Presiden Australia Indonesia Association (AIA) Mr Eric de Haas, menjadi tuan rumah pada malam presentasi Australia Indonesia Awards 2016 yang diadakan di Grace Hotel Sydney, Sabtu 12 Maret lalu.
Beberapa kata sambutan diberikan pada malam itu, diantaranya oleh The Hon John George Ajaka, Menteri NSW untuk Ageing, Disability dan Multikulturalisme yang menyatakan bahwa hubungan antar orang per orang merupakan dasar bagi pemerintah, bisnis dan hubungan lainnya antara kedua negara. Duta Besar H.E. Indonesia Nadjib Riphat Kesoema juga berbicara tentang hubungan Indonesia-Australia dan memuji AIA yang memulai acara penghargaan ini. Hadir juga pada malam itu Konsul Jenderal Indonesia Bapak Yayan Mulyana, dan Anggota NSW untuk Drummoyne, Mr John Sidoti.
Eric de Haas berbicara tentang konsep program “Australia Indonesia Awards” yang terinspirasi dari penghargaan “Australia of the Year”. Politisi dari kedua sisi politik telah berbicara mengenai kekuatan yang mendasari hubungan antara Australia dan Indonesia yaitu hubungan antar “orang per orang”. Dan ada banyak orang Australia dan Indonesia yang telah berkontribusi terhadap hubungan tersebut dengan cara mereka sendiri. Melalui “Australia Indonesia Award” ini diharapkan bisa mengenali dan menghormati mereka yang telah memberikan kontribusi.
Pada tahun kedua penghargaan ini, nominasi dibagi dalam tiga kategori; Bisnis, Komunitas, dan Kemanusiaan. Nominasi dilakukan oleh Panel Seleksi independen yang diketuai oleh Mr Bill Farmer AO, mantan Duta Besar untuk Indonesia. Panelis memilih tiga finalis di setiap kategori, dan pemenang di setiap kategori diumumkan pada malam presentasi.
Pemenang Australia Indonesia Awards 2016
Kategori Bisnis
Penny Robertson
Pada tahun 1996 Penny mendirikan Australian International School – Indonesia (AIS) dengan penekanan pada pemberian kurikulum kepada anak-anak penyandang cacat agar mereka dapat tergabung dalam kelas mainstream. AIS merupakan satu-satunya sekolah internasional di Indonesia yang benar-benar siap menerima siswa penyandang cacat dan telah menjadi sebuah sekolah
fokus untuk departemen pendidikan nasional Indonesia untuk mendemonstrasikan prinsip dan praktek kepada seuruh pejabat dan guru utama.
Penny memimpin kampanye internasional Down Syndrome agar tanggal 21 Maret bisa dijadikan sebagai World Down Syndrome Day (WDSD), dan dalam pidatonya dalam Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Cacat (UNCPRD) di New York pada 21 Maret 2012, Penny memberikan referensi pekerjaannya di Indonesia sebagai bagian dari permohonannya membentuk World Down Syndrome Day (WDSD).
Kategori Komunitas
Emma Larssen
Emma Larssen telah terlibat dalam surf life saving selama lima belas tahun di Australia sebelum pindah ke Bali sebagai Australian Youth Ambassador for Development untuk bekerja dengan Asosiasi Surf Life Saving Indonesia. Ia adalah anggota dari Cronulla Surf Life Saving Club di Sydney dan saat ini menjabat sebagai Asisten Sekretaris/Bendahara.
Bekerja dengan Asosiasi Surf Life Saving Indonesia, ia menjadi seorang pelatih utama dan penilai dalam pelatihan First Aid and lifeguard kepada lebih dari 1,000 regu penjaga pantai, staff, karyawan water park dan karyawan pencarian dan penyelamatan di seluruh Indonesia. Emma adalah finalis dalam Bali Women’s Role Model Awards tahun 2014 dalam kategori Kemanusiaan (Humanitarian) dan juga pemenang Bali Watermans Awards dalam kategori Mentor Olahraga Air.
Kategori Kemanusiaan
Jeanne Rini Poespoprodjo
Dr Poespoprodjo (Rini), adalah warga negara Indonesia yang telah menghabiskan 10 tahun terakhir untuk meneliti dan menerapkan perawatan malaria di Papua, salah satu provinsi termiskin dan paling terpencil di Indonesia di mana kematian ibu dan bayi cukup tinggi.
Menempuh pendidikan di Padjadjaran dan Universitas Gadjah Mada di mana ia mendapat gelar dokter dan dokter anak dalam kualifikasi medisnya, Rini kemudian melanjutkan ke University College di London untuk Master of Science di Kesehatan Ibu dan Anak sebelum menyelesaikan gelar PhD di Menzies School of Health Research (Menzies) di Australia (2008-2011). Pada tahun 2008, ia dianugerahi sebagai salah satu penerima beasiswa perdana Allison Sudradjat yang diberikan oleh AusAID (DFAT) untuk sarjana dan pemimpin yang luar biasa di kawasan Asia-Pasifik. Pada tahun 2010 ia menerima Appreciation Award dari Wakil Presiden Republik Indonesia untuk kontribusi yang luar biasa dalam program penelitian malaria.