Di dalam pikiran saya, seorang pengacara memiliki kualitas jenius digabung superhero: cerdas, pandai bicara, kolektor buku, dandy, fokus, dan pandai merangkai kalimat pamungkas yang cadas. Banyak dari kualitas tersebut melekat dalam pribadi David Balog, seorang pengacara yang menjadi tamu VVIP Indomedia bulan ini. Apa saja fakta versus mitos yang melingkupi dunia kepengacaraan?
Mitosnya: Pengacara hanya terkonsentrasi di satu bidang saja, perdana atau perdata.
Faktanya: “Saya sudah menangani hampir semua jenis kasus, seingat saya. Mulai dari kasus-kasus kriminal, kasus-kasus dunia medis yang mengerikan, masalah keuangan, tak suka dengan pekerjaannya, jual beli, bisnis. Pada prinsipnya, klien saya adalah orang-orang yang tak puas dan mencari keadilan. Orang-orang yang tersangkut masalah yang sulit. Orang-orang yang merasa dirugikan. Juga, saya menangani kasus-kasus perceraian, masalah hukum keluarga. Pasangan yang bercerai “rebut” soal properti, warisan, dan sebagainya. Pria yang melakukan kekerasan terhadap istrinya, baik secara fisik maupun verbal. Ya, hampir semua jenis kasus pernah saya tangani. Saya hanya mencoba membantu mereka.”
Mitosnya: Setiap orang yang ingin menjadi pengacara karena mudah kaya.
Faktanya: “Saya suka dengan ide menolong orang lain. Seingat saya, saya memang ingin menjadi pengacara sejak kecil. Dan, cita-cita itu membuat saya menjadi seorang yang idealis. Karena itulah saya kuliah di bidang hukum. Namun, begitu lulus, saya belajar bahwa ilmu yang saya pelajari harus banyak dimodifikasi supaya dapat berjalan dengan cara kerja sebuah system yang berlaku. Ibarat permainan catur, harus ada strategi dan pertimbangan matang. Setiap langkah harus dipikirkan baik-baik, kapan dan bagaimana. Waktu masih kuliah, saya berpikir seperti mesin jika ada sebuah kasus, saya melihatnya begini: kalau pihak ini yang benar, pihak sana pasti salah. Dan, seperti itulah kehidupan nyata. Tapi, sayangnya tidak begitu. Seperti catur, kita harus memiliki segenap strategi agar dapat memindahkan semua bendanya ke seberang.”
Bagaimana denganmu, Susanna? (Susanna adalah istri sekaligus rekanan David di biro hukum D.C. Balog & Associates-RED)
“Well, Saya ingin bekerja di mana saya dapat berguna dan menolong orang. Saya pikir, saya belum maksimal melakukannya, karena tidak menyangka akan mendapatkan begitu banyak konflik dalam segalanya. Yang paling parah adalah konflik tentang keluarga. Menurut saya, itulah pertikaian terburuk dibandingkan bisnis dan korporasi. Dan, hampir semua pertikaian keluarga terburuk melibatkan uang. Sungguh sangat menyedihkan. Kini, saya pikir, menjadi berguna dan membantu adalah saat para pengacara dapat meminimalisasi konflik yang timbul. Kalau tak dapat diakhiri, diusahakan berkurang lah. Dengan begitu, kita dapat menyelamatkan orang-orang yang bertikai, tidak hanya uang. Kita dapat menghindarkan mereka dari kesulitan-kesulitan yang berlarut-larut. Sistem peradilan di Australia memerlukan proses yang lama dan perlahan karena kami tak banyak memiliki hakim. Pertikaian keluarga yang dibawa ke pengadilan biasanya makan waktu sampai dua tahun, itu baru dalam tahap “hearing” pertama. Itu sebabnya, para pengacara biasanya memilih menyelesaikan pertikaian ini secara bermusyawarah. Ya, kami membantu orang menyelesaikannya di luar peradilan, karena sistem peradilan yang lama dan sangat mahal.”
Mitosnya: Pengacara memilih kasus berdasarkan pentingnya seorang klien
Faktanya: “Saya mengandalkan naluri 100% saat memilih sebuah kasus. Dan, yang paling penting lagi, si klien harus 100% jujur pada saya. Itu artinya, dia harus menceritakan semuanya: yang bagus, yang buruk, dan yang benar. Setelah puluhan tahun menjadi pengacara, saya tertempa mengenal kadar kejujuran klien saya. Setiap pengacara juga memiliki cara yang berbeda dalam membela kasus. Saya tipikal “buldoser”, sedangkan Susanna lebih pada pendekatan hati ke hati. Dia sangat lembut dan manis. Namun demikian, bersama, kami berdua rekan sehati dan sejiwa.”
Mitosnya: Pengacara selalu memiliki penutupan dramatis, seperti di film-film hukum.
Faktanya: “Sama sekali jauh dari itu. Tidak sedramatis itu lah… Tidak seperti yang Anda tonton di film-film.”
Susana menambahkan, “Bahkan, sedikit membosankan.” [IM]