Tak ada yang menyangkal bahwa dunia kita penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.
Tak percaya? Baca saja berita yang setelahnya membuat hati dan nyali kita menciut.
Lalu, bagaimana rohani kemanusiaan kita gantungkan? Harapan.
Kata inilah membuat manusia bertahan dari generasi ke generasi sepanjang sejarah.
Harapan adalah kemampuan untuk memberi inspirasi, mengangkat, dan menghidupkan bara perubahan. Harapan menjadi bahan bakar yang mengisi impian-impian kita, mendorong kita untuk mengatasi halangan, dan memberi kita visi akan masa depan yang lebih baik, untuk kita dan generasi masa depan. Harapan akan Imajinasi Dunia yang lebih baik untuk kemanusiaan membawa kita ke perjalanan mengubahkan yang tak kenal batasan, ruang, dan waktu. Mengapa penting untuk berharap? Karena apa yang kita lihat dan alami saat ini tentu tak sesuai dengan harapan.
Mari kita kulik sebabnya.
Era Pendidihan Global
Ketika suhu bumi terus menerus naik, masyarakat dunia bergulat dengan panasnya suhu dan meningkatnya ketegangan politik seiring dengan memburuknya krisis lingkungan. Dari konflik Rusia-Ukraina yang mengerikan hingga perebutan kekuasaan yang penuh gejolak di berbagai negara Afrika dan perang Israel-Palestina tak terlihat kapan akan mereda, dunia tampaknya sedang dilanda masa kekacauan yang sangat parah.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan bahwa sejak awal tahun ini, suhu rata-rata global untuk tahun 2023 adalah yang tertinggi dalam sejarah, 1,43°C di atas rata-rata pra-industri dan 0,10°C lebih tinggi daripada rata-rata sepuluh bulan tahun 2016.
Di tengah berbagai konflik ini, sektor militer merupakan kontributor yang sering diabaikan dalam peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Pada bulan Juli, sebuah laporan Reuters menyoroti bahwa emisi GRK yang signifikan berasal dari kegiatan militer. Laporan tersebut mengutip sebuah makalah dari para ahli internasional yang menyatakan bahwa sektor militer menyumbang 5,5% emisi gas rumah kaca global sebagai konsumen bahan bakar terbesar di dunia.
Fakta bahwa sektor militer tidak termasuk dalam perjanjian iklim mana pun, mulai dari Protokol Kyoto 1997 hingga Perjanjian Paris 2015, dapat mengakibatkan perkiraan emisi gas rumah kaca global yang tidak akurat. Kegagalan dalam memperhitungkan faktor krusial ini dapat melemahkan upaya kita untuk memerangi perubahan iklim.
Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2021, komitmen negara-negara saat ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca diproyeksikan akan menghasilkan peningkatan suhu rata-rata 2,7 derajat Celcius pada akhir abad ini, yang merupakan kenyataan yang mengkhawatirkan sebelum negosiasi iklim yang krusial bulan depan.
Pergeseran Prioritas
Selain emisi, lanskap konflik global juga secara signifikan memengaruhi sumber daya. Janji dan inisiatif yang dimaksudkan untuk mengatasi perubahan iklim berisiko dibayangi oleh kebutuhan sumber daya yang mendesak untuk meringankan penderitaan yang disebabkan oleh perang.
Janji yang dibuat di bawah Perjanjian Paris untuk mengalokasikan USD100 miliar setiap tahun mulai tahun 2020 untuk mendukung negara-negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim yang semakin meningkat masih belum terpenuhi, sementara janji untuk mendukung perang dan upaya bantuan bagi korban sipil lebih dikedepankan.
Moekti Soejachmoen, Direktur Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) mengatakan bahwa “ada banyak sumber daya yang awalnya diperuntukkan bagi iklim, sekarang harus bergeser untuk (bantuan korban) perang. Hal ini akan mengurangi kapasitas untuk mengurangi emisi secara signifikan.
Analoginya seperti kebakaran hutan – karbon yang tersimpan di pepohonan dilepaskan ke atmosfer, dan pada saat yang sama, tidak ada lagi pohon yang dapat menyerap dan menyimpan karbon. Hal yang sama juga terjadi pada masa perang, tidak hanya lepasnya emisi GRK ke atmosfer akibat perang tetapi juga emisi GRK yang seharusnya dapat dikurangi tetapi tidak dapat dilakukan, karena kurangnya sumber daya yang tersedia untuk mengurangi emisi tersebut.”
Ketika dunia menyaksikan lonjakan jumlah pengungsi iklim dan pengungsi perang, batas antara kedua krisis ini menjadi semakin kabur, menggarisbawahi interaksi yang rumit antara degradasi lingkungan dan ketidakstabilan politik.
