Tantangan Ibu Masa Kini

910
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Di setiap generasi, biasanya sosok ibu adalah pekerja keras. Kenyataan ini tak terbantahkan. Namun, di masa kini ada perbedaan. Para ibu muda memiliki kehidupan yang berbeda daripada ibu dan nenek kita. Zaman modern ini memberikan tantangan tersendiri. 

Moms: The Past Years
Waktu saya lahir dulu (awal 70-an), nenek saya naik kapal laut dari Pulau Bangka ke Jakarta untuk membantu mama mengasuh saya selama sebulan dan putrinya. Ketika suami saya lahir pun, neneknya, yang tinggal tak jauh dari rumah keluarga, bolak-balik hampir setiap hari untuk mengasuh cucu lelaki pertamanya itu sembari tak lupa membawa masakan rumahan. Ayam arak tak pernah absen agar pemulihan putrinya bersegera.

Mama saya bercerita, walau ia–anak keempat–lahir, neneknya datang dan tinggal bersama mereka untuk mengasuh ketiga kakaknya agar ibunya bisa fokus mengurus bayinya yang baru dan bisa beristirahat dengan baik. Semua bantuan ini tidak diminta. Semua nenek berasumsi sama:
putri/anak ipar mereka perlu bantuan. Inilah yang dilakukan oleh banyak orang tua.

Umumnya, kita yang besar di tahun ’70, ’80, dan ’90-an ingat akan main di luar rumah, main ke rumah anak tetangga, dan turut diasuh oleh mereka yang pernah tinggal di rumah (tante/nenek/om/mbak/bahkan ibu tetangga) dan ikut diantar ke sebuah acara oleh orang tua teman (biasanya sekalian diantar dalam satu kendaraan).

Mama juga bercerita hampir setiap orang di satu RT itu ikut membantu sebuah keluarga yang baru memiliki bayi atau ditimpa kemalangan; tidak ada yang saling membedakan, juga tidak ada tekanan harus mengantar anak ke sekolah berjalan kaki, dan memberi makan serba organik tiga kali sehari. Makanan siap saji (sesekali) dan makan di depan TV oke-oke saja. Orang tua yang liburan tanpa anak (karena ada mbak atau nenek) juga nggak disirikkin.

Anak-anak usia 7 tahun bisa main dengan aman di taman RT dan tidak ada hukum tentang batas usia anak yang ditinggalkan sendirian di rumah.

Oh, yeah, ibu-ibu masa itu tentu saja punya tantangannya sendiri. Tak peduli kapan waktunya, tentulah ada tantangannya. Hanya karena kehidupan kita sekarang berbeda, dan keliatannya semuanya lebih mudah, tidak berarti tidak ada tantangan, lho. Jadi, para ibu di masa lalu pun pun memiliki hal-hal yang “lebih mudah”.

Moms: The Present Years
Ibu masa kini (juga) melahirkan, pulang dari rumah sakit keeseokan harinya, dan langsung siap beraktivitas, bikin makan siang dan menyiapkan anaknya yang lebih besar ke sekolah.

Ibu masa kini berusaha memiliki waktu sebanyaknya agar mereka dapat meluangkannya bersama anak-anak sebelum pergi bekerja.

Ibu masa kini memiliki orang tua yang juga punya kegiatan sendiri: bekerja, bepergian, atau berteman. Para kakek nenek masa kini umumnya tidak lagi berasumsi harus membantu putri/putra mereka yang baru memiliki bayi.

Menurut Dr. Harvey Karp, “Wanita modern tidak lagi harus merepotkan diri. Saat ini, kita tidak lagi memiliki struktur keluarga dan tetangga yang sama… Berat memang, dan setiap wanita harus bisa memberi ruang istirahat bagi dirinya sendiri.”

Pernyataan Dr. Karp tidak mengatakan bahwa generasi sebelumnya para wanita bisa nyantai setelah memiliki anak karena banyak yang membantu tanpa diminta dan tanpa biaya. Pernyataan itu dengan jelas menegaskan adanya perbedaan di banyak aspek, khususnya harapan yang kita berikan pada diri sendiri untuk membangun karier, mengikuti semua kegiatan anak(-anak), dan menjadi orang yang mengawasi semuanya di dalam keluarga. Ditambah lagi dengan tekanan dari luar rumah, ibu masa kini akan merasa harus melakukan lebih banyak hal tanpa bantuan. Sebuah hal yang mustahil. Karena hal itu akan membuat para ibu masa kini merasa sendirian dan terisolasi. 

