Home Series Indomedia 101 Tokoh-Tokoh Penting Aborigin Dalam Sejarah

Tokoh-Tokoh Penting Aborigin Dalam Sejarah

David Unaipon

Mendapat julukan “Australian Leonardo da Vinci”, David menciptakan beberapa alat inovatif seperti helikopter rotor yang terinspirasi dari bumerang dan sheep shear (alat untuk mencukur domba). Padahal, dulunya, David hanya bekerja sebagai pelayan sebelum menjadi pencatat keuangan lalu inventor. 

Kemudian, ia juga menjadi penulis Aboriginal pertama yang menerbitkan tulisannya dalam bahasa Inggris. Ia dikomisi oleh University of Adelaide untuk menulis buku seputar para legenda Aborgin. Unaipon juga aktif dalam politik yang berhubungan dengan semua yang terkait dengan Aborigin dan kedamaian antara orang Australia aborigin dan non-aborigin. Pada tahun 1953, ia diberikan medali koronasi saat merayakan kenaikan takhta Ratu Elizabeth II. Tapi, mungkin yang paling hebat adalah bagaimana dia menjadi tokoh yang ditampilkan di uang $50 kita!

 

Lowitja O’Donoghue CBE AO

Umur dua tahun, Lowitja diganti namanya menjadi Lois oleh orang-orang kulit putih yang mengambilnya dari keluarganya. Tiga puluh tiga tahun berlalu sampai Lowitja kembali bertemu dengan ibunya sendiri. Pengalaman ini mencerminkan pengalaman lebih banyak lagi anak-anak yang menjadi bagian dari the stolen generation. Lowitja menyadari rasisme yang ada di Australia saat itu ketika aplikasinya untuk pelatihan keperawatan di Royal Adelaide Hospital. 

Tidak menyerah, ia pun ikut program Aborigines Advancement League yang berjuang untuk kesamarataan. Di tahun 1954, O’Donoghue menjadi Aboriginal trainee pertama dan dimulailah pelayanannya sebagai seorang perawat. Bukan hanya di Australia, Lowitja juga berangkat ke India, di mana dia melihat bagaimana rasisme terhadap penduduk lokal juga ada di luar Australia. Perjuangannya membawanya menjadi bagian dari banyak organisasi yang berjuang melawan ketidakadilan sosial yang ada. Di tahun 1998, Lowitja diberikan gelar National Living Treasure dan dijadikan Companion of the Order of Australia. Seorang anak yang dulu ditolak kini mengumpulkan lima honorary doctorates dari lima universitas Australia.


Vincent Lingiari

Awal mula perjalanan aktivisme Vincent Lingiari adalah dari memperjuangkan kesetaraan gaji bagi para pekerja aborigin. Vincent memimpin 200 pekerja untuk melakukan protes damai yang dikenal sebagai “Wave Hill Walk-Off”. Namun, dengan banyaknya ketidakadilan yang mereka alami, protes ini berkembang menjadi sesuatu yang lebih besar, yaitu pengembalian hak milik tanah bagi masyarakat Gurindji. Slogan 

“We want to live our land, our way” dikumandangkan selama 9 tahun sebelum mereka akhirnya berhasil memeroleh hak memiliki tanah rumah mereka sendiri. Sampai akhirnya, Vincent Lingari jugalah yang mewakili masyarakat Gurindji saat Perdana Menteri Gough Whitlam memberikan hak tersebut. Momen bersejarah ini dikenang saat PM Whitlam secara simbolis memberikan segenggam tanah ke tangan Lingari sebagai tanda bahwa tanahnya dikembalikan kepada masyarakat Gurindji. Diabadikan di lukisan, momen ini dipajang di Old Parliament House of Australia, di mana Lingiari diberikan penghargaan sebagai Member of the Order of Australia.

 

Neville Bonner

Orang Aboriginal Australia pertama yang menjadi anggota parlemen, Bonner merepresentasikan negara bagian Queensland di senat sebelum menjadi bagian parlemen oleh popular vote. Bonner adalah seorang tetua dari masyarakat Jagera yang dilahirkan di pulau kecil di Tweed River di NSW. Keunikan Nevilla Bonner adalah karena identitasnya sebagai aktivis pribumi dan seorang political conservative. Dia adalah satu-satunya suara yang menentang undang-undang untuk mengijinkan pengeboran di The Great Barrier Reef pada tahun 1981. Sebelum menjadi politisi, Neville merupakan produsen bumerang dan salah satu bumerangnya sekarang menjadi koleksi di Museum of Australian Democracy.

 

Shirly Coleen Smith

Dikenal sebagai “Mum Shirl” di komunitas aborigin, Shirley memulai kegiatan welfare-nya setelah saudaranya masuk ke penjara dan menyadari bagaimana kebanyakan 

napi tidak pernah mendapat kunjungan. Setelah beberapa lama mengunjungi tahanan lain dengan mengaku sebagai ibu mereka, The Department of Corrective Services mengijinkannya mengunjungi semua narapidana. Di luar penjara, Mum Shirl berlaku sama, menawarkan bantuan ke orang-orang aborigin di sekitar Sydney. Ia seringkali membantu menemukan tempat tinggal, makanan, dan pertemanan bagi mereka yang baru tiba di kota Sydney. Ia pun bekerja tanpa lelah bagi yang vulnerable termasuk anak-anak, ibu tunggal, alkoholik, dan lain-lain. Selama hidupnya, ia membuka rumahnya sendiri bagi lebih dari 

60 anak dan dia pun seringkali hidup dalam kemiskinan. Mum Shirl sendiri sebenarnya memiliki penyakit epilepsi yang dulu belum ada pengobatannya. Tetapi, hal itu tidak mencegahnya untuk belajar 

16 bahasa aborigin yang berbeda, mengijinkannya untuk berkomunikasi dengan banyak kaum aborigin. [IM]

 

 

Exit mobile version