Bahan bakar fosil masih trendi
Selain itu, ketegangan geopolitik baru-baru ini telah menyebabkan pergeseran tak terduga dalam sumber energi. Ketergantungan pada gas Rusia di Eropa telah menyoroti kerapuhan keamanan energi, mendorong beberapa negara untuk beralih kembali ke bahan bakar fosil sebagai langkah sementara, sehingga menyebabkan kemunduran dalam upaya kolektif untuk beralih dari sumber energi intensif karbon.
Harapan-harapannya beragam saat masyarakat internasional bersiap-siap untuk Konferensi Para Pihak (COP28) yang akan datang di Dubai. Meskipun kemungkinan adanya terobosan masih bergantung pada tindakan yang berarti untuk mengatasi konsumsi bahan bakar fosil, ada secercah harapan.
“Ada harapan akan adanya terobosan, kemungkinan besar untuk teknologi yang dapat mengurangi emisi namun tetap mendukung bahan bakar fosil, seperti teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Jadi, industri akan mendapatkan yang terbaik dari kedua hal tersebut, memungkinkan mitigasi iklim namun tidak mematikan bisnis bahan bakar fosil,” ujar Moekti.
Melalui upaya kolaboratif dan komitmen yang kuat terhadap praktik-praktik berkelanjutan, kita dapat mengarahkan arah menuju masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Farhan Helmy, seorang peneliti dari Thamrin School of Climate Change and Sustainability, melakukan beberapa simulasi dengan menggunakan simulator iklim EN-ROADS untuk menilai berbagai kebijakan. Ia menyimpulkan bahwa batas pemanasan global 1,5 derajat Celcius masih memungkinkan untuk dicapai, asalkan para pemimpin dunia menunjukkan komitmen yang teguh dan menahan diri untuk tidak memprioritaskan kepentingan kelompok-kelompok yang menghambat kemajuan.
Farhan mengatakan bahwa, “Masih ada orang atau kelompok kepentingan yang bertahan dengan industri lama dan mencoba membendungnya dengan berbagai cara sehingga menghambat upaya-upaya progresif. Daerah perkotaan, tergantung pada aktivitasnya mengeluarkan sebagian besar emisi GRK. Tergantung dari para pelakunya, misalnya, daerah perkotaan dapat memainkan peran penting dalam mengurangi emisi dengan mempraktikkan industri hijau. Kedua, juga komitmen di tingkat korporasi, seperti pada industri kelapa sawit karena didorong oleh pasar yang mulai memperhatikan krisis iklim.”
Pada saat yang kritis ini, para pemimpin dan pemangku kepentingan global harus menyadari bahwa tantangan lingkungan dan politik saling berkaitan. Masih ada waktu untuk meletakkan dasar bagi dunia yang lebih stabil dan berkelanjutan dengan memprioritaskan langkah-langkah proaktif untuk mengatasi perubahan iklim dan resolusi konflik. Waktu adalah hal yang paling penting, dan urgensi situasi menuntut tindakan cepat dan tegas untuk menavigasi era global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebuah Pilihan Dalam Menghadapi Ketidakpastian
Saat mendengar kata ‘Harapan’, apa yang ada di pikiranmu? Seringkali orang berpikir bahwa harapan merupakan sebuah hal yang abstrak. Sebuah angan-angan, sebuah mimpi untuk mencapai sesuatu. Suatu hal yang akan dipatahkan ketika menghadapi realita kehidupan yang seringkali tidak seindah atau semudah yang dibayangkan.
Meski banyak orang berpikir bahwa harapan adalah suatu hal yang kasat mata, apalagi untuk diteliti secara ilmiah, banyak penelitian yang mulai berkembang untuk menggali lebih jauh mengenai konsep harapan dan dampaknya kepada seseorang.
Harapan merupakan daya pemelihara hidup yang berakar pada relasi kita dengan masa depan. Cara kita memikirkan masa depan, atau cara kita berharap, menentukan cara kita menjalani kehidupan, dan mempengaruhi kita di saat kini.
Bayangkan jika hari ini kamu memiliki keyakinan bahwa masa depan akan lebih baik, seperti apa kamu akan menjalani segala aktivitasmu? Bandingkan dengan jika hari ini kamu memiliki keyakinan bahwa akan ada hal buruk yang menimpamu di masa depan, apakah kamu akan menjadi bersemangat dalam menjalankan aktivitasmu? Atau justru rasa cemas yang muncul sehingga semangatmu menjadi hilang? Seringkali keyakinan akan adanya hal buruk yang akan diperoleh di masa depan akan menimbulkan perasaan negatif, menurunkan semangat, hingga mengurangi produktivitas seseorang.
