Home News Community Learn As If You Were To Live Forever – Oleh Yoen Yahya

Learn As If You Were To Live Forever – Oleh Yoen Yahya

 

Perumpaan diatas ini dapat kurasakan saat berada diantara bapak dan ibu yang sudah lanjut usia tapi semangat belajarnya tidak pernah padam. Ilmu bagaikan binatang buruan, Pena adalah pengikatnya, maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.

Group kelas pencinta Bahasa Indonesia ini digagasi oleh ibu Sisi pada tahun 2013.
(Ibu Sisi adalah isteri dari Bapak Gary Jusuf, Konsul Jenderal masa itu). Baru pada awal tahun 2014 akhirnya kelas dimulai. Tiap hari Selasa, bertempat di Konsulat Jenderal RI, Maroubra dan diawali dengan 5 orang peserta. Pada saat Kasus Bali 9, KJRI sempat ditutup sementara waktu dan kelas dipindahkan ke rumah Ibu Lyndal Moore secara bergantian dengan Bapak David Wormleaton.

Pada 22 Januari 2019 kelas ini kehilangan salah satu peserta terbaiknya. Ibu Lyndal Moore telah pergi karena kanker. Pencinta Indonesia ini setiap tahun selalu meluangkan waktunya mengunjungi pulau-pulau di Indonesia sebagai bahan tulisannya dalam Bahasa Indonesia untuk dibahas di kelas. Bahkan sesaat sebelum meninggal beliau sempat minta diantar suaminya Ross Fitzgerald ke Bali. Selain itu banyak juga kontribusinya pada acara-acara yang diadakan oleh Dharma wanita Persatuan Konsulat Jenderal RI Sydney dan pernah ikut memperagakan baju batik

Tahun 2021 kelas ini sudah memasuki tahun ke 7 dan semakin berkembang berkat kegigihan Ibu Erna Tan. Dalam usianya yang menginjak 80 tahun, sosok yang saya kagumi ini tidak pernah mengenal kata “GIVE UP”.

Sebagai pendidik yang punya segudang pengalaman, beliau menguasai 7 bahasa secara fasih yaitu Bahasa Inggris, Mandarin, Latin, German, Perancis, Jepang, Belanda. Tidak disangsikan juga jiwa pendidik dan kesabaran beliau, apalagi dengan peserta kelas yang sebagian besar berwarga negara Australia yang usianya rata-rata diatas 60 tahun dan membutuhkan kesabaran ekstra.

Perjalanan jauh tidak menyurutkan langkah untuk menimba ilmu, contohnya ibu Jill Sutanto yang harus berangkat lebih pagi dengan menggunakan transportasi publik (kereta api dan bus) dari Bowral yang berjarak 114 km dari Sydney agar dapat tepat waktu sampai ke Maroubra.

Akibat adanya Covid-19 di awal tahun 2020, Sydney mengalami lockdown. Dengan ijin dari Konsul Jenderal Bapak Heru Subolo dan dukungan dari Bidang Penerangan KJRI Sydney, sistem ajar mengajar dilakukan via zoom yang diprakasai oleh Alan White, Greg Reading dan Chris Curtis sebagai host. Tahun 2021 Allan White menggantikan posisi sebagai host.

Dengan adanya sistim belajar via zoom, Jill Sutanto dari Bowral dan Robert Thurlow dari Central Cost dapat tetap mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan.

Bermacam latar belakang dan pengalaman peserta kelas ini menjadi satu kelompok belajar yang sangat menarik.

Chris Curtis aktif dalam Rotary Club dan sering dikirim ke NTT untuk memberikan penyuluhan kepada para petani mengenai pertanian dan sistim pengairan air bersih.

Alan White adalah Professor Matematika yang pernah mengajar di Asia Tenggara khususnya Jogyakarta.

Colin Small mengajar Bahasa Inggris di NTT dan sekaligus menggunakan kesempatan belajar melukis di Bali.

Robert Thurlow yang berdiam di Central Coast, seorang pendeta yang memberi kuliah Teologi dalam Bahasa Indonesia via zoom bagi calon evangelist di Bandung.

Anthony Liem, banyak menulis tentang sejarah Indonesia dan Michael Kramer. Keduanya aktif di Australia Indonesia Association of NSW. Banyak peserta lainnya yang juga mempunyai kesan tersendiri yang mendalam mengenai Indonesia.

Jerih payah ibu Erna yang rela traveling dari kediaman beliau di Ryde tidak sia-sia dan telah membuahkan hasilnya dan patut mendapat penghargaan. Beberapa anak didiknya bahkan fasih berbahasa Indonesia dengan baik dan mampu menerjemahkan artikel dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Semoga ini bisa menjadi inspirasi dan membangkitkan semangat masyarakat Indonesia di Australia untuk lebih giat mempromosikan bahasa dan kebudayaan Indonesia. Every good citizen adds to strength of a nation.

Berada diantara mereka bagaikan magnet, membuat kita ikut terbawa berlomba lomba membekali dengan ilmu. Kesempatan memperbaiki bahasa Inggris saya yang masih begitu minim dengan berdialog dengan mereka. Selain itu sambil menambah ilmu, bersosialisasi mencegah dementia, melatih otak agar terjaga dari Alzheimer.

Hubungan erat yang terjalin saat saya masih bekerja, tetap berlanjut sampai sekarang, bahkan ibu Erna tidak bosan-bosannya mengirim info penting dan progress kemajuan dengan bertambahnya jumlah kelompok belajar ini.

Kelas ini sekarang sudah mempunyai 20 orang peserta. Hadirnya Bapak Stephen Dharmanto pada tahun 2019, seorang pengajar yang sudah berpengalaman, sangat membantu kelompok belajar ini menjadi lebih efisien dan fokus. Kelas dibagi menjadi dua kelompok. Bagi yang sudah lancar dibawah bimbingan Bapak Dharmanto pada jam pertama. Setelah itu semua peserta bergabung pada jam kedua dengan program listening skills dan tanya jawab kejadian sehari-hari.

Tanggal 23 Februari, dengan peraturan yang memperbolehkan gathering hingga 30 orang, maka kelas yang diadakan di Konsulat Jenderal RI di Maroubra tiap hari Selasa pun dimulai lagi, yang sekaligus mengawali pertemuan awal tahun 2021. Salut akan kemauan belajar mereka, masing-masing sudah menyiapkan bahan diskusi sebelum kelas dimulai, sehingga waktu 1,5 jam dapat dipergunakan sebaik-baiknya, lebih hidup dan bersemangat.

Untuk merayakan pertemuan awal tahun 2021, acara berlanjut dengan makan siang bersama di Indo Rasa. Hheeem… ternyata mereka tidak saja mencintai Bahasa Indonesia, bahkan sangat paham akan masakan Indonesia dan kebudayaan Indonesia. Terbukti dari jenis makanan yang dipesan, ada terong Belado yang cukup pedas hingga kangkung. Merekapun selalu hadir pada acara kesenian Indonesia.

Melihat semangat mereka (warga negara Asing) yang memperdalam bahasa yang bukan bahasanya, saya mempunyai harapan yang tinggi agar semua warga negara Indonesia dimana pun berada dapat mempertahankan, bangga akan Bahasa dan Budaya negaranya. [IM]

A nation’s culture resides in the hearts and the soul of its people.

Exit mobile version