HUT RI ke-75 : Apa Kabar Tarik Tambang?

670
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Panitia perayaan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 pastinya sudah dibentuk sebelum Maret 2020. Oya? Iya, karena ulangtahun 2020 ini harusnya istimewa; 25 tahun lagi, RI akan berusia seabad. Siapa mengira virus bernama Covid-19 tiba-tiba mengacaukan segalanya.

Semua harus ditunda. Semua, tanpa kecuali. Ulangtahunnya memang tidak, tapi perayaannya. Kegembiraannya. Kumpul-kumpulnya. Panggung rakyatnya. Rakyat Indonesia harus menahan diri untuk nggak “main” massal seperti tahun sebelumnya. Berat memang. Keluar rumah pun harus pakai masker dan mengikuti protokol kesehatan setiap memasuki suatu area. Apa kabar tarik tambang?

Mengingat Kembali
Sebelum terlalu mendalam sedihnya, ada baiknya kita kita mengingat baik-baik kembali apa saja rangkaian kegiatan yang biasanya menghiasi tanggal keramat 17 Agustus ini. Oke, ini yang biasanya saya perhatikan dari lingkungan rumah saya.

Di tingkat RT, uang perayaan biasanya sudah mulai diambil dari rumah ke rumah. Di lingkungan rumah ibu saya, jumlahnya “se-relanya”. Tapi, di kompleks rumah yang lebih “bagus”, uang iuran 17-an biasanya sudah ditentukan per rumah tangga. Jumlah ini lebih besar untuk toko dan kantor yang ada di sekitarnya.

Sebulan sebelum Hari H, panitia–biasanya terdiri dari Karang Taruna dan pengurus RT–mulai maraton rapat acara. Tim Karang Taruna biasanya seksi repot, sedangkan pengurus RT yang terdiri dari elders mendukung moral, dana, dan restu.

Di hari H, jika RT tidak memiliki lahan kosong, acara diadakan di jalan. Itu sebabnya, jalan-jalan di Jakarta banyak yang tak bisa dilewati saat 17 Agustus; banyak juga yang bikin acara lombanya sebelum tanggal itu. Acaranya biasanya dibagi dua bagian: perlombaan dan kesenian. Perlombaan dibagi lagi ke beberapa kategori: ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, anak-anak, dan umum. Pemberian hadiah diberikan biasanya seminggu setelahnya, di atas panggung. Tentu saja, selain pemberian hadiah, panggung disewa untuk acara hiburan yang melibatkan semua usia. Tentunya, skala lomba pun berbeda-beda. Ada yang hanya melibatkan satu RT, ada juga se-RW. Komunitas keagamaan dan pendidikan tak kalah sibuk menggelar lomba 17-an.

Hmmm, saya rasa, setelah puluhan tahun terbiasa dengan rutinitas tahunan dan tahun ini harus terhenti, tentunya janggal, bukan? Kita masih belum tahu bagaimana pesta rakyat ini akan berlangsung tahun ini. Yang pasti, sekitar 270 juta rakyat Indonesia tahun ini harus diam di rumah dan, saya yakin, sebagian besar dari mereka akan mengenang perayaan 17-an tahun-tahun sebelumnya.

Nah, bagaimana kalau kita dengar beberapa orang Indonesia yang kini menetap di Australia tentang kenangan 17 Agustusan mereka?

Lomba Kostum di Kampung
Saya, Asep (nama samaran), berasal dari Sukabumi. Saya punya cerita unik seputar perayaan 17 Agustus di kampung saya, di daerah Cibatu. Kami, warga kampung, ikut dalam berbagai acara yang diselenggarakan untuk memeriahkan HUT RI, di antaranya lomba kostum.

Lomba ini dibagi jadi 3 kategori: kostum pahlawan, kostum unik, dan kostum daerah. Meski terdengar “nggak nyambung” dengan semangat HUT RI, lomba ini punya tujuan yang sarat makna.

Di lomba ini, tiap-tiap kategori punya maksudnya sendiri; kostum pahlawan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme, sekaligus memeriahkan semangat kemerdekaan. Dengan lomba kostum pahlawan ini, masyarakat terpacu untuk belajar tentang pahlawan nasional, baju tradisional asal pahlawan yang dipilihnya, dan tentu saja belajar cara memakainya. Saya pernah memakai baju pahlawan dari Bali yang rumit sekali cara pakainya. Tahun berikutnya, saya memakai baju dari Betawi, yang hanya bermodal baju koko dan sarung.

Yang kedua, kostum tradisional mengingatkan kita bahwa Indonesia sungguh kaya akan adat istiadat, bahasa, serta ragam budayanya. Terakhir, lomba kostum unik menuntut peserta untuk tampil sekreatif mungkin.

Sebelum lomba, seluruh warga kampung mengikuti upacara bendera, lalu pawai, dan barulah lomba. Semua warga antusias sekali untuk ikuti perlombaan. Saya selalu merindukan warga kampung yang selalu kompak dan antusias untuk memeriahkan hari kemerdekaan.

