Warisan Sastra Indonesia

466
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Foto: Kiri ke Kanan: Tristan Senoaji (coach), Reinalya Audie Nugraha, Brandon Niko Lie, Anthony Boenjamin, Elizabeth An, Raissa Senoaji (coach).

Rupanya, minat membaca, terutama karya sastra, anak-anak Indonesia masih bisa dibanggakan. Lewat kompetisi internasional Kids’ Lit Quiz, mereka membuktikannya.
Mengapa, sih, mereka begitu doyan baca? Jawabannya mungkin bisa menginspirasi kita semua.

Para pemenang World Final Kids’s Lot Quiz yang diselenggarakan di Canberra, Australia bulan lalu, masih sangat muda. Bersama kedua pelatih mereka yang juga remaja–Raissa (14) dan Tristan Senoaji (15) , Anthony Boenjamin, Brandon Niko Lie, Elizabeth An, Reinalya Audie Nugraha adalah nama-nama yang membanggakan Indonesia di bidang pembaca sastra.

Para remaja ini seolah memberikan semangat kepada anak-anak Indonesia lainnya yang ingin terus maju dalam bidang literatur, memberi inspirasi kepada para guru dan orang tua yang ingin mendukung anak-anak mereka dalam membaca. Apa sajakah harapan mereka untuk anak-anak Indonesia untuk terus berkembang dan meneruskan warisan membaca yang sangat penting ini ini. 

Bagaimana buku-buku yang kalian baca memengaruhi pola pikir dan perilaku kamu dalam hidup ini, termasuk kompetisi yang kalian ikuti?

Raissa: Menurutku, karena buku adalah barang yang timeless, saat kita membaca karya dari beberapa abad lalu, piiran kita jadi terbuka pada kehidupan dari masa lalu yang sangat berbeda. Ada juga hal-hal yang memang tidak benar-benar berubah. 

Contoh, karya Oscar Wilde The Picture of Dorian Gray yang belum lama ini kubaca membuat pikiranku benar-benar terbuka akan bagaimana orang-orang di masa itu berpikir dan saat ini kita hidup di masa yang lebih berpikiran terbuka. Buku itu berdampak bagiku, terutama saat membaca buku-buku bersejarah dari tahun 1800-an atau sebelumnya. 

Anthony: Buatku, setelah membaca banyak buku bergenre fantasi, seperti Howl’s Moving Castle oleh Diana Wynne Jones dan The Hobbit oleh J.R.R. Tolkien, pikiranku benar-benar berubah dalam hal imaginasi dan kreativitas. Buku tersebut memberikanku ide-ide baru terutama saat aku menulis cerita. 

Reina: Menurutku, buku-buku yang kubaca membentuk mentalitasku. Contoh, The Hunger Games oleh Suzanne Collins. Meskipun nasib Katniss sangat amat tidak beruntung–dia kehilangan ayahnya, dia harus dalam situasi hidup atau mati–dia masih dapat berjuang dan mencoba untuk mencari cara baru supaya tetap dalam aturan, dan pada akhirnya berakhir dengan kemenangan, dan mendapatkan yang ia inginkan. Menurutku, meskipun buku ini bergenre distopia, Hunger Games mencerminkan masyarakat saat ini. Aku juga lebih jadi lebih paham cara kerja dunia. Walaupun kehidupan sepertinya lebih baik dari yang lain, ada banyak hal yang terjadi.

Apa pesan-pesan dan dorongan kalian untuk anak-anak Indonesia yang ingin naik tingkat ke bacaan seperti bacaan kalian? 

Raissa: Jadi, Kids’ Lit Quiz memang tidak begitu dikenal di Indonesia dibandingkan di negara lainnya. Indonesia hanya memiliki 30 tim tingkat nasional, sedangkan Australia atau Selandia Baru memiliki sekitar 300-500 tim nasional. Namun, aku tahu banget bahwa pasti ada banyak anak di Indonesia yang cinta membaca sepertiku. Itu sebabnya, aku ingin menang supaya bisa menginspirasi anak-anak lain untuk ikut Kids’ Lit Quiz dan mungkin bisa menumbuhkan minat baca pada anak-anak yang nggak suka membaca. Karena, membaca adalah hobi yang menyenangkan dan sangat membantu dalam kehidupan kita, baik saat bersekolah maupun tumbuh dewasa.

