Berwarna, cerita pendek, bahasa mudah, nilai-nilainya pun ada. Tunggu apa lagi?
Ketika kita melihat buku anak-anak, kita sering langsung mikir, “Ah… terlalu simpel lah… Bosen pasti bacanya. Ngapain baca kalau lebih banyak gambarnya? Itu pasti buat anak-anak yang belum pandai membaca, kan?” Eh, tunggu dulu! Tahukah ada banyak buku anak yang nggak hanya menarik bagi orang dewasa, tapi juga bisa membuka wawasan dan pikiran?
Yuk, kita lihat beberapa dari buku tersebut!
1. The Butter Battle Book (Dr. Seuss)
Dua kelompok makhluk yang kelihatan manusiawi sering mengalami konflik hanya karena sebuah perbedaan: satu mengoles mentega di sisi atas roti, yang lain mengolesnya di sisi bawah. Di belakang gaya ilustrasi dan tulisan Dr. Seuss yang terkenal memiliki bawaan konyol, cerita ini sebenarnya mengkritik perang atas alasan yang sepele, timbulnya senjata nuklir, dan kegelisahan dalam kehidupan cucu-cucu akibat itu.
2. The Sneetches and Other Stories (Dr. Seuss)
Mirip dengan buku sebelumnya, The Sneetches and Other Stories adalah koleksi cerita yang menggali tema perbedaan. Cerita tersebut membuat aku merenungkan momen-momen saat aku mementingkan “being right” daripada melihat dari sudut pandang yang lain.
Cerita-cerita ini juga menimbulkan banyak pemikiran tentang seberapa banyak akan kita mengubah diri sendiri hanya untuk merasa diterima?
3. The Girl Who Drank the Moon (Kelly Barnhill)
Buku fantasi ini pada awalnya hanya terlihat seperti cerita coming-of-age yang klise tentang seorang gadis yang dibesarkan oleh seorang penyihir yang baik. Untuk anak-anak, mungkin hal yang paling menonjol bagi mereka adalah petualangan sang gadis melawan si jahat. Namun, ketika dibaca ulang dari sisi pandang dewasa, kita dapat melihat bagaimana memendam rasa duka bisa menjadi hal yang sangat berbahaya, kerakusan akan kuasa bisa dijadikan alasan untuk mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain, serta bagaimana suatu cerita atau rumor dapat memengaruhi seluruh cara pandang dunia kita.
4. The Graveyard Book (Neil Gaiman)
Dari seorang anak yang dibesarkan oleh sekelompok hantu baik dalam sebuah pemakaman ke para hantu yang berusaha mendidik/mendidik sang anak dari seseorang yang sudah membunuh keluarganya. Kisah ini memiliki eksterior yang gotik, tapi penuh dengan karakter-karakter yang sangat menghangatkan hati. Melebihi ekspektasi cerita coming-of-age yang biasa, The Graveyard Book berkembang menjadi cerita tentang menjadi orang tua: suka-duka, perjuangan, dan pengorbanan para tokoh yang bersedia menjalani kebaikan demi seorang anak.
5. Because of Winn-Dixie (Kate DiCamillo)
Cerita fiksi-realistis ini dimulai dengan seorang anak kecil yang baru pindah ke kota kecil bersama ayahnya. Sang ayah dalam kondisi sangat sedih karena istrinya, ibu anak ini, meninggalkan mereka. Namun, ketika sang anak menemukan seekor anjing yang kotor dan memutuskan untuk memeliharanya, dunianya mulai terbuka. Dia mulai berteman dengan berbagai tokoh di kota kecil itu, yang ternyata memiliki masa lalu yang sulit dan rumit. Selain membantu sang anak dan ayah untuk keluar dari duka, si anjing juga membantu para tokoh yang lain untuk melakukan hal yang sama. Walaupun ditulis dari sudut pandang sang anak, buku ini berhasil mencerminkan kegelapan yang dapat dialami seseorang melalui lensa harapan. DiCamillo tidak enggan untuk mencerminkan pengalaman-pengalaman yang berat. Ia berhasil menangkap kedalamannya melalui sudut pandang sang anak yang simpel, ramah, dan penuh harapan.
6. The Giving Tree (Shel Silverstein)
Buku anak ini adalah sebuah picture book yang sangat berdampak bagi orang dewasa juga, bahkan mungkin lebih menggugah hati saat dibaca di usia dewasa. Kata-kata puitis yang disertai ilustrasi minimalis menceritakan satu hal: kerakusan seseorang dan kasih yang siap memberi tanpa syarat.
7. The Phantom Tollbooth (Norton Juster)
Cerita ini mengikuti seorang anak yang bosan dengan proses belajar dan pengetahuan, tapi menemukan dirinya di dunia yang nama-nama tokoh dan tempatnya merupakan permainan kata-kata. Melalui pertemuan dengan karakter tersebut, seperti kedua putri bernama Rhyme and Reason dan kunjungan ke tempat-tempat unik “jump to conclusions”, sang anak mulai belajar apa yang diperlukan untuk kebijaksanaan. Metafora yang beraneka ragam sungguh membuat cerita ini menjadi teka-teki yang seru untuk dibaca bagi orang dewasa juga.
8. A Monster Calls (Patrick Ness)
Cerita ini dimulai dengan ide terakhir Siobhan Dowd sebelum meninggal dunia, lalu dikembangkan dan ditulis oleh Patrick Ness tentang seorang anak yang sedang kesulitan menerima fakta bahwa ibunya akan meninggal dunia karena penyakit kronis. Melalui personifikasi seorang monster, sang anak perlahan-lahan mengerti cara mengekspresi perasaannya dan menerima kenyataan. Buku ini sungguh mengharukan bagi orang dewasa juga yang telah mengalami situasi yang mirip dengan sang anak.
9. A Wrinkle in Time (Madeleine L’Engle)
Buku ini mengikuti kisah beberapa anak yang ingin menyelamatkan ayah mereka dari sebuah kuasa gelap yang ingin menjajah semua galaksi di dunia. Bukan hanya sekadar petualangan anak-anak, cerita fiksi ilmiah ini menggali banyak pertanyaan dalam tentang spiritualitas, kebaikan dan kejahatan, konflik terang dan gelap, dan makna hidup. Sebagai orang dewasa yang membaca buku ini, aku pun jadi mikir tentang worldview-ku secara lebih kritis.
10. The Giver (Lois Lowry)
Mungkin kita pernah nonton filmnya. Ternyata, bukunya lumayan beda, lho! Premis distopian ini menceritakan seorang anak yang tinggal di kota tanpa penderitaan. Namun, ini hanya bisa terjadi karena semua aspek kehidupan diatur, termasuk emosi penduduknya. Warna pun tidak ada di kota ini. Alur cerita di bukunya mungkin nggak sedramatis filmnya, tapi, menurutku, bukunya lebih berhasil menggali dilema moral yang diajukan oleh Lowry. Apa hal yang paling penting dalam kemanusiaan? Pertanyaan ini akan terus dipikirkan oleh pembaca lama setelah bukunya selesai dibaca.
Jadi, gimana, nih? Cerita mana yang kedengaran paling menarik untuk segera dibaca? [IM]