Lingkungan yang Membantu
Banyak wanita tidak memiliki lingkungan yang membantu, seperti yang disebutkan oleh mamaku. Tidak ada lagi anak yang bermain aman di luar sampai menjelang malam.

Waktu-waktu khusus “family time” setiap hari juga banyak hilang. Waktu-waktu itu kini digantikan dengan berada di mobil menuju acara olahraga atau hiburan. Family times digantikan dengan bekerja agar tagihan dapat terbayar dan tenggat waktu terselesaikan–juga self-care!

Bukan artinya kehidupan masa kini mengerikan, ya. Kita wajib bersyukur bahwa anak-anak mendapat kesempatan dan kita memiliki kemudahan hidup, seperti belanja grosir online, mengecek nilai anak-anak online, dan memiliki akses ke pil KB.

Ya, generasi-generasi sebelum kita tidak memiliki kesitimewaan itu, tapi standar kita dalam membesarkan anak, menangani karier, seberapa dalam keterlibatan kita dalam kehidupan anak semakin tinggi.

Hanya saja, tidak banyak ibu masa kini memiliki lingkungan yang mendukung itu — karena setiap orang juga disibukkan dengan kegiatan anak-anaknya, tak ada waktu dan ruang untuk anak tetangga. Kita, umumnya, tidak memiliki orang tua yang bisa membantu karena mereka sendiri masih bekerja dan tidak ingin peran “grandparent” mendikte hidup mereka. Selain itu, tuntutan untuk “being present” juga memberi tekanan tersendiri. Iyalah, siapa juga yang menginginkan kehadiran kita tanpa 100% hati kita berada di tempat sama?

Tambahan lainnya yang mungkin tidak perlu–tapi tetap mengganggu–adalah tingginya tuntutan kita pada diri kita sendiri. Kita merasa malu dengan komentar orang lain tentang cara kita memberi makan anak, seberapa sering kita mengajak anak pergi liburan, atau memberikan anak mengecat rambutnya jadi biru. Data menunjukkan bahwa 62% rumah tangga memiliki ayah dan ibu yang bekerja dibandingkan dengan 27 tahun lalu yang hanya 51%, dan 31% di tahun 1996.

Melihat kenyataan di atas, sebaiknya kita tidak keras pada diri sendiri. Kita hanya perlu menyadari bahwa standar “modern motherhood” ini sampah – sekaligus melelahkan!

Lakukan saja apa yang bisa kita lakukan, dan hal itu lebih dari cukup untuk anak-anak kita.
Pada akhirnya, hanya itu yang penting. Mencintai anak-anak kita harus lebih besar daripada memberi makan mereka camilan organik, memberishkan rumah, dan menonton setiap pertandingan yang mereka lakukan.

Para ibu, mari kita dukung dan angkat satu sama lain, berikan diri kita istirahat yang cukup,
dan ingatlah bahwa apa yang kita lakukan is gooood – walaupun kelihatannya enggak.
Lagipula, menjadi ibu memang tidak mudah. [IM]

 


 

5 Tantangan Ibu Modern

Benarkah ibu masa kini bisa melakukan segalanya?

Banyak ibu tidak punya waktu atau energi untuk memahami mengapa mereka merasa awful. Dampaknya, mereka mengesampingkan perasaan dan melakukan yang terbaik yang mereka bisa lakukan, hari demi hari. Anda merasakan hal yang sama?

Di belahan dunia mana pun, kaum ibu kesepian, kecapekan, gelisah, depresi, dan dipaksa sampai ke batas kemampuannya. Tambahan tekanan psikologis menjadi ibu ‘modern’ di tengah pandemi menekankan alasan kesehatan mental ibu sangatlah penting dan perlu ditanggapi dengan serius.

Rasanya belum lama lalu kaum perempuan selalu dikaitkan dengan kata ‘gila’ atau ‘histeris’ ketika dokter tidak dapat menemukan ‘isu’ kesehatan yang sebenarnya. Sayangnya, isu itu belum bisa terpecahkan sampai sekarang.

