Pesona Cinta Terlarang

2967
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

“Kita berdua saja duduk,
Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput,
Kau entah memesan apa,
Aku memesan batu ditengah sungai terjal yang deras,
Kau entah memesan apa,
Tapi kita berdua saja duduk,”


Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni

============================

Saat harus menyelesaikan naskah tentang isu utama di bulan Februari, saya sedang meler berat. Temanya sederhana, tentang cinta. Tapi, yang membuatnya tak sederhana adalah ini tentang cinta terlarang. Terlebih lagi, semua narasumber saya meminta namanya disamarkan dan tak boleh ada foto. Apa boleh buat. Meski kondisi flu berat dan para narasumber memilih tersamar, tulisan cinta ini harus selesai.

Dari berbagai cerita yang berhasil saya himpun, mencari hubungannya dengan kisah serupa di dunia ini, lalu merenungkannya, saya mendapat satu kesimpulan sederhana tentang cinta terlarang: cinta yang tak dapat menemukan bentuk secara normal karena dihadang tembok bernama norma. Menjadi normal ternyata membutuhkan norma. Tapi, di zaman canggih ini, apalah arti dua kata itu? Normal dan norma seperti tanah liat mainan yang dapat dibentuk sesukanya. Dan, ya, cinta dapat tumbuh di luar norma, karena seperti seorang penulis kitab suci menegaskan: cinta kuat seperti maut. Kalau cinta sudah punya mau, tantangan pasti diterjang. Norma-norma bahkan diabaikan. Cinta terlarang juga adalah cinta. Suka tak suka.

Empat Cinta Terlarang

Hubungan cinta terlarang dapat menjelma dalam berbagai bentuk: perselingkuhan, sesama jenis, usia yang terpaut sangat jauh, beda agama, beda ras, beda status sosial ekonomi, dan masih banyak lainnya. Tantangan-tantangan yang timbul dari hubungan romantis tersebut, surprisingly, justru dapat menjadi penguat atau motivasi untuk carry on!

Waktu saya masih SMA, seorang teman bernama Yuriko (tentu bukan nama asli) pacaran dengan pria yang kos di rumah tetangganya. Pria itu berusia 15 tahun lebih tua dari Yuriko, dan desas-desusnya dia sudah berkeluarga di kota lain. Awalnya, Yuriko jelas tak mengaku. Tapi, parfum yang disemprotkan pasti mengeluarkan bau wangi, bukan? Orangtua Yuriko mengetahui hubungan itu dan melarangnya untuk berhubungan lebih lanjut. Yuriko, tentu saja, diam-diam, tetap melanjutkan kisah cinta terlarangnya. Akibatnya, ia hamil, harus menikah, hidup penuh tekanan, dan lima tahun kemudian, pernikahan itu harus berakhir pahit dalam perceraian.

Tentu, tak semua “kisah Yuriko” berakhir dengan perceraian pahit. Ada juga yang hidup bahagia, meski awalnya harus menerima kenyataan dijauhi oleh keluarga dan teman-teman dekat. Delia (juga bukan nama asli) menyerah pada ‘kejaran’ cinta Ferdinan (masih nama samaran). Mereka bertemu karena satu kantor. Delia berusia 8 tahun lebih tua, dan sudah menikah dengan satu putri. Ferdinan tahu Delia sudah menikah, namun tak tahu kalau pernikahannya sangat bermasalah. Ferdinan, si darah muda, tak lelah mengejar Delia sampai perempuan itu ‘menyerah’. Delia meninggalkan keluarganya dan bercerai. Ia menikah dengan Ferdinan tanpa restu orangtua kandung dan kebencian keluarga mantan suaminya, serta teman-teman kantor yang tahu sekali office affair itu. Sampai kini, pernikahannya dengan Ferdinan terbina kuat dan bahagia.

Ada satu lagi kisah nyata. Thalia (sorry, not her real name) adalah bungsu dari empat bersaudara. Semua kakaknya memiliki pacar dan kemudian menikah. Thalia juga sama. Bedanya, ia mencintai sesama perempuan. Thalia mengaku lesbian sejak SMP dan tak pernah sekalipun menyukai pria. Ibu Thalia, yang sudah menjanda dan memiliki nilai agama kuat, tentu saja tak mau mengakui orientasi seksual putrinya. Sang ibu menutup rapat hatinya tiap kali Thalia mencoba menyatakan jati dirinya. Namun, cinta ibu pada Thalia tetap terjaga. Saat Thalia memutuskan pindah negara karena menikah dengan seorang wanita dari negara itu, sang ibu selalu menolak dengan berbagai alasan halus untuk mengunjunginya tiap kali Thalia mengiriminya tiket dan uang. Bagi ibu, hubungan itu terlalu memalukan untuk diakui, namun ia masih terlalu cinta untuk mencoret Thalia dari daftar anak-anaknya.

Dan, sebelum kita membahas dengan dalam mengapa cinta terlarang begitu memikat, ada kisah yang menarik tentang ibunya Thalia, Vasti (yep, I made up this name). Ia pernah mengalami “pengucilan’ keluarga karena kawin lari dengan Hari (fake name too), ayah Thalia, karena selain berbeda agama, Hari dan Vasti berbeda suku dan status sosial. Hari berdarah biru beragama Protestan, sedangkan Vasti dari keluarga pegawai biasa beragama Islam. Karena keluarga langsung menyatakan ketidaksetujuan rencana pernikahan mereka, Hari nekat membawa lari Vasti. Saat tertangkap, mereka langsung dinikahkan secara Islam (mungkin karena dugaan telah terjadi hal yang tak baik), dan mereka harus pindah ke kota lain dan tak ada komunikasi dari keluarga Vasti sama sekali. Nama baik keluarga besar telah tercoreng. Hari dan Vasti pindah ke Jakarta, dan dua tahun kemudian anak pertama mereka lahir. Saat itulah, komunikasi keluarga terjalin kembali. Bagaimana dengan keluarga Hari? Mereka masih berat menerima Vasti yang bukan dari suku yang sama dan status yang setara. Namun, anak-anak Hari-Vasti diterima dengan tangan terbuka. Pernikahan mereka berjalan bahagia 25 tahun sampai Hari meninggal dunia karena sakit.

