KJRI Sydney Terus Tingkatkan Pelindungan WNI Korban KDRT

335
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Salah satu organisasi yang kerap membantu keluarga korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Australia adalah Full Stop Australia (FSA). FSA melaporkan peningkatan jumlah kasus KDRT di Australia juga merupakan dampak dari Pandemi Covid-19. Terkait dengan hal tersebut, upaya peningkatan pelindungan WNI korban KDRT di wilayah kerja yaitu New South Wales (NSW), Queensland dan South Australia, menjadi perhatian utama KJRI Sydney.

KJRI bekerjasama dengan Organisasi CUKUP! Foundation dan Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) Queensland menyelenggarakan Lokakarya dengan tema “Panduan Penanganan Bagi WNI Korban KDRT di Wilayah Kerja KJRI Sydney”, pada hari Sabtu, 26 Agustus 2023. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi pencegahan KDRT dalam program BETA SIAGA, BErsama kiTA Saling jAGA, sebuah inovasi dalam perlindungan WNI di wilayah kerja KJRI Sydney. Program BETA SIAGA diusulkan sebagai kandidat untuk memperoleh Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award (HWPA) Tahun 2023 untuk kategori Pelayanan Publik di Perwakilan RI khususnya terkait penanganan isu hak-hak perempuan dan kekerasan rumah tangga.

Lokakarya menghadirkan pembicara Amy Dhewayani, CEO CUKUP! Foundation/ Human Rights Senior for CALD (Culturally and Linguistically Diverse), yang juga penerima Penghargaan Hassan Wirajuda Award dengan moderator, Boy Dharmawan, Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KJRI Sydney. Lokakarya diikuti oleh 20 peserta dari berbagai organisasi masyarakat Indonesia di Brisbane, Queensland.

Dalam sambutannya, Konsul Jenderal RI Sydney, Vedi Kurnia Buana menyampaikan apresiasi kepada tokoh ormas yang berperan membantu KJRI Sydney dalam kegiatan terkait perlindungan kepada WNI di wilayah kerja. Kegiatan yang dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan ini bertujuan agar WNI mengerti tentang aturan hukum Australia, hak-hak dan kewajiban, sehingga dapat mencegah terjadinya kasus hukum yang melibatkan WNI.

Diungkapkannya bahwa upaya ini diharapkan tidak hanya dapat membantu menolong sesama WNI yang memerlukan pertolongan, tetapi juga membangun kebersamaan antara KJRI dan komunitas WNI untuk saling menjaga dan peduli dalam melaksanakan pelindungan bagi sesama WNI dan tentunya membantu tugas KJRI untuk memberikan pelindungan maksimal kepada WNI di luar negeri.

Konjen Vedi mengutarakan bahwa Program BETA SIAGA bekerjasama dengan masyarakat dan diaspora Indonesia yang turut berperan aktif saling menjaga satu sama lain dan membantu penanganan kasus KDRT terhadap WNI. Melalui program ini, KJRI secara berkala akan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi, pelatihan maupun penyuluhan terkait berbagai upaya perlindungan, baik yang sifatnya luring atau tatap muka maupun yang bersifat daring baik dengan webinar ataupun menyiapkan ruang khusus untuk BETA SIAGA.

Rangkaian kegiatan tersebut merupakan upaya KJRI dalam mencegah tindakan KDRT berdasarkan asas penghormatan Hak Asasi Manusia, keadilan dan kesetaraan gender, non-diskriminasi dan perlindungan korban sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

Dalam paparannya, Amy membahas panduan untuk berbagai kasus KDRT yang kerap dialami WNI di Australia. Akhir dari kegiatan ini adalah merumuskan kesimpulan untuk dijadikan panduan pertolongan terhadap korban KDRT.

Menurutnya korban kasus KDRT antara lain terjadi pada WNI pemegang Visa Turis, Pelajar dan Visa Temporer lainnya; Kasus yang berkaitan dengan agama dan latar belakang budaya; Kasus yang berkaitan dengan anak-anak; Kasus yang berkaitan dengan Pria dan Korban KDRT yang berkaitan dengan Manual dan Penyandang Disabilitas.

Amy juga memperkenalkan pengurus Cukup! Foundation yaitu Founder/CEO: Amy Dhewayani;
Nabell Ananda Prima (Sekjen); Manur Sitinjak (Bendahara); Rento Sudibyo (Direktur IT & Social Media Enterprise).