Meriahnya 17-an Kantor
Nggak tahu kenapa, saya (Ari, nama samaran) happy banget kalau merayakan 17-an di kantor. Saya bekerja hanya tiga tahun di Bandung sebelum pindah ke Sydney. Tapi, selama tiga tahun itu saya nggak pernah absen ikut acara 17-an di kantor. Pemenangnya mendapat hadiah “kebutuhan dapur”. Karyawan yang perempuan happy, karyawan yang pria happy karena bisa bikin istrinya happy. Yang masih jomblo kayak saya? Ikutan happy karena suasananya nyenengin.

Jangan dilihat dari hadiahnya, percayalah, acaranya sangat seru. Akibat acara ini, saya yakin ini salah satunya, membuat suasana kantor lebih nyaman, sesama rekan sekerja lebih akrab, dan jarang terjadi konflik ‘receh’, apalagi office politics yang benar-benar nggak bermutu. Dari acara sederhana tapi seru, percaya nggak percaya, mampu meningkatkan kinerja kantor dan performa kerja kami. Hmmm, saya benar-benar merindukan suasana itu saat pindah domisili.

Panitia acara sudah dibentuk enam bulan sebelumnya. Iya, jauh-jauh hari banget, karena nggak boleh menganggu rutinitas harian kantor dan nggak boleh digabung dengan meeting kantor. Panitianya nggak banyak, sekitar 20 orang. Mereka dibagi 4 tim: tim seru (lomba), tim awards (hadiah), tim makan (konsumsi), dan tim traffic (tim ini tugasnya menyesuaikan ketiga tim sebelumnya). Semua karyawan bisa ikutan jadi seksi dokumentasi; foto-foto terbaik, terlucu, dan terseru dapat hadiah yang bukan grocery dari perusahaan. How cool is that?

Saya pribadi lebih suka ikutan acara kantor pas tanggal 17-an daripada acara lingkungan dan komunitas lainnya. Sebabnya, saya pikir ini acara team building banget. Saking serunya, hampir semua karyawan ikutan!

Perlombaannya juga serba kreatif: makan kerupuk gantung yang disambelin, meniup balon pakai sedotan ukuran jumbo, lari 3-in-1 (tiga orang diikat kakinya lalu lari bareng), balap karung, tarik tambang yang dikasih oli, dll.

Devy: Dari Makan Krupuk Hingga Lomba Nyanyi
Waktu saya kecil, Hari Kemerdekaan 17 Agustus adalah hari yang paling saya tunggu, karena banyak acara yang meriah.

Buat saya, perlombaan kampung adalah sesuatu yang paling menarik dan berkesan sampai hari ini. Hampir semua jenis perlombaan pasti tidak pernah saya lewatkan hehehe. Mulai dari lomba makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, sampai lomba nyanyi pun saya ikuti. Hanya saya yang tidak saya ikuti, panjat pinang.

Karena sering ikut lomba, saya sering menang juga. Hampir tiap tahun saya membawa pulang macam-macam model hadiah. Mulai dari hadiah yang biasa-biasa berupa snack, buku, sampai piala lomba nyanyi dan uang tunai!

Hari ini semua itu tinggal kenangan yang tak mungkin terlupakan. Untukmu, Indonesia, dirgahayu ke-75. Biarlah engkau jaya selalu. Sekali merdeka, tetap merdeka! God bless Indonesia.

Vera Pottinger: Kenangan Panjat Pinang
Tidak terasa sudah duapuluh tahun lebih saya menetap di Australia. Namun satu hal yang tidak bisa terlupakan adalah “Indonesia Tanah Air beta”.

Saya lahir di kota nan cantik, Malang, Jawa Timur, dan dibesarkan di Jakarta. Banyak sekali kenangan manis tentang perayaan hari Kemerdekan Indonesia yang dikenal dengan acara Tujuhbelasan, yang biasanya jatuh pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya.

Hari berganti hari, tahun berganti tahun. Perayaan Tujuhbelas Agustus selalu dimulai dengan acara upacara bendera serentak di seluruh Tanah Air. Saya masih ingat sekali setelah upacara, biasanya di kalangan kelurahan atau kecamatan, bahkan tingkat RT, selalu ramai dengan beragam perlombaan yang membuat semua penduduk ikut berpartisipasi: para ibu, bapak, anak, dan remaja. Sungguh ramai!

Di Indonesia, terlebih di kelurahan saya tinggal, saya pernah ikut perlombaan balap karung, lomba jalan dengan kelereng, makan kerupuk, dan lainnya yang hadiahnya juga beraneka ragam. Hanya satu yang tidak saya ikuti yaitu panjat pinang, biasanya ini hanya bisa dilakukan oleh para pria: anak-anak atau remaja. Ya, ingat sekali acara panjat pinang ini yang sangat seru mengingat pesertanya harus memanjat tiang atau kayu yang dilumuri dengan oli untuk mendapatkan hadiah yang digantung di puncak tiang!