Tindakan aktif
Memikirkan hal positif mengenai masa depan dapat membangkitkan semangat kita. Namun demikian, berharap bukan sekedar memikirkan hal-hal yang menyenangkan di masa depan.
Harapan merupakan suatu tindakan yang aktif. Ketika berharap, kita akan memikirkan masa depan yang kita inginkan dengan disertai dorongan untuk bertindak.
Keyakinan pokok dari orang yang penuh harapan seringkali meliputi dua hal berikut. Pertama keyakinan bahwa masa depan akan lebih baik daripada masa kini atau masa sekarang.
Kedua, aku punya daya kuasa untuk menciptakannya. Keyakinan kedua inilah yang akan membedakan harapan dengan angan-angan atau hanya keinginan belaka. Keyakinan bahwa kitalah yang memiliki daya untuk membuat masa depan menjadi lebih baik, berarti upaya-upaya kitalah yang menentukan pencapaian dari masa depan yang kita bayangkan.
Harapan sendiri merupakan hubungan timbal balik antara tujuan, langkah-langkah untuk mencapainya, dan motivasi yang akan mendorong kita untuk mencapai tujuan tersebut. Kalimat kunci yang diungkapkan oleh Rick Snyder, seorang profesor yang mengembangkan tentang konsep harapan, terkait harapan adalah “Kau bisa tiba ke sana dari sini”.
‘Ke sana’ merupakan tujuan atau masa depan yang kita inginkan.
‘Dari sini’ merupakan saat ini yang dalam beberapa hal kurang diinginkan dibandingkan masa depan yang diinginkan, sehingga membuat kita bergerak menuju ke masa depan.
Dan ‘kau’ adalah dirimu, orang yang akan menggerakkan dari sini menuju ke sana.
Kecewa itu pasti, tapi…
Perlu diingat bahwa jalan menuju ke masa depan bukanlah sebuah garis
lurus yang bebas hambatan. Akan ada banyak tantangan yang kita hadapi dalam proses mencapai masa depan yang diinginkan. Orang-orang yang penuh harapan percaya bahwa ada banyak jalan menuju tujuan yang diinginkan, namun tidak satupun dari jalan tersebut yang bebas hambatan. Hal inilah yang seringkali menjadi penghambat dalam memunculkan harapan dalam diri seseorang. Kecenderungan alami manusia adalah ketakutan kita pada kerugian seringkali lebih besar daripada hasrat kita pada pencapaian.
Ketika kita dihadapkan pada situasi yang penuh ketidakpastian, ada banyak kemungkinan bahwa nantinya kita akan mengalami kekecewaan, dan akan merasakan sakit yang tidak mengenakkan. Melawan rasa takut ini menjadi hal utama yang harus dilakukan untuk membangkitkan harapan. Seperti yang dikatakan oleh Lopez dalam bukunya yang berjudul ‘Making Hope Happen’, harapan diciptakan sesaat demi sesaat melalui pilihan sadar kita.
Harapan terjadi saat kita menggunakan pikiran dan perasaan untuk menjinakkan keengganan kita untuk mengalami kerugian dan dengan aktif mengejar apa yang mungkin. Nah, bagaimana cara kita untuk membangun harapan di dalam diri kita?
Pentingnya berharap
Harapan memberikan secercah kemungkinan ada masa depan yang lebih baik, demikian kata periset harapan terkenal C.R. Snyder. Harapan biasanya muncul di waktu yang paling buruk saat harapan itu sendiri disangka sudah mati, tapi entah kenapa kita bisa berjuang terus, melewati masa-masa yang berat itu. Jika dalam masa yang berat kita bisa melihat pendar-pendar lemah sesuatu yang lebih baik, harapan akan “opens us up,” jelas Barbara Fredrickson, seorang periset psikologi positif. Pendar yang lemah itu membuat kita berbalik ke hal yang lebih baik.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, harapan bukanlah tindakan menunggu yang pasif, tapi sebaliknya, kita harus melakukan pendekatan aktif pada hidup, sehingga membangkitkan sesuatu yang kita inginkan. Meskipun berat, kita akan membuat rencana agar lebih dekat ke tujuan.
Jika menjadi penulis penuh waktu, seperti tujuan saya, adalah tujuan Anda, artinya Anda harus banyak riset, menulis setiap hari, mencari mentor yang tepat, ikut kursus yang dibutuhkan, dan lainnya. Saya sendiri bekerja sebagai penyunting lepas, bekerja di sebuah day care untuk pekerjaan penuh waktu, menulis jurnal setiap malam. Dan, pada satu titik, saya harus berani melepas pekerjaan yang tidak ada dalam tujuan saya. Apa saja akan saya lakukan untuk hidup dari menulis.
