Home News Community Awas! Ada Pamer Yang Terselubung

Awas! Ada Pamer Yang Terselubung

Awas! Ada Pamer Yang Terselubung

Sejak populernya media sosial, banyak orang seolah tak sungkan lagi membagi kehidupan pribadinya ke publik. Apa saja dirasa penting untuk dibagikan ke media sosial. Rasanya seluruh dunia harus tahu apa yang kita lakukan atau apa yang kita miliki. Media sosial memang memberi ruang bagi kita untuk menunjukkan siapa kita. Sebagian orang menyebut kebiasaan senang posting kehidupan pribadi, termasuk barang-barang yang kita punyai, sebagai perilaku pamer dan narsistik. Di lain pihak, banyak juga orang yang menganggap sah-sah saja jika ada yang mengekspos kehidupan pribadinya di akun miliknya.

Saat sedang bermain media sosial biasanya menulis status atau mengunggah foto disertai dengan keterangan menjadi dua hal yang paling banyak dilakukan. Jika Anda termasuk yang sering membuka media sosial, Anda pasti pernah menjumpai kata-kata seperti ini,

“Capek banget bolak-balik Indonesia-Aussie. Tapi namanya juga kerjaan, mau gimana lagi.”

“Akhirnya, udah pulang ke Jakarta. Capek juga liburan seminggu di Singapore.”

“Capek banget kerjaan kaya gini muter-muter terus, tapi ya gimana lagi?” (mengunggah foto seseorang yang duduk di pesawat dengan kursi business class).

“Untung cuma tergores sedikit aja, terima kasih Tuhan…” (mengunggah foto jarinya yang terluka namun di salah satu jarinya, melingkar cincin bertahtakan berlian satu karat).

Beberapa contoh yang tertera di atas merupakan humblebrag. Humblebrag adalah seni kerendahan hati yang palsu. Menurut Kamus Oxford pengertian Humblebrag adalah: “Make an ostensibly modest or self-deprecating statement with the actual intention of drawing attention to something of which one is proud”. Atau jika diterjemahkan secara bebas humblebrag adalah cara atau trik untuk memamerkan sesuatu tanpa terlihat pamer. Sehingga seringkali disertai kata atau kalimat yang merendah.

Menurut psikolog, Vera Itabiliana, humblebrag adalah sikap menyombongkan diri secara terselubung. Dimana seseorang yang melakukan humblebrag biasanya mengatakan suatu kalimat yang saling bertolak belakang dengan niat aslinya. Kalimat atau ungkapannya seolah merendah tentang suatu hal yang membanggakan tapi tujuan sebenarnya adalah untuk mendapatkan perhatian.

Kata humblebrag ini mulai dikenal di tahun 2010 oleh Harris Lee Wittels, seorang komika dari Amerika Serikat. Ketika itu, Wittels sering melihat tingkah laku dari para selebriti cantik dan kaya yang berasal dari Hollywood. Mereka mencoba hidup seperti halnya rakyat biasa. Berjalannya waktu dan semakin banyaknya media sosial saat ini, humblebrag tak sebatas pada tingkah laku. Postingan di media sosial juga termasuk di dalamnya.

Peneliti dari Harvard Business School di tahun 2015 sudah membuat sebuah penelitian untuk mencari efek dari humblebrag terhadap interaksi manusia. Dilansir dari artikel Study: “On social media, nobody likes the ‘humblebrag” yang dikeluarkan oleh BetaBoston. Hasil dari penelitian tersebut adalah kalimat yang bisa mengungkapkan kesombongan ternyata jauh lebih disukai. Lebih jauh dari hasil penelitian, humblebraggers yang ternyata dibenci oleh banyak orang ini, akan semakin tak disukai ketika mereka memang dengan sadar diri menyatakan dengan terang-terangan diri mereka sebagai pelaku humblebrag. Misalnya, dengan selalu menyertakan tagar humblebrag pada posting-an mereka.

Sezer yang merupakan salah satu anggota peneliti menyebutkan jika media sosial adalah salah satu alat untuk dapat mempromosikan diri atau mencitrakan diri dengan alasan apapun. Jadi, sebaiknya digunakanlah secara bijak. “Cara terbaik untuk dapat mempromosikan diri ialah dengan menjauhi sifat itu (humblebragging),” ujar Sezer. “Jangan sampai kita nanti menjadikannya kebiasaan atau bahkan berbangga untuk melakukannya. Atau kalau pun ada yang memuji biarkanlah orang lain yang melakukannya untuk Anda,” tambahnya.

MENGAPA MELAKUKAN HUMBLEBRAG?

Selalu ada alasan dibalik sikap seseorang, begitu juga dengan humblebrag ini. Orang yang melakukan humblebrag atau sebaliknya didasari karena ingin merasa dihargai dan penting. Para humblebraggers ini ingin orang lain memberitahu bagaimana terkesannya mereka atas setiap bentuk pencapaian. Dan ketika dunia nyata tidak juga memberikan cukup pujian, beberapa orang membawa harapannya ke dunia virtual. Harapannya tetap sama, yaitu ingin dihargai atau mendapat perhatian. Urusan menyombongkan diri sangatlah rumit. Dalam dunia nyata, kita bisa melihat bagaimana orang bereaksi terhadap kesombongan. Di situs jejaring sosial, tanpa interaksi tatap muka, kita tidak perlu mengindahkan isyarat sosial, tidak ada keterlibatan pandangan atau mata yang memicing.

Untuk menelusuri semua itu, kita mungkin (sadar atau tidak sadar) mencoba untuk menetralisir potensi citra diri sebagai egosentris, narsis, atau keduanya dengan cara humblebrag seperti komentar mencela diri sendiri atau penyangkalan, berharap bahwa teman-teman jejaring sosial tidak akan mendeteksi kesombongan atau setidaknya tidak akan tersinggung dengan hal itu. Disadari atau tidak, kita menjadi gugup mengenai bagaimana kita akan dianggap oleh orang lain.

Nah, alasan karena ingin dianggap penting juga hebat serta ingin diperhatikan itulah yang menjadi salah satu alasan seseorang bersikap humblebrag. Sayangnya, jika pelaku humblebrag tidak direspon, maka ia akan semakin berusaha untuk terus diperhatikan. Ia bisa semakin sering melakukan humblebrag atau mencari komunitas lain yang dapat memberikannya perhatian. Lantas, adakah manfaatnya bersikap humblebrag untuk diri kita? Jelas tidak, karena sombong bukanlah hal yang positif. Alangkah lebih baik apabila sikap sombong dan humblebrag ditinggalkan, karena sikap tersebut dapat menimbulkan rasa kesal dalam diri orang lain. Jika Anda kira merendah untuk menyombongkan diri adalah sikap terbaik, nyatanya sebagai usaha untuk menampilkan citra diri yang terlihat positif, humblebrag ternyata sama sekali tidak efektif.

Exit mobile version