Ibu Yohanni Bey Johns OAM

353
Dari kiri ke kanan: Michael Johns (putra Ibu Yohanni), Ibu Yetty Daly, Ibu Yohanni Johns OAM, Dr. Marsia Gustiananda Pramono dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Dr. Siswo Pramono.
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Diaspora Indonesia Pelopor Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Sungguh suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bisa bertemu dan bertatap muka dengan Ibu Yohanni Bey Johns, seorang tokoh diaspora Indonesia, pada hari Selasa sore, 25 Juni 2024. Ibu Yohanni merupakan satu di antara warga Australia yang mendapatkan penghargaan dari pemerintah Australia yang diberikan setiap tahun pada perayaan hari ulang tahun raja Inggris.

Komitmen dan kontribusi Ibu Yohanni yang luar biasa dalam bidang Pendidikan, terutama jasanya dalam membangun pengajaran bahasa Indonesia di Australia, diakui pada tanggal 10 Juni 2024 dengan penganugerahan Medal of the Order of Australia (OAM) dari Raja Charless III. Medali penghargaan ini bukanlah penghargaan pertama yang diterima Ibu Yohanni. Pada tahun 1972, beliau mendapatkan sertifikat penghargaan dari Bapak Adam Malik yang waktu itu menjabat sebagai Menteri luar Negeri Republik Indonesia.

Bersama Ibu Yohanni Johns, penerima penghargaan Order of Australia Medal dan sosok yang sangat inspiratif.

Ibu Yohanni adalah dosen Bahasa Indonesia pada Department of Indonesian Languages and Literatures, Faculty of Asian Studies, di Australian National University (ANU) pada tahun 1963 hingga 1996. Beliau juga mantan penasihat bidang kebudayaan pada masa pemerintahan Perdana Menteri John Gorton. Pada tahun 1968, Ibu Yohanni mendampingi Perdana Menteri Gorton berkunjung ke Indonesia, yang salah satu tugasnya mempersiapkan pidato dalam Bahasa Indonesia untuk istri PM Gorton, Ibu Bettina Gorton (sekarang Lady Gorton – almarhumah).

Peran dan pengaruh Ibu Yohanni dalam memperkenalkan bahasa dan budaya Indonesia telah memberikan dampak tidak hanya di ANU dan dunia pendidikan di Australia, namun juga secara global. Hal itu tercermin melalui karyanya berupa dua jilid buku teks – ‘Bahasa Indonesia: Pengantar Bahasa dan Budaya Indonesia,’ yang selama beberapa dasa warsa telah menjadi standar bahan ajar Bahasa Indonesia bagi siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi di seluruh Australia dan negara-negara lain.

Dari semua karya Ibu Yohanni, yang paling penting adalah “Bahasa Indonesia: Langkah Baru”, buku teks dilengkapi dengan sumber audio yang diproduksi oleh ANU, yang dikembangkan dari pengalamannya mengajar selama lebih dari tiga dasa warsa. Pada saat itu hanya sedikit bahan ajar yang tersedia dalam bahasa Inggris untuk mengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing di perguruan tinggi. Sementara untuk memperkenalkan lebih jauh aspek budaya dan masyarakat Indonesia, Ibu Yohanni menulis buku “Melawat ke Negara Tetangga – Visit to a Neighbouring Country”.

Ketersediaan buku-buku ini sebagai bahan perkuliahan memungkinkan dibentuknya program Honours empat tahun dalam bidang Bahasa dan Sastra Indonesia di ANU. Ibu Yohanni juga menyelenggarakan serangkaian kursus intensif Bahasa Indonesia di ANU pada musim panas yang menarik siswa dari seluruh Australia dan Selandia Baru.

Selain buku pelajaran Bahasa Indonesia, sumbangsih ibu Yohanni juga tertuang dalam bentuk buku panduan memasak makanan Indonesia yang berjudul ‘Dishes from Indonesia’. Buku yang merupakan suatu eksplorasi komprehensif pertama mengenai masakan khas Nusantara ini telah dicetak ulang beberapa kali, juga diterbitkan di Amerika Serikat dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda.

Ibu Yohanni yang saat ini telah berusia lebih dari 90 tahun, lahir di kota Padang Panjang – Sumatera Barat. Mungkin hal itu pula yang membuat pertemuan dengan beliau di siang hari itu terasa amat spesial bagi saya, karena sama-sama merasa sebagai ‘orang awak’. Dibesarkan di tanah Minangkabau semasa penjajahan Jepang, Ibu Yohanni mengenyam pendidikan di sekolah menengah pertama keguruan yang khusus untuk murid perempuan yang dipimpin oleh seorang guru wanita asal Jepang. Ibu Yohanni menuliskan pengalamannya dalam sebuah artikel berjudul ‘The Japanese as Educators in Indonesia: A Personal View,’ yang merupakan bagian dari buku berjudul “Japan in Asia 1942-1945”, yang diedit oleh W.H. Newell dan diterbitkan pada tahun 1981 oleh Singapore University Press atas nama Institute of Southeast Asian Studies.

Bersama pasangan ibu Yohanni dan Prof. Tony Johns pada perayaan hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke-68.

Suami Ibu Yohanni, Profesor Anthony Johns, adalah seorang pakar Islam Asia Tenggara dan Emeritus Profesor di bidang Studi Asia di ANU. Prof Tony Johns mengaku bahwa dirinya bangga diterima sebagai sumando keluarga Minang. Pasangan Tony dan Yohanni Johns telah menikah selama 68 tahun di tahun 2024 ini.

Di antara karya yang dikontribusikan oleh pasangan Yohanni dan Tony Johns adalah buku berjudul “Indonesia” yang diterbitkan oleh penerbit Nelson tahun 1972. Buku ini merupakan sebuah panorama fotografi tentang Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Foto-foto yang ditampilkan dalam buku ini merupakan karya Richard Woldendorp, sementara teks dalam buku itu ditulis oleh pasangan Tony dan Yohanni Johns.

Warisan abadi Ibu Yohanni dan Profesor Tony Johns dikukuhkan melalui terbentuknya ANU Indonesia Institute serta kuliah umum yang diselenggarakan setiap tahun berupa Tony and Yohanni Johns Lecture Series yang diresmikan pada tahun 2022. Hal ini dimungkinkan oleh kemurahan hati Profesor Emeritus Anthony Reid, serta teman dan keluarga Tony dan Yohanni Johns. Melalui lecture series ini, berbagai topik menarik dibawakan oleh para sarjana dalam bidang kajian Islam dan Indonesia.

Kesempatan untuk bertemu langsung dengan ibu Yohanni Johns dan mendalami peranan beliau dalam pendidikan Bahasa dan budaya Indonesia tidak hanya menginspirasi tetapi juga merupakan pengalaman yang sangat mengharukan dan membanggakan. Penghargaan Medal of the Order of Australia ini merupakan simbol pengakuan yang abadi atas jasa-jasa, segala dedikasi dan kontribusi yang telah diberikan Ibu Yohanni bagi pemahaman bahasa dan budaya Indonesia di Australia.

Semoga apa yang telah dirintis ibu Yohanni dapat dilanjutkan oleh generasi sekarang dan yang akan datang, terutama bagi keberlanjutan program pengajaran Bahasa Indonesia khususnya di Australia dan di negara-negara lainnya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Tony Johns atas informasi, saran, dan masukan yang diberikan, serta kepada Bapak Amrih Widodo atas bantuannya dalam mengoreksi tulisan ini. [IM]

Previous articleTetap Hangat di Musim Dingin
Next articleAustralia dan Indonesia Menandatangani Pengaturan Pengakuan Bersama