Menurut Boy Dharmawan, kekerasan di dalam rumah tangga merupakan isu yang kerap terjadi di wilayah kerja KJRI Sydney. KDRT seringkali terjadi secara tersembunyi, dan korban tidak dapat berbicara karena merasa takut atau malu bahkan dianggap sebagai aib keluarga. Diutarakannya pula bahwa banyak kasus KDRT yang terjadi antara mahasiswi WNI dengan pasangan WNA yang hidup serumah tanpa nikah dan kemudian memiliki anak. Dengan status visa pelajar maka posisi WNI menjadi lemah, khususnya jika terjadi perselisihan untuk memperebutkan hak asuh anak.

Salah satu ormas yang aktif dalam membantu KJRI terkait kasus KDRT adalah Indonesian Women Islamic Network of Australia, (IWINA) yang diketuai Weddy Rhamdeny. Sekretaris IWINA, Emma Manurung pada Juni 2022 terpilih sebagai anggota NSW Women’s Reference Group (NSW WRG) pada Department of Home Affairs Australia. Keanggotaan pada NSW WRG sangat membantu KJRI dalam rangka pelindungan WNI di Australia.

Penanganan kasus KDRT sarat dengan resiko ancaman kekerasan dari pihak yang bertikai. Hal ini diungkapkan oleh Yusran Sipala, “Upaya membantu korban KDRT merupakan pekerjaan yang cukup berbahaya. Kerja sama dengan KJRI dipercaya dapat meningkatkan upaya perlindungan WNI terutama bagi korban KDRT,” ujar Koordinator Domestic Violence (DV) IWINA ini.

Meningkatnya kasus KDRT juga menjadi perhatian khusus Ketua Indonesian Catholic Family (ICF) Brisbane dan Gold Coast (tahun 2019-2023) dan Ketua Parsahutaon Batak Queensland (tahun 2018-2022), Loly Tamba Brady. “Saya prihatin dengan meningkatnya laporan terkait kasus KDRT di Brisbane dan Gold Coast sehingga perlu mempelajari cara menangani kasus KDRT”, tandas wanita yang telah tinggal di Brisbane selama 20 tahun ini.

Salah satu korban KDRT yang menceritakan pengalamannya adalah Rini Sukotjo (50 tahun). Rini difitnah dan diusir oleh suaminya WN Australia dengan tuduhan melakukan KDRT (verbal abuse) terhadap suaminya ketika yang bersangkutan berada di Indonesia dan diancam hukuman 5 tahun penjara. Setelah sidang pengadilan bergulir lima kali, hakim akhirnya memenangkan Rini karena pihak suami mencabut Domestic Violence Order (DVO) karena tidak memiliki bukti dan dianggap melakukan pencemaran nama baik.

Rini menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang membantu kasusnya. “Terima kasih kepada jajaran KJRI Sydney beserta staff nya yang membantu sidang saya dan Alhamdulilah DVO ditarik oleh pelapor karena tuduhan tidak terbukti. Terimakasih untuk Ibu Amy selaku social worker probono. Semoga kasus ini bisa menjadi contoh untuk memberi motivasi kepada para korban DVO di Australia,” ujar ibu yang memiliki empat anak yang berdomisili Sunshine Coast ini. 

Amy juga mengatakan bahwa Rini dinyatakan bebas tanpa syarat atas tuduhan KDRT terhadap suaminya, karena suaminya tidak bisa melampirkan bukti dan takut akan konsekuensi hukumnya sehingga mencabut segala tuduhannya. “Puji Syukur setelah berstrategi banyak dengan penasehat hukum, akhirnya pihak penuduh give up” ujar CEO CUKUP! Foundation ini.

Berdasarkan data KJRI, pada 2022 diperkirakan jumlah WNI di wilayah kerja KJRI mencapai 45.000 jiwa. Angka itu lebih dari setengah jumlah WNI di Australia yang pada 2021 diperkirakan mencapai 78.095 orang. 

Sehubungan dengan adanya aturan Privacy Act 1988 yang melindungi informasi khususnya terkait informasi individu di Australia, prediksi jumlah WNI menjadi tantangan dalam rangka pelindungan
WNI khususnya terkait kasus KDRT. Sampai dengan Triwulan ke-2, Tahun 2023, KJRI mencatat sebanyak 8 kasus KDRT sedangkan untuk tahun 2022 tercatat sebanyak 11 kasus dan 2021 (9 kasus), 2020 (8 kasus). [IM]

Foto: KJRI Sydney

Previous articleAntusias WNI Pada Layanan Warung Konsuler KJRI Sydney Di Brisbane
Next articleGlobal Bridge College of Australia