Meskipun telah hampir setengah abad tinggal di negeri kangguru yang memiliki empat musim, musim dingin selalu membuat tubuh saya yang berasal dari negara tropis menggigil. Saya belum bisa sepenuhnya bersahabat dengan musim ini. Setiap kali keluar rumah, saya harus membungkus diri dengan baju tebal, sarung tangan, dan syal, hingga tubuh kecil saya terlihat melar seperti karung beras.
Di pagi hari, bersembunyi di bawah selimut yang dihangatkan oleh electric blanket membuat saya malas untuk bangun. Dulu, saat masih bekerja, tidak ada pilihan selain bangun tepat waktu agar tidak terlambat sampai di kantor. Karena jarak rumah ke kantor dekat, saya pun berjalan kaki, berjuang melawan dingin dan angin. Sering kali, tubuh saya hampir terbawa angin. Belum lagi jika hujan turun, rasanya semakin menyiksa.
Sekarang, setelah pensiun, saya bisa merasakan nikmatnya hidup tanpa harus terburu-buru. Namun, bangun dan berjalan pagi tetap menjadi rutinitas yang saya jaga.
Dulu, saat masih tinggal di Indonesia, saya hanya bisa melihat salju dari televisi atau film di bioskop. Salju tampak begitu indah dan menarik, sampai-sampai sering terbawa dalam mimpi saya. Saya pun berkhayal suatu hari bisa melihat salju secara langsung dan bermain-main dengan benda putih yang menakjubkan itu.
Pada tahun 1976, impian saya menjadi kenyataan ketika saya ikut suami yang bekerja di Sydney. Bersama teman-teman, kami beramai-ramai pergi ke Mount Kosciuszko, sekitar lima jam dari Sydney. Persiapan matang dan pakaian dingin lengkap telah disiapkan dengan sebaik-baiknya agar perjalanan yang telah dirancang ini tidak terganggu oleh rasa dingin.
Sepanjang perjalanan, kami menikmati pemandangan yang belum pernah kami saksikan sebelumnya–pohon dan gunung yang berselimut salju. Momen ini tidak kami lewatkan untuk diabadikan dengan kamera (saat itu belum ada ponsel kamera, untung suami hobi fotografi dan membawa peralatan lengkap ke mana-mana).
Meskipun menggigil, kami tetap berusaha berpose cantik di tengah hujan salju yang turun, serasa berada di dalam film. Berjalan di atas salju dengan alat ski juga menjadi tantangan tersendiri, meski hanya untuk sekadar berpose layaknya profesional. Akhirnya, kami memilih untuk tinggal di apartemen, duduk dekat pemanas ruangan sebagai pilihan paling tepat.
Kunjungan ke tempat bersalju kedua kami adalah di Thredbo, kali ini bersama anak kami yang berusia lima tahun. Dengan pengalaman sebelumnya, perjalanan ini menjadi liburan keluarga yang sangat membahagiakan dan menyenangkan. Melihat suami dan anak bermain-main di salju serta bermain boogie menjadi momen terindah yang tak terlupakan.
Tahun 2024, musim dingin kali ini terasa paling dingin, atau mungkin karena saya sudah lanjut usia? Namun, tidak juga, karena setiap bertemu teman — baik yang berasal dari Indonesia, negara lain, bahkan Australia — keluhan mereka tetap sama, “Dingiiiin brrrr.” Hehe.., apalagi bagi penderita arthritis, musim dingin ini benar-benar menyiksa. Bagi saya yang memiliki asma, menjaga kondisi tubuh adalah keharusan agar tidak kambuh.
Namun, musim dingin tidak berarti harus membatasi kegiatan kami. Jalan pagi adalah kegiatan wajib agar sendi-sendi tidak kaku. Kami membuat program yang memiliki tujuan tertentu agar tidak jenuh dan melatih otak. Dengan kemudahan dan biaya yang terjangkau yang disediakan pemerintah bagi pensiunan, kami bisa menikmati berbagai tempat dan program menarik di sekitar Sydney.
Kami juga sering mengunjungi kafe-kafe yang dipenuhi oleh para pecinta kopi, mulai dari kafe sederhana hingga yang unik, yang berlokasi di city, QVB, sepanjang Darling Harbour, Barangaroo, hingga Emporium Café di Bankstown. Dari sekian banyak kafe yang memiliki ciri khas tersendiri, Soul Origin Café di Pacific Square Mall, Maroubra, tetap menjadi pilihan saya.
Selain dekat rumah, di sini saya menjalin banyak persahabatan dan berbagi pengalaman dengan para lansia. Senyum manis barista asal Indonesia seperti Yani, Yuni, Fiona, Irene, dan Sicilia selalu menyambut dan memberikan pelayanan ramah serta menyuguhkan kopi yang lezat. Mereka mengenal baik para pelanggan dan tahu kesukaan masing-masing, sehingga membuat setiap pelanggan merasa istimewa.
Capuccino extra hot dengan satu gula dan aroma yang harum, ditambah sup labu yang lezat, memberikan kehangatan di musim dingin dan membuat saya betah duduk berlama-lama di meja favorit saya, di sudut yang seolah memang disiapkan khusus untuk saya. Di sini, saya bisa menulis, membaca, bahkan menjadi tempat pertemuan dengan suami serta teman-teman.
Selama masih ada kesempatan, saya akan terus menikmati setiap musim yang datang silih berganti sebagai bagian dari perjalanan hidup. Setiap momen yang diciptakan-Nya memberikan kebahagiaan. Dari semua ini, rumah saya adalah tempat paling nyaman di setiap musim yang datang. Di sanalah saya mendapatkan kehangatan dari orang-orang terdekat, suami, dan keluarga tercinta. Kehangatan di musim dingin, kesejukan di musim panas. [IM]
“The light is what guides you home. The warmth is what keeps you there.”
Oleh: Yoen Yahya