberi saran supaya merekam video tantangan itu di lahan parkir yang tidak ada risiko tertabrak atau menabrak. Namun, seiring tersebarnya tantangan ini, orang-orang tampaknya melupakan faktor diri mereka dan orang lain demi melakukan tantangan ini dengan lebih… menantang. Terjadilah kasus seorang pria tertabrak mobil ketika menari, seorang wanita kecopetan, dan beberapa insiden lainnya.
Kalaupun berjalan dengan lancar, untuk melakukan tantangan ini tidaklah mudah. Hal ini kami pelajari dari pengalaman pembuatan “Keke Challenge by Indomedia”. Kami melakukannya di kereta karena sebagai pelajar dari Indonesia, kami lebih sering menggunakan transportasi publik dibandingkan mobil pribadi. Juga, biar lebih anti-mainstream, gitu!
Proses perekaman gambar untuk video berdurasi kurang dari satu menit ini menghabisksn waktu lebih dari satu jam! Bahkan, bisa berjam-jam jika dihitung waktu untuk berlatih tarian, penyuntingan, dan lainnya. Selain itu, ada harga lain yang harus dibayar yaitu… harga diri! Ternyata, melakukan tantangan di bawah tatapan curiga dan orang-orang yang menahan tawa tidaklah semudah yang dibayangkan. Apalagi sambil diliputi perasaan was-was takut ditegur oleh pihak keamanan stasiun. Akhirnya kita pun berhasil! Setelah beberapa kali percobaan, kita berhasil melakukannya di last stop, which is Bondi (yes It takes us that far).
Akhir kata, dengan semua harga yang harus dibayar, waktu dan energi yang dihabiskan, semua untuk mengikuti tren, aku mungkin akan menjawab tidak. Tapi, believe it or not and also to my surprise, after doing the challenge, I have to answer “YES IT IS”. The rush, the laughter, the memory, the fun, and the feeling of being a part of the community melunaskan harga yang ‘mahal’ itu.
Well, now I guess I understand why people follows trend.
But guys, stay safe okay? No trend is worth your safety! [IM]