Berulang kali, perempuan dilabeli dengan ‘mood’-nya dan dimaknai dengan gejala-gejalanya alih-alih mencari akar masalah krisis emosional saat mereka menjadi ibu. Saat ‘hormon-hormon kewanitaan’ disalahkan ketika perempuan tidak bahagia, ternyata, krisis-kiris kesehatan mental terbanyak yang kita dengar berasal dari espektasi gender yang terlanjur terbangun di masyarakat dan respons menjadi ibu. Berikut ini 5 tantangan yang dihadapi oleh ibu yang sibuk.

1. Perasaan bersalah
Perasaan bersalah ibu ini dimulai bahkan sebelum terjadi kehamilan, lho! Kita diwanti-wanti dengan nasihat apa yang harus dan tidak harus dilakukan dan selama kehamilan rasa ini semakin berkembang terutama ketika teman-teman, keluarga, dan media mengatakan ibu yang baik itu seperti apa. Dan, di bawah sadar, tentu saja kita ingin menjadi ibu yang sempurna, bukan? Saat bayinya lahir, keraguan dan perasaan menyesal karena lupa melakukan sebuah poin di “checklist” mulai mengambil tempat di hati dan pikiran: tidak menyusui, atau memberi makan organik, atau memasukkan si bocah di daycare pilihan. Ketika si anak membesar, alasan untuk merasa bersalah berbeda lagi: kurang menghabiskan waktu bersama, kepribadian yang tidak sempurna, perilaku buruk atau hasil yang buruk… adalah salah kita sebagai ibu. Ngomong-ngomong, ada nggak, sih, istilah “dad guilt”?

2. Kurang Tidur
Dampak yang terus menerus dari kurang tidur sangat berbahaya pada kesehatan mental, dan dapat memicu depresi, kegusaran, stres, serangan panik, dan masalah kesehatan lainnya. Sayangnya, tidak perlu periset untuk memastikan apa yangs sudah kita tahu. Kaum ibu sudah bertahun-tahun kurang tidur dan ya, menjadi ibu itu letih sekali!

3. Menyeimbangkan Keluarga dan Pekerjaan
Jutaan ibu di dunia berupaya keras memenuhi tanggung jawabnya yang menggunung.
Para pengusaha dan budaya umumnya ‘menuntut’ kaum perempuan dapat membesarkan anak, mengurus keluarga seperti mereka tidak sedang bekerja atau berkarier atau bekerja seperti tidak memiliki anak/keluarga. Ekspektasi yang bertabrakan ini jelas berdampak besar. Para ibu selalu bekerja ekstra keras dan mengorbankan diri berupaya menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga hari demi hari dan membuat dirinya stres, kelelahan, merasa bersalah.

4. Selalu Menjadi Pengasuh Utama
Ketika anak sakit, atau ada wawancara orang tua, atau nenek perlu diingatkan untuk minum obatnya, kaum wanita melakukan pekerjaan mengasuh seperti ini. Ia jarang sekali membedakan apakah itu anak sendiri, siapa pun yang sakit, atau orang tua yang sepuh. Padahal, kaum pria pun sepenuhnya mampu melakukan tugas mulia ini, lho.

5. Nilai Diri dan Citra Tubuh
Hanya karena kita adalah ibu, bukan berarti tubuh kita tidak kebal terhadap body shaming dan ekspektasi lainnya. Hidup kita dibombardir oleh sorotan media yang memajang ibu selebriti berpenampilan luar biasa — kilau sempurna, fit, dan tanpa stretch marks. Citra-citra ini membuat ibu yang bertubuh ‘normal’ merasa ada yang salah. Mengapa, sih, ada perbandingan seperti ini?

Mengapa ada ibu yang bisa langsung langsing tanpa susah payah dan ada juga yang baru setahun hilang efek kehamilannya atau bahkan ada yang selamanya hidup dengan efek kehamilan ini? Ya, semua perbandingan ini tentu berdampak pada cara para ibu menilai dirinya sendiri. Tak jarang membencinya karena tidak memiliki akses yang cukup untuk nge-gym dan merawat diri. 

