Ari Lasso & Skinnyindonesia24 Panaskan Sydney

787
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Dua bintang dari beda generasi dan platform ini meluangkan waktu mereka yang serba mepet untuk berbincang dengan Indomedia. Ini obrolan Indomedia ke mereka yang datang ke Sydney untuk Soundquriang5, acara tahunan persatuan mahasiswa Indonesia di Macquarie University. Serius, waktu yang disediakan panitia hanya 15 menit. Dan, itu sangat, sangat, sangaaaaaat, singkat. Meski demikian, we tried our best buat cari tahu yang penting-penting saja dari mereka. Yuks!

SKINNY INDONESIAN: Kakak Adik Bintang Youtube

Saya pikir, awalnya, Skinny Indonesian 24 adalah nama baru di blantika hiburan Tanah Air. Apalagi, melalui riset kecil-kecilan saya dapati kedua orang yang menggawanginya masih cukup muda. Namun, asumsi saya salah. Tepatnya, saya meremehkan “kebintangan” mereka. Jovial da Lopez (25) dan Andovi da Lopez (21) adalah megabintang di semesta sosial media, khususnya di galaksi bernama Youtube yang tidak jauh-jauh amat dari lingkup sosial saya. Semakin saya cari tahu soal mereka, semakin bulat mata saya terbelalak. Dua anak muda ini memiliki setengah juta lebih pelanggan Youtube! Begitu saya tanya teman-teman di Tanah Air, nggak ada yang nggak kenal abang adik yang lahir dari orangtua diplomat ini. Tsk! Berbekal nama SkinnyIndonesian24, abang adik Da Lopez ini telah memiliki lebih dari satu juta subscribers, dan telah berkarya lebih dari lima tahun. Lewat YouTube, keduanya ingin memberikan konten-konten hiburan bermutu yang unik.

Ceritakan gimana kalian bisa berprofesi jadi youtuber, dong!
Dovi: Awalnya SkinnyIndonesian24 muncul saat saya masih sekolah di India. Biasalah, gue pakai YouTube untuk menyalurkan hobi nyanyi. Setelah balik ke Indonesia dan membuat beberapa video, abang gue, Jovi, bergabung. Kami mulai mengunggah video-video yang telah terkonsep dengan cukup serius. Walaupun begitu, yang menonton juga baru orang-orang terdekat. Awal-awal kemunculan SkinnyIndonesian24 adalah masa-masa paling sulit, sekaligus paling senang. Sulit, karena nggak tahu ini mau ke mana, bikin konten just for fun aja. Dan, banyak sekali haters. 

Jovi: Tapi, kami nggak mau dengerin haters. Ngapain lah. Kami tetap aja berjalan dan terus memproduksi konten. Kenapa kami bawa santai aja karena proses pembuatan konten sama sekali nggak bisa dianggap enteng. Orang-orang itu nggak sadar betapa susahnya nge-YouTube. Mereka kira nge-YouTube itu pakai kamera dan ngomong depan kamera langsung jadi. Kenyataannya nggak begitu, it takes a lot of work to do what we do.

Kalian berdua masih kuliah juga, kan. Sulit nggak bagi waktunya saat jumlah subscriber mulai naik? 
Dovi: Banget! Kami harus pandai mengatur waktu, terutama waktu baru merintis. Orang tuh tahunya kami udah punya sejuta subscriber. Udah bikin duit. Padahal, betapa susahnya menyeimbangkan antara kuliah dan kehidupan YouTube. Gue banyak gagal di kelas. Kadang-kadang, gue nggak bisa konsen saat syuting karena mikirin tugas. Kalo dipikir saat itu, nggak mungkin banget. Tapi, sejalannya waktu, kedua kegiatan yang sama menuntutnya ini dapat diseimbangkan. 

Bagaimana kalian melihat masa depan Youtube? 
Jovi: Kami ngeliatnya begini sih, Youtube is the future. Waktu kami terjun sebagai Youtuber bukannya tanpa alasan, YouTube dapat menjadi masa depan bagi dunia hiburan di seluruh dunia. YouTube dapat menjadi saluran utama masyarakat untuk mengonsumsi hiburan karena YouTube merupakan media yang sangat bebas bila dibandingkan media-media yang sudah ada. The future of entertainment lies in YouTube. Belum tentu medianya YouTube, cuma orang maunya yang lebih bebas. Kebebasan yang gue maksud adalah bebas dari kepentingan bisnis dan politik. Menurut gue, hampir semua media di Indonesia pasti terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan pemiliknya. Apa pun yang ditayangkan si A, si B, si C semua ada kepentingannya. Sedangkan di YouTube nggak. Kita mau menghibur tanpa kepentingan politik. [IM]