Tristan: Untuk anak-anak di luar sana yang suka banget membaca, saranku, bacalah terus karena membaca adalah keahlian yang luar biasa. Sebuah hobi yang memberikan kalian banyak sekali manfaat. membaca membuat kalian dapat mengepreksikan diri, imajinasi, dan sangat amat bermanfaat untuk masa depan. Jangan dengarkan mereka yang bilang berhenti membaca.
Kalau kamu suka, lakukanlah dan lakukanlah yang terbaik.

Elizabeth: Biasanya, orang dibilang smart karena suka matematika atau sains, dan nggak ada yang bilang pintar karena hobi baca atau Bahasa Inggris. Dan, kapan pun orang membaca, seperti yang terjadi padaku dan Anthony, pasti dicap nerds di sekolah. Menurutku, baca saja terus karena membaca sangat membantu kamu. 

Anthony: Setuju! Walaupun dicap nerds oleh semua orang, jangan dengarkan mereka. Baca terus. Dan, kalau kamu ingin ikut Kids’ Lit Quiz, good luck! 

Brandon: Menurutku, semua pengalaman ini sangat menarik dan sangat amat berkesan buatku. Anak-anak yang suka membaca, kalau mereka mendapat kesempatan, ikutlah bersama kami di Kids’ Lit Quiz karena, siapa tahu, kamu menjadi pemenang berikutnya! Apa pun dapat terjadi. Ambillah kesempatannya!

Reina: Pesanku untuk anak-anak di Asia yang ingin membaca: aku tahu bahwa, khususnya di Asia, membaca sering disangkutkan ke cap “orang aneh”. Padahal kenyatannya nggak. Membaca itu sangat menyenangkan. Dan, sejujurnya, abaikan saja mereka yang suka berkomentar nggak baik. Kalau dulu mendengarkan mereka, aku nggak mungkin ada di sini saat ini memenangkan World Final. Juga, meskipun ada banyak gawai dan perangkat digital, kita hanya perlu satu-dua jam saja untuk membaca setiap hari dan mendapatkan cerita-cerita baru. 

What are your hopes for the future of books and literature in Indonesia?

Raissa: Aku harap, ada banyak sekolah yang menyediakan waktu membaca dan mempromosikan membaca sebagai aktivitas. Pasalnya, banyak sekolah di Jakarta hanya memfokuskan kemampuan anak untuk menguasai matematika dan sains. Banyak temanku yang berpikir bahwa Bahasa Inggris adalah hanya pelajaran yang harus diambil, yang mereka nggak suka. Aku juga berharap, ada lebih banyak anak lagi yang menyukai buku dan membaca. Belajar sastra adalah bagian penting tapi hanya untuk kecerdasan, juga dalam kehidupan bersekolah. Harus ada yang menyeimbangkan matematika dan sains di otak kita. 

Tristan: Menurutku, orang meremehkan anak-anak Indonesia dalam hal berapa banyak buku yang dibaca dan seberapa banyak yang mereka tahu. Kami memenangkan Kids’ Lit Quiz membuktikan bahwa ada banyak potensi dalam diri anak-anak. Kami hanya memberikan mereka kemampuan dan kesempatan yang sepadan untuk dapat mengekspresikan diri. Mudah-mudahan, sekolah dapat terus mengembangkan kurikulum sastranya agar dapat memperkenalkan anak-anak ini genre, buku, dan penulis yang berbeda-beda. Juga, semoga Indonesia dapat memenangkan Kids’ Lit Quiz lagi di masa depan.

Raissa dan Tristan, sebagai pelatih, nasihat apa yang kamu ingin sampaikan kepada pelatih, guru, dan orang tua lainnya, yang ingin sekali menginspirasi dan mendorong anak-anak mereka menumbuhkan kecintaan membaca dan bacaan mereka menjadi inspirasi seperti yang kalian alami?  

