Pada hari Sabtu, 25 November, di tepi pelabuhan Circular Quay dapat terdengar gong bergema, menandakan pembukaan Festival Indonesia by the Harbour.
Pertama kali diadakan dalam beberapa tahun terakhir, festival ini diselenggarakan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), berkolaborasi dengan Garuda Indonesia, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Indonesia (BI) Beijing, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (ITPC) Sydney, Pusat Promosi Investasi Indonesia (IIPC) Sydney, dan event organizer Bespok3.
Kesuksesan festival ini telah membuatnya suatu ikon untuk perkembangan relasi dekat antara Indonesia dan Australia, baik dari sisi pengenalan budaya maupun potensi perdagangan, investasi, dan pariwisata.
Nostalgia Meets Iconic Sydney
Suasana penuh kemeriahan para peserta menonton tarian-tarian daerah dengan koreografi rumit, serta pertunjukkan busanan elok oleh aktris Indonesia Acha Septriasa, Melody Septania, dan Acha Sinaga yang bermukim di Australia. Ketika para perwakilan dari event partners naik panggung, aku juga kaget bisa mengenali salah satunya – seorang perwakilan dari Garuda Indonesia.
Saking seringnya anggota keluargaku bolak-balik Sydney-Jakarta dengan Garuda Indonesia, sampai aku mengenal wajah-wajah para pegawai Garuda! Hahaha…
Acara ini berlangsung sangat ramai. Ketika berusaha jalan-jalan sekitar area Overseas Passenger Terminal, aku berdesak-desakan dengan peserta lainnya! Total hanya ada dua stall makanan untuk melayani 100+ orang pada bersamaan, yaitu Mie Kocok Bandung dan Garam Merica. Aku sudah sering makan di Garam Merica (enak banget dan salah satu comfort food kalau lagi ngidam a taste of home), jadi aku dan pasanganku memutuskan untuk mencoba Mie Kocok Bandung.
Antrian untuk stand Mie Kocok Bandung panjang banget, membuat kami mengantri cukup lama. Sepertinya, para vendor makanan sedikit kewalahan dengan jumlah peserta yang menyambut festival ini. Karena kami juga sudah seharian berkeliaran di Sydney CBD dan masih perlu pulang untuk acara lainnya malam itu, maka waktu tunggu yang lama merasa agak melelahkan.
Namun, setelah menerima menyantap makanan, it was worth the wait. Pasanganku adalah orang Australia keturunan Hong Kong. Walaupun dia sudah mencoba beberapa makanan Indo, hari itu adalah hari pertama dia mencicipi tahu isi dan risoles dengan cabe rawit! Hahaha. Sempat kepedesan juga dia,
tapi dia masih bisa menikmatinya! Ternyata, dia juga suka banget dengan saos kacang batagor. Walaupun siomay ikan di dalam mie kocok terasa sangat baru untuknya, dia sangat menikmati daging sapi yang empuk dan sedap, serta sambal yang wangi (dan lebih pedas dari yang aku duga).
Kami membawa makanannya keluar dan menikmatinya di tepian Circular Quay di bawah langit sore yang masih cerah. Wah, bangga banget bisa mendengar lagu-lagu tradisional Indonesia dan suara-suara gamelan dan angklung di samping tepi pelabuhan Sydney sambil makan mie kocok dan mengamati pemandangan Sydney Opera House di seberang lautan.
Komunitas Indonesia
Dari berjalan sekitar Circular Quay mencari lokasi festival, kami sudah mulai mendengar kicauan Bahasa Indonesia di sekitar kami, dan mengikutinya ke venue. Ketika memasuki area festival, kami langsung terkesan ‘dikepung’ oleh padatnya orang di dalamnya yang tentu mayoritas orang Indonesia. Tapi, ada banyak orang Australia juga, lho. Baik diaspora Indonesia maupun etnis lainnya, semuanya tertarik dan terpukau dengan pertunjukkan yang diadakan.
“Sudah lama sekali sejak kita bikin kegiatan seperti ini sekitar Circular Quay. Jadi mudah-mudahan tahun depan dan tahun-tahun depannya kita bisa terus selenggarakan kegiatan seperti ini,” ujar Vedi Kurnia Buana, Konsul Jendral RI Sydney, yang langsung disambut oleh tepukan dan sorakan yang riuh dan meriah! [IM]