Di rumah, meskipun para ayah mulai mengambil tanggung jawab yang dulunya diemban para ibu, umumnya ibu masih dipandang dan diharapkan melakukan semua tanggung jawab ‘perempuan’, seperti merawat anak, bersih-bersih, cuci baju, belanja harian, memasak, dan lain sebagainya. Dampak berbahaya dari peran gender ini? Ibu yang menderita dalam diam. [IM]

 


 

Sydney’s Moms Say…

1. Nadia Tjhin: Ibu Dari 3 Anak | Baulkham Hills

1. Sewaktu Anda menjadi anak, dan kini jadi ibu, menurut Anda, perbedaan apa yang signifikan antara anak dulu dan anak sekarang? Dulu waktu masih anak-anak aku boros amat sangat, suka belanja ini itu. Nggak pernah mengerti arti betapa susahnya cari duit dan selalu ngambek sama mami atau papi kalau aku mau something, tapi nggak dikasih… Sekarang aku sudah jadi mami, aku yang selalu larang anak buat beli ini itu karena sudah tahu kalau duit itu nggak pernah cukup dan banyak keperluan lain yang lebih penting dibanding apa yang aku mau beli…

2. Apa sajakah tantangan menjadi ibu di masa kini? Waktu. Saya mom of 3 boys, I have to deal with my small business “Delivery Momma”, mom influencer work and also a fulltime job to my boys and family.

3. Bagaimana Anda mengatasi tantangan ini? Sebagai ibu dari anak 3, dan juga tinggal di luar negeri, saya sangat bersyukur karena saya mempunyai suami yang sangat men-support saya. Saya dan suami, kami selalu membagi tugas dalam masalah mendidik dan menjaga anak. Suami sering membawa anak-anak ke park di pagi hari, biar saya bisa ada waktu luang 1-2 jam di rumah. Kami juga selalu membagi waktu buat anak-anak setiap harinya. Di pagi hari kami selalu ada 30 minutes study time, dan, sebelum tidur kami selalu ada 1-2 hours play time before bed, we do our night prayer together juga talk about school activites.

4. Nilai-nilai apa sajakah dari ibu Anda yang masih Anda pegang untuk membesarkan anak Anda dan masih relevan? Mamiku selalu memrioritaskan anak-anaknya. Ini didikan yang selalu aku pegang. Dulu aku suka berasa “menjadi ibu rumah tangga itu pekerjaan gampang”. Tapi, sekarang, sudah menjadi mami, aku sadar, bahwa menjadi ibu rumah tangga, menjadi mami, tidaklah gampang. Karena jadi mami itu harus bisa memrioritaskan anak-anaknya. 

Seperti jika ingin berpergian, setelah menjadi mami aku nggak bisa pilih tempat shopping seharian, tapi harus pergi ke tempat-tempat yang cocok buat anak, etc.

5. Apa pertanyaan anak Anda yang paling sulit dijawab? Anakku yang besar, umurnya tujuh tahun. Ia selalu banyak bertanya ini itu, ada suatu hari, dia tanya ke aku, “Mommy, where do I came from?”. Sekali waktu, anakku yang kedua dia bertanya, “Mommy, why I cant eat this lolly, when Adam (his friend) can finish his bag of lollies from party?”

6. Mengapa Anda memilih menjadi seorang ibu? Dari kecil emang aku selalu suka anak kecil, selalu ingin punya adik perempuan yang bisa diajak main bersama dan juga diajak dress up. Waktu bertemu dengan suami, aku selalu membayangkan untuk mempunyai keluarga bersama dan anak-anak yang bisa memenuhi rumahku.. I am thankful for today, as I have three beautiful boys.

7. Apa arti IBU buat Anda? Mom, my mom is a very important person in my life, she is my best friends, someone whom I can 100% rely on well, not just that, also someone whom I can fight with… =). Ibu menurutku, adalah seseorang yang tidak dapat diganti, atau dinilai, karena ia adalah Wanita yang melahirkan kita ke dunia, di mana ibu juga harus mengorbankan banyak keinginan dan kebutuhan mereka demi keinginan dan kebutuhan anak-anak mereka. Seorang ibu bekerja keras untuk memastikan anaknya dilengkapi dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk menjadi manusia yang sukses dan kompeten.