=========================================

Ari Lasso: Masuk Masa Bonus

Kalau nama yang satu, saya rasa hanya orang yang tinggal di goa saja yang nggak kenal namanya. Ari adalah mungkin satu-satunya vokalis solo pria yang paling terkenal, terkaya, dan terproduktif saat ini. Meskipun menyandang ter, ter, ter, Ari adalah sosok yang mudah didekati dan sangat menyenangkan diajak ngobrol. Dengan aksen Jawa Timuran yang masih menjejak jelas, pria yang pernah menjadi frontman supergrup Dewa 19 ini menjawab semua–yak SEMUA, pertanyaan yang diajukan wartawan, termasuk saya, dengan sabar dan menyeluruh. Nggak ada kesan dia seorang megabintang. Vokalnya yang khas membuat lagu-lagu yang ia nyanyikan mudah dikenali dan ikut dinyanyikan. Terbukti saat ia menjadi bintang tamu acara Soundquriang5, gedung Wesley Convention Center seakan ikut bergemuruh dengan penonton yang menyesaki ruangan dan larut dalam lagu-lagu hits-nya, seperti Kangen, Hampa, Penjaga Hati, Lirih, dan lainnya. Entah kenapa, nun jauh dari Tanah Air, lagu-lagunya Ari menjadi obat kangen pada masa-masa lalu… Oh well, cukup tentang saya dan masa lalu. Let’s get on to the star!

Berapa kali manggung di Sydney?
Pertama kali. Kalau buat jalan-jalan, sih, udah tiga kali, Tapi, kalau sengaja diundang untuk nyanyi, baru pertama kali.

Dari pengalaman tampil di luar negeri, ada cerita yang paling berkesan?
Terus terang, semuanya serba menyenangkan kalau udah tampil di luar negeri. Kenapa? karena saya bisa ketemu dengan orang-orang Indonesia. Misalnya, seperti di Sydney, di Melbourne, atau di Perth dua minggu lalu. Menyenangkanlah. Sekalian bisa jalan-jalan, kan.

Biasanya yang dicari apa kalau lagi “kerja” di luar negeri?
Udaranya. Serius. Udaranya berbeda.

Bagaimana Mas Ari melihat diri Anda sebagai seniman di masa depan? Misalnya, 10 tahun lagi.
Ini pertanyaan mudah tapi susah jawabannya. Dulu tahun 2008, kami, para penyanyi, sudah di-warning bahwa sebentar lagi fisik (rekaman) akan hilang, dan digantikan dengan digital. Kami nggak percaya. Masak, sih, orang sudah puluhan tahun mengkonsumsi kaset dan CD, tiba-tiba, kok, bisa berganti gaya hidup ke digital. Ternyata benar. Jadi, kayaknya dalam 10 tahun ke depan, terus terang saya belum bisa tahu mau jadi apa. Kenapa, sepuluh tahun itu, saat ini, ternyata adalah perubahan waktu yang sangat cepat. Dalam setahun pun perubahannya luar biasa. Dulu, orang bicara digital adalah streaming di laptop. Dengerin radio lewat internet. Sekarang, tiba-tiba ada di sini (sambil menunjuk hapenya-RED). 

Anda merasa “gaptek” dalam dunia teknologi musik?
Saya cukup tahu, cukup bisa menikmati, tapi nggak bisa mengulik sampai yang mendalam. Jadi, platform-platform seperti Apple, kemudian saingannya, Spotify, dari generasi pertama mereka, saya sudah punya. Dulu, waktu iPhone generasi pertama keluar, langsung beli. Meskipun dulu harus nge-burn sendiri dari laptop, lalu dipindahkan. Itu bisa. 

Menurut Anda, cita-cita Anda sudah tercapai belum?
Sudah, dong. Melebihi bahkan.

Dulu, memangnya dimulai gimana, sih?
Saya nge-band, lalu manggung, lalu mulai dikenal orang. Tapi, ternyata, perjalanan ini mendapatkan manfaat ekonomi yang luar biasa, juga pencapaian-pencapaian yang tidak pernah terbayangkan juga ikut teraih. Sedangkan secara value, mungkin cita-cita saya saat ini tidak sehebat yang dulu karena tidak lagi bisa membuat rekaman yang bisa mencapai jutaan kopi, tapi, dalam hal itu tergantikan dengan yang lain. Misalnya jadi juri di The Voice, Indonesia Idol. Ini semua sudah masuk babak bonus buat saya. Tinggal menikmatinya saja. [IM]

Previous articleKabinet Jilid 2 Mengagetkan
Next articleAdriana Hilder