Yuriko, Delia, Thalia, dan Vasti, yang menjadi narasumber saya untuk artikel ini memiliki kesamaan dengan Juliet dan Guinevere yang menjadi ikon di dunia cinta terlarang.


Bak Bensin Menyiram Api

Bagaimana Larangan Justru Memperkokoh Cinta? Begini teorinya:

1. Teori Dissonance Cognitive
Sebelum orangtua Yuriko melarangnya menemui sang pacar, keduanya tak punya kesulitan berarti. Biasanya, mereka jalan bareng hari Jumat atau Sabtu. Setelah dilarang, keduanya mencari jalan untuk bertemu, membuat mereka mendapatkan solusi-solusi kreatif. Biasanya, mereka bertemu di tempat-tempat yang jauh supaya tak dikenali. Waktu berduaan pun menjadi lebih bernilai karena tak banyak.

Teori Dissonance Cognitive menyatakan bahwa melakukan upaya lebih banyak untuk mencapai tujuan lebih bermakna daripada upaya yang sedikit. Karena Yuriko harus lebih “usaha” untuk bertemu pacar terlarangnya, dia mulai percaya bahwa hubungannya sepadan dengan upaya lebih keras. Berbeda saat sebelum dilarang.

2. Psychological Reactance
Sebagai perempuan modern dan mandiri, Thalia tidak suka jika diberitahu apa yang harus dilakukan atau dirasakan. Kalau orang lain, dalam hal ini ibunya sendiri, berusaha memengaruhi perilaku dan opini akan hubungan cinta yang normal, Thalia sering meresponinya dengan psychological reactance, kecenderungan bereaksi melawan “ancaman” terhadap kebebasannya menilai dirinya sendiri.

Kecenderungan ini begitu kuat sehingga jika seseorang mencoba untuk memengaruhi opininya secara satu arah, bahkan respon yang ditimbulkan akan berseberangan. Thalia, dalam hal ini saat diberitahu ibunya tentang “ketidaknormalan” cinta yang ia miliki justru membela mati-matian perasaannya. Lewat perlawanannya itu, perasaannya justru semakin kuat. Semakin dilarang, semakin jadi. Begitulah singkatnya.

3. Hubungan Rahasia Lebih Bergairah
Hubungan yang dilarang kerap memaksa kita untuk memertahankannya secara diam-diam. Riset menunjukkan bahwa saling berbagi rahasia meningkatkan keintiman dan perasaan suka, bahkan dengan orang tak dikenal baik sekalipun! Berbagi rahasia dapat meningkatkan komitmen seseorang terhadap hubungan dan membangun rasa “kami” atau “kita” pada pasangan. Juga, karena terlarang, hubungan ini bersifat eksklusif, sehingga terasa ideal saat itu.


Lakukan Ini Jika Mengetahuinya

Meskipun cinta terlarang dikokohkan oleh ketidaksetujuan, dalam jangka panjang hubungan itu dapat berkembang lebih baik dan positif jika mendapat dukungan dari orang-orang terdekat. Dalam hal ini keluarga inti dan sahabat. Periset merekomendasikan, jika tidak setuju dengan suatu hubungan, nyatakanlah alasannya dengan cara yang baik dan logis. Kemudian, berikanlah keputusannya di tangan “pelaku”, bukan malah memaksa mereka untuk menyudahi hubungannya secara paksa atau keras. Tetaplah berdiri di belakang mereka yang memiliki hubungan cinta terlarang. Ditilik dari jenisnya saja, hubungan itu pada umumnya tidak berjalan mulus. Tentu sangat menyenangkan memiliki keluarga dan teman-teman yang mendukung dan mengasihi kita apa adanya setelah melalui suatu hubungan yang penuh kontroversi, bukan?

Lalu bagaimana melakukan “penyadaran” pada pelaku cinta terlarang yang melanggar hukum? Sama. Logika dan konsekuensi harus dikedepankan dengan cara-cara yang bermartabat agar mereka yang melakukannya tidak terhakimi. Ingat, secara spiritual, mereka pasti sudah merasa terhakimi, jadi tak ada gunanya mengingatkan kesalahan mereka. Kalau masih bersikeras, tentu ada konsekuensi hukumnya karena terjadi pelanggaran pidana, misalnya anak di bawah umur yang hamil akibat hubungan cinta terlarang. Begitupun, pastikan bahwa posisi kita ada di belakang mereka untuk mendukung mereka saat terjatuh. Kalau pasangan masih terlalu muda jika dinikahkan, sebaiknya para orangtua dan pengambil keputusan berpikir sangat panjang akan implikasinya di berbagai aspek di masa depan. Pernikahan belum tentu satu-satunya solusi terbaik. [IM]

Previous articleSemua Pengunjung Ke Australia Harus Memiliki Asuransi Kesehatan
Next articleMi Goreng Loaded Fries di Milky Lane