Memiliki harapan memberi kita motivasi. Hal itu tentu saja bukan hal yang delusional, tapi visi yang jelas. Saat menetapkan tujuan di benak, sibukkanlah diri dengan hal-hal yang membuat tujuan itu tercapai.
Kekuatan untuk maju terus
Studi menandakan bahwa harapan dapat membantu kita mengatasi stres dan kegusaran dengan hal-hal yang sebaliknya. Harapan juga menolong kita membangun well-being dan kebahagiaan serta mendorong aksi positif. Orang-orang yang berharap percaya bahwa harapan memengaruhi tujuan akhir, dan upaya mereka berdampak positif. Orang-orang ini juga cenderung dapat membuat pilihan yang lebih sehat, makan dan berolahraga, atau melakukan hal lainnya yang membantu mereka maju terus ke arah yang mereka harapkan.
Lanjut, emosi positif lainnya seperti keberanian, kepercayaan diri (semakin efektif), dan kebahagiaan muncul. Ketiganya menjadi coping strategy di saat tekanan mendera, membuat kita mampu bertahan. Emosi positif juga membuat pandangan kita lebih luas, lebih kreatif dalam pendekatan dan menyelesaikan masalah, dan yang paling penting, menjaga optimisme kita.
Harapan bukanlah delusi. Juga penyangkal. Ia tidak mengabaikan tantangan nyata, hasil diagnosa, atau drama finansial. Harapan juga tidak mengabaikan masalah, atau bikin alasan, dan menyangkal bahaya. Harapan bukanlah kepura-puraan.
Ia memahami dan mengerti situasi yang sedang terjadi dan mencari cara untuk mengatasinya dengan cara yang terbaik. Harapan percaya bahwa hal yang lebih baik itu ada. Harapan bersifat ulet.
Marilah berharap yang baik karena…
Orang-orang yang memiliki harapan tinggi lebih tangguh mengarungi kehidupan. Dan, mereka adalah manusia yang lebih baik. Menurut teori Charles R. Snyder tentang harapan, harapan di tingkat yang lebih tinggi secara konsisten berkaitan dengan hasil yang lebih baik, dalam hal kesehatan mental, kesehatan fisik, akademik, atletik, kesehatan fisik, dan psikoterapi.
Dalam sebuah studi, para periset melihat harapan dan well-being dalam sebuah sampel berjumlah hampir 13,000 partisipan. Tim psikolog ini menemukan hasil bahwa partisipan yang berharap tinggi memiliki:
• emosi positif lebih tinggi
• tujuan dan makna hidup lebih kuat
• tingkat depresi lebih rendah
• tingkat kesepian lebih rendah
Sedangkan secara fisik, orang-orang yang berpengharapan tinggi memiliki:
• kesehatan fisik yang lebih baik
• tingkat penyebab kematian yang lebih rendah
• lebih sedikit penyakit kronis
• risiko kanker lebih rendah
• masalah tidur lebih sedikit.
Nah, memang dunia sedang mengarah ketidakpastian. Atau, minimal saat ini sedang tidak mengarah ke arah yang kita dambakan. Namun, kita masih punya harapan. Dan, berjuanglah untuk harapan itu. Apakah harapan perdamaian dunia, harapan akan dunia yang lebih hijau, atau harapan bahwa kita masih bisa berharap. [IM]
=========================================================================
Herma Ismail, Perth
What is your 2023 reflection?
My 2023 reflection I believe that we all live and lead a different life path. So we are blessed and given different test on each of us. In my late 20’s, I fully realize that I have nothing to compare in my life and the others. No competition. No the grass is greener from the neighbour next door.
But, I need to look after myself, to be friend with myself. We don’t need to compete the whole world. We just need to be kind and train ourselves to be discipline. That’s where the green grass grows.
Give a good amount of water and plenty of sunshine. I also love this quote about a good person. It sounds like this, “A good person does not care about being popular. They will do what they believe to be right because they care about what is good for everybody not whether or not they are liked”. I always strive to be this person. In the world that you can be anything, be kind. Be a good person.
What would be advice to your younger self?
A piece of advice to my younger self is cliche but this stuff is the one that we need to always remember in life. “We can give all our best efforts to achieve things that we think are best for us but there are some stuffs that slip from our hand and out of our control no matter how hard we try.
We may be disappointed, sad, and discouraged because of those stuffs. Feel it but don’t dwell longer on it. Let it go. We can always keep going. Some turbulences are lessons and need to be learn from, some others are blessing and the accumulation of the glimmer in small things that bring joy in every day life. Always try to be present in the moment. Not a second of the time will be back.”