Raissa: Menurutku, jika Anda sedang menyiapkan anak Anda untuk mengikuti Kids’ Lit Quiz, sebaiknya jangan terlalu sibuk dalam persiapannya, karena membaca seharusnya adalah hal yang dapat dinikmati. Kalau kita memberikan banyak banget buku sebagai tugas begitu saja, menurutku, sih, mereka akan ‘eneg’ juga. Persiapan haruslah menyenangkan, berikanlah mereka kesempatan untuk membaca saat pulang sekolah, dan jangan ditekan terlalu banyak.

Untuk orang tua yang ingin membantu anak-anaknya membaca, penting untuk tahu apa yang anaknya inginkan dan sukai. Mulailah dengan buku atau topik yang Anda sukai. Contoh, orang yang suka sejarah akan lebih suka buku non-fiksi atau perang dan pengalaman. Jadi, kita bisa mulai yang kita sukai. Begitu jadi kebiasaan, kamu akan mulai mengeksplorasi genre-genre lain, dan lalu membaca menjadi hal yang menyenangkan. 

Untuk para guru yang ingin melatih murid-muridnya ikut Kids’ Lit Quiz, Anda harus tahu banyak sekali buku. Anda harus riset secara teratur buku-buku yang muncul dalam kuis. Biasanya, buku-buku pemenang penghargaan, seperti Newbery Medal dan Carnegie Medal. Hal itu akan memperluas wawasan pengetahuan Anda juga yang ingin Anda baca di kemudian hari. Setelah ikut dan melatih di kompetisi ini, aku riset begitu banyak buku yang kuingin baca, ada yang pernah kubaca juga. Jadi, benar-benar memperluas wawasan kita, bukan hanya mereka yang ikut bertanding. Sebagai pelatih, kita juga belajar banyak sekali. 

Tristan: Sebagai tambahan, di luar Kids’ Lit Quiz, untuk anak-anak di luar sana, dan semua orang tua yang ingin anak mereka suka membaca, jangan pernah memaksa anak untuk membaca. Membaca harus bisa dinikmati. Membaca harus disukai, daripada hanya sekadar dililhat sebagai tugas sekolah PR yang diberikan oleh orang tua. Membaca buku tertentu juga tidak boleh dipaksakan. Yang terbaik adalah menyediakan buku-buku untuk mereka dan membiarkan mereka mengeksplorasinya, karena membaca sejatinya adalah eksplorasi.

Ini adalah dunia yang dilihat secara pribadi. Membaca menggunakan imajinasi diri sendiri, bukan orang lain. Jadi, kalau Anda ingin anak Anda suka membaca, bagus dalam membaca, Anda harus membiarkan mereka mengasah kepandaian itu sendiri karena membaca adalah kepandaian yang kita pelajari dan diadopsi untuk diri sendiri, bukan diberikan oleh orang lain. 

Raissa: Satu hal lagi, semoga Indonesia dapat meneruskan warisan tim yang dipimpin oleh pelajar. Mungkin setelah tahun ini, beberapa anggota kami akan berusia lebih dari 14 dan melewati usia 11-13 tahun yang menjadi kualifikasi Kids’ Lit Quiz. Kami harap, anggota kami tersebut dapat menjadi pelatih berikutnya, menggantikanku dan Tristan.

Kami ingin hal ini menjadi program berkelanjutan, yaitu para partisipan menjadi pelatih. Meskipun ada yang bertanya, “Oh, kok, bisa, sih jadi pelatih di usia yang sangat muda?”. Menurutku, apa yang tahu bisa jadi lebih banyak daripada mereka yang usianya di atas kami sedikit karena pengalaman kami membaca begitu banyak buku. Pendapatku, ada pengalaman yang sangat bermanfaat bagi pelajar yang menjadi pelatih. Semoga warisan pelatih pelajar ini terus berlanjut di Indonesia, dan mungkin di seluruh dunia. [IM]

Previous articleDirgahyu RI ke-79. Apakah Indonesia Mencintaiku?
Next article15 Tahun Shalom Sussex Street, CBD