 

2. Natha Krisna: Ibu dari 2 anak | Glenfield

1. Sewaktu Anda menjadi anak, dan kini jadi ibu, menurut Anda, perbedaan apa yang signifikan antara anak dulu dan anak sekarang? Anak dulu sepertinya freedom of choice-nya limited. Anak sekarang kebanyakan choices-nya dan lebih speak-up about anything, thing that I would want it back in the time. I want to be able to speak my ideas freely and I think that would help. 

2. Apa sajakah tantangan menjadi ibu di masa kini? A lot! I think juggling house chores, working full time, and looking after the kids. It takes a toll of yourself, tapi mainly, with God help hopefuly we can do it. More patience!

3. Bagaimana Anda mengatasi tantangan ini? I have to be able to communicate with my husband, bagi tugas, sharing the house chores, sharing responsibilities.

4. Nilai-nilai apa sajakah dari ibu Anda yang masih Anda pegang untuk membesarkan anak Anda dan masih relevan? Christian values: menjadi tiang doa dan harus bijaksana. General values: hemat dan bijak dalam membelanjakan uang, juga lebih sabar lagi. 

5. Apa pertanyaan anak Anda yang paling sulit dijawab? Kalau mami bisa melakukan itu, kenapa aku nggak bisa?

6. Mengapa Anda memilih menjadi seorang ibu? Menjadi ibu kan ada list-nya, kan? You harus sacrifice this and this, it comes with packaging. Kadang, saya memilih menjadi ibu dengan pertanyaan ‘Am I doing it right or not’? 

7. Apa arti IBU buat Anda? Menjadi ibu adalah sesuatu yang sangat susah physically and mentally, but it brings so much joy and hapiness. It’s rewarding.

 

3. Marihni Lu: Ibu Dari 2 Anak | Edmondson Park

1. Sewaktu Anda menjadi anak, dan kini jadi ibu, menurut Anda, perbedaan apa yang signifikan antara anak dulu dan anak sekarang? Jaman saya sebagai anak, saya selalu oke dengan apa yang diberitahu sama orang tua. However, anak kita sekarang, selalu talk back. Bukan berarti melawan, tetapi anak sekarang, rasa ingin tahunya sangat besar. Seperti memertanyakan kenapa tidak boleh atau kenapa hanya satu cara untuk melakukan sesuatu.

2. Apa sajakah tantangan menjadi ibu di masa kini? Time limit. I have my 9-5 full time office job, my Instagram mom influencer work, and being a mom, wife, and daughter all at once.

3. Bagaimana Anda mengatasi tantangan ini? Saya bersyukur mempunyai keluarga yang supportive. While working 9-5, I have my parents to help out with the kids. Setelah itu, we make sure to spend that couple of hours with the kids before they go to bed. We also have the weekends for family time.

4. Nilai-nilai apa sajakah dari ibu Anda yang masih Anda pegang untuk membesarkan anak Anda dan masih relevan? Healthy lifestyle for the kids. Jam makan, mandi, dan jam tidur anak-anak. Bagi saya sampai sekarang sangat relevan. It does promotes healthy lifestyle and discipline to the kids as they grow up. It will make them responsible for their own well being.

5. Apa pertanyaan anak Anda yang paling sulit dijawab? Unfortunately, I have not encountered this situation yet.

6. Mengapa Anda memilih menjadi seorang ibu? Tidak pernah sekalipun ini menjadi sebuah pertanyan. I have always known that when you get married, you’ll eventually built your own family. I am blessed to have a daughter and a son in my life.

7. Apa arti IBU buat Anda? Tanpa Ibu, saya tidak akan ada di dunia ini. Tidak hanya melahirkan kita ke dunia ini, kasih Ibu tidak bisa dinilai. As I am a mom myself, I can now understand how much my own mom gone through to have us and raise us to where we are now. The sacrifices they went through while giving us the world.

 

4. Angelina Tjandra: Ibu dari 2 anak | Lurnea

1. Sewaktu Anda menjadi anak, dan kini jadi ibu, menurut Anda, perbedaan apa yang signifikan antara anak dulu dan anak sekarang? Anak dulu biasanya hanya mendengarkan perkataan orang tuanya saja, nggak bisa kritis. Lakukan saja apa kata orang tua, nggak bisa bilang ‘no’. 

