Ketika Ayah tidak memegang tangan anaknya. Dia menjaga tubuh anaknya supaya tetap berdiri.
There is no teacher equal to mother and there is nothing more contagious than the dignity of a father.
Musim semi ditandai dengan cuaca dingin, hujan, angin tapi tidak menyusutkan niatku untuk menikmati harumnya cappucino di cafe yang biasa aku kunjungi, di mall tidak jauh dari rumahku. Dalam cuaca seperti ini, pasti cafe masih sepi sehingga aku dapat lebih fokus dan leluasa mencoretkan tulisan di laptopku. Dugaanku ternyata meleset cafe, restoran dan pertokoan ternyata sudah ramai oleh pengunjung.
Ternyata aku baru sadar bahwa hari ini,
4 September adalah hari BAPAK “FATHER’S DAY” yang dirayakan oleh semua warga Australia. Heem.. pantas pagi-pagi sekali ponsel suamiku sudah berdering dan terdengar salam dan percakapan hangat antara bapak dan anak dengan latar belakang celoteh riuh cucu yang berebutan ikut nimbrung ngobrol.
Sambil menghirup hangatnya kopi kuamati kemesraan bapak dan anak serta canda ria beberapa keluarga yang mulai memenuhi cafe. Pelukan dan kecupan sayang disertai ucapan HAPPY FATHER’S DAY. Di meja yang tidak jauh dari tempatku, tampak seorang remaja manis dengan sabar dan penuh kasih sayang menyuapkan makanan untuk ayahnya yang duduk di kursi roda. Terharu, butir bening membasahi mataku melihat bakti sang anak dan hubungan mesra kedua insan Allah ini, serta mengingatkanku akan sosok laki laki yang selalu kurindukan…AYAHKU.
Ayahku seorang laki-laki tampan, bermata indah kecoklatan, berhidung mancung dan selalu berpenampilan rapi. Saat aku masih kecil, aku tidak tahu pasti pekerjaan ayahku. Tapi yang aku ingat ayah selalu travelling dan setiap kembali banyak sekali membawa buah tangan untuk anak-anaknya. Aku pernah melompat kegirangan dan merangkul ayah dengan erat saat ayah membawakan boneka cantik yang besar dengan mata yang bisa berkedip-kedip. Boneka ini membuat rumahku ramai dikunjungi teman-teman yang ingin memeluk dan menggendong bonekaku.
Kata ibu, ayah bekerja keras mencari nafkah ke negeri seberang. Menurut tetanggaku, ayahku seorang saudagar, atau kata kerennya sekarang adalah businessman. Hal itu berlangsung sampai aku tamat sekolah dasar. Setelah itu ayah membuka usaha di rumah bersama teman-temannya karena ia ingin menikmati kebersamaan dan melihat anak-anaknya tubuh dewasa.
Ayah selalu mengusap rambutku dengan penuh kasih sayang dan memberiku hadiah berupa keping uang untuk dimasukan dalam kaleng tabungan setiap nilai sekolahku baik. Ia selalu menasehatiku untuk tetap berprestasi dan menjadi yang terbaik sehingga kelak dapat meraih cita-citaku. Ayah tersenyum dan memberiku semangat saat kusampaikan cita-citaku ingin menjadi dokter sehingga bisa merawat ayah dan ibu kelak.
Kami terdiri dari 10 bersaudara, 5 laki-laki dan 5 perempuan. Aku anak ketujuh. Tiga kakak perempuan diatasku dan satu adik perempuan.
Setiap ada pasar malam di kotaku ayah tidak pernah absen mengajak ke 4 anak gadisnya yang didandani oleh ibu dengan baju seragam. Hahahaha… geli jadi ingat film Sound of Music. Ayah juga selalu memanjakan kami. Ia tahu persis sifat dan kesukaan masing-masing buah hatinya, tapi tetap disiplin tegas pada hari-hari sekolah.
Saat remaja aku termasuk yang berbadan subur sehingga mendapat julukan “karung” yang membuatku selalu menangis dan merasa jelek. Disaat seperti itu ayah selalu tampil merangkulku, berbisik bahwa aku istimewa, cantik dan pandai. “It was my father who taught me to value myself”
Demi anaknya ayah bersedia berjalan ke pasar dan pulang menenteng belanjaan dan mengajak kami makan bareng sambil mendengarkan dongengnya yang menarik dan selalu disisipi nasehatnya. Ibu ku yang sabar selalu disampingnya dengan senyumnya yang lembut. Bahagia dan harmonisnya keluarga kami.
Kenangan manis ini tidak berjalan lama. Kesehatan ayah perlahan mundur dan tampak letih.
Ia berubah menjadi pendiam dan banyak mengurung diri. Kami sangat merindukan candanya,
nasehat dan bimbingannya saat mengerjakan pekerjaan rumah. Di usianya yang masih sangat muda, 53 tahun, ayah meninggalkan kami.
Tangisku dan semua impianku yang ingin kusampaikan hanya dapat kusimpan dalam hati. Ayah tidak pernah tahu kalau anak gadisnya jadi mahasiswi, berhasil lulus masuk Universitas seperti yang ayah inginkan. Tapi aku yakin disana ditempatnya yang abadi ayah sangat bangga pada semua anaknya.
Bagi yang masih mempunyai seorang ayah, sayangi dan cintailah mereka. Mereka adalah sosok pekerja keras, bertanggung jawab, memberikan hal terbaik dan menjadi inspirasi bagi anak-anaknya. Jagalah dan hormatilah terutama ketika ia perlahan sudah mulai melemah dan menua.
“Dad, for me one day is not enough to honour how special you are as a father. You are amazing and always have a special place in my heart”. [IM]