Tepuk tangan yang riuh dan pekik dari penonton membuat peserta sangat bersemangat dan tidak mengingat betapa licinnya tiang itu. Oh, sungguh sangat ramai. Salah satu perlombaan yang saya sangat suka adalah balap karung. Waktu saya masih muda, tentunya saya bisa loncat dengan cepat dan sempat memenangkan hadiah nomor satu. Walaupun tidak seberapa, namun hati senang bisa menang bertanding dan turut meramaikan acara Tujuhbelasan.

Walaupun sekarang sudah menetap di Australia, setiap tahun saya pasti ikut berpartisipasi di acara kemerdekaan RI ini. Terakhir, di tahun 2019, saya sebagai organiser untuk acara Tujuhbelas Agustus di Brisbane, yang dilaksanakan tepat di tanggal 17 Agustus 2019, di Queen St Mall stage.

Acara berlangsung sangat meriah, terlebih acara ini ditujukan kepada publik Australia memperkenalkan mereka akan budaya bangsa Indonesia di tengah kota Brisbane. Bersama-sama semua tim komunitas Indonesia di Brisbane, acara perayaan Kemerdekaan RI berjalan sukses, komunikatif dengan penonton, dan kami tutup dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia bersama-sama. Ya, momentum yang sangat indah dan tidak akan pernah terlupakan sepanjang hayat.

A. Rasyid Noer: Kenanglah Selalu Para Pejuang Kemerdekaan
Saya lahiran sebelum kemerdekaan Republik Indonesia atau dalam masa penjajahan Jepang (1942-1945), Saya adalah putra daerah Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Dan ini kenangan saya saat 17-an di Tanah Air.

Semasa sekolah, menjelang pagi hari di tangggal 17 Agustus, setiap rumah maupun kantor instansi pemerintah telah mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Kemudian, di setiap sekolah dan instansi pemerintah menggelar upacara kenaikan bendera sambil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, mengajak seluruh rakyat Indonesia, di mana pun, menghentikan semua kegiatannya sejenak. Pada saat itu, kami berdiri tegak dan dengan khidmat menghormati upacara ini.

Tahun 1955, saya pindah sekolah ke ibukota Jakarta, dan setiap tahun, secara rutin, saya mengikuti upacara kenaikan bendera setiap 17 Agustus. Bagi saya, upacara ini selalu berlangsung khidmat, terutama jika Anda pernah mengikuti/menghadirinya di Istana Negara. Saya pernah, semasa masih SMA di tahun 1960, sebagai perwakilan semua sekolah di Ibukota. Selain saya, tentu saja upacara ini dihadiri oleh semua undangan VIP, pejabat instansi pemerintah, pasukan TNI/POLRI, semua perwakilan negara asing/diplomat. Kami mengikuti protokol kenegaraan, termasuk Paskibraka, dengan pimpinan komandan upacara adalah Presiden R.I.

Alhamdulillah, pada tahun 1980, saya dan keluarga hijrah ke Benua Kangguru, dan tinggal di kota Sydney. Hingga sekarang, saya tetap aktif mengikuti upacara 17 Agustus. Bagi saya, setiap upacara 17 Agustus yang saya ikuti selalu berkesan dan memberikan rasa haru. Saking terharunya, saya sampai menitikkan air mata. Terutama saat kita semua tunduk sejenak untuk mengheningkan cipta yang diiringi himne. Saat itulah kita semua diajak untuk mengenang arwah para pahlawan bangsa dan pejuang kemerdekaan yang gugur saat merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah. Bayangkan, selama lebih dari 350 tahun, mereka berjuang dengan gagah berani. Jangan pernah melupakan jasa mereka!

Perjuangan mereka melahirkan tanggal kemerdekaan, 17 Agustus 1945, di mana negara dan bangsa kita, Indonesia, dapat memproklamasikan kemerdekaannya oleh dua proklamator, Soekarno dan Hatta. Sejak itulah, Indonesia diakui oleh dunia sebagai negara berdaulat yang baru.

Alhamdulillah, tugas kita sebagai anak bangsa adalah mengisi dan memertahankan kemerdekaan, sekaligus tetap memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para para pahlawan kemerdekaan. Buat kita yang kini tinggal di luar negeri, baik yang masih WNI maupun sudah WNA, kita tetaplah orang Indonesia. Artinya, kita semua adalah duta bangsa Indonesia, atau tepatnya private Ambassador without pay.

Sejak tahun 2012, deklarasi Indonesia Diaspora Network (IDN) Global di Los Angeles telah diakui oleh pemerintah pusat R.I.. Deklarasi menyerukan agar kita tetap bersatu sebagai diaspora Indonesia, dapat menjaga nama baik Bangsa Indonesia, proud of our country, dan memertahankan/mengisi kemerdekaan R.I. untuk kesejahteraan semua anak Bangsa Indonesia di masa depan.

Terakhir, selamat menyambut HUT ke-75 Republik Indonesia. Semoga Indonesia tetap jaya. Salam merdeka dan salam diaspora! [IM]

Previous articlePemotongan Biaya Stamp Duty Bagi Pembeli Rumah Pertama
Next articlePeter Nugroho – The Outback Vet