Anak sekarang kalau disuruh malah punya banyak pertanyaan, seperti ‘kenapa harus begitu?’
Dan mereka bisa bilang ‘no’ juga karena mereka diajari bahwa menolak adalah hak mereka juga.

2. Apa sajakah tantangan menjadi ibu di masa kini? Tantangan terbesarnya mungkin internet dan teknologi, mereka bisa akses apa saja. Kalau dulu kan sumber pengetahuannya hanya buku dan orang tua, kalau sekarang nggak terbatas. My goodness! Kalau mereka punya pertanyaan, langsung google, nggak tanya maminya dulu.

3. Bagaimana Anda mengatasi tantangan ini? Harus dekat dengan mereka, tetap terkoneksi dengan mereka, karena you never know what they already knew.

4. Nilai-nilai apa sajakah dari ibu Anda yang masih Anda pegang untuk membesarkan anak Anda dan masih relevan? Kebawelan, mungkin? hehehe. Mungkin, always give the kinds the best. Maksudnya, kita sebagai orang tua harus selalu strive to give them the best opportunity.

5. Apa pertanyaan anak Anda yang paling sulit dijawab? I think LGBTQ karena values yang kami pegang kan berbeda.

6. Apa arti IBU buat Anda? Ibu adalah someone will love you no matter what, even you did something silly, or made mistakes, she will accept you with open hand and still love you.

 

5. Janice Cahyadi: Ibu dari 2 anak | Sydney City

1. Sewaktu Anda menjadi anak, dan kini jadi ibu, menurut Anda, perbedaan apa yang signifikan antara anak dulu dan anak sekarang? Jaman saya dulu, semua anak-anak ataupun saya sangat takut akan orang tua, kalau orang tua ngomong A, kita semua ikut A, tidak ada yang berani untuk membantah atau mengatakan jawaban lain. Tapi, anak jaman sekarang mereka dididik untuk menjadi anak yang mempunyai prinsip dan juga bersuara. Anak saya sekarang umur 8 tahun, dia sudah bisa memberikan saya jawaban dari apa yang saya suruh, bukan berarti dia tidak hormat, tapi memang sudah ajarannya dan didikannya di luar negeri seperti ini.

2. Apa sajakah tantangan menjadi ibu di masa kini? Mendidik anak adalah tantangan. Saya sebagai kakak pertama dari adik-adik saya, jadi saya yang pertama mempunyai anak, mama papa saya juga udah gak ada, jadinya saya tidak mempunyai orang yang bisa saya contoh. Semua itu seperti lembaran putih, yang saya harus warnai dan isi. Didikan sangat penting, buat kita dan juga anak-anak ku di kemudian hari.

3. Bagaimana Anda mengatasi tantangan ini? Just have fun and pray. Semua tantangan bagi saya adalah cobaan. Di masa sulit, jangan lupa untuk mengucap syukur dan berdoa kepada Tuhan, jawaban pasti di kasih keesokan harinya. Terkadang mengatasi anak-anak kecil itu sulit, apa lagi buat anak pertama, tapi semua itu asal dijalankan dengan suka cita pasti bisa.

4. Nilai-nilai apa sajakah dari ibu Anda yang masih Anda pegang untuk membesarkan anak Anda dan masih relevan? Ibuku dia berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga buat menjaga saya dan adik-adik saya. Ini yang saya terapkan juga. Sekarang saya menjadi ibu rumah tangga agar saya dapat mendidik anak-anak saya dan mengurus keluarga.

5. Apa pertanyaan anak Anda yang paling sulit dijawab? Pertanyaan LGBT 

6. Mengapa Anda memilih menjadi seorang ibu? Sebagai seorang wanita dan ibu dari dua anakku, jujur, saya nggak memilih menjadi ibu. Tapi, memang ini sudah menjadi tugasku sebagai seorang wanita. I am happy and thankful for today to be a mom of my beautiful girls.

7. Apa arti IBU buat Anda? Ibu adalah pengalaman yang penuh makna dan memberikan banyak tanggung jawab. Seorang ibu harus menyeimbangkan banyak peran dan tanggung jawab dalam keluarga, termasuk memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan kepada anak-anak mereka.

[IM]

Previous articleShelda Kristie: Dan Jemari Kreatifnya
Next articleKebiasaan keuangan yang akan membuat kreditur ketakutan