Cuaca hujan dan angin kencang tidak menghalangi puluhan masyarakat dan diaspora Indonesia di Australia untuk melakukan ziarah ke makam para pejuang kemerdekaan Indonesia di kompleks pemakaman tawanan perang di Cowra, 307 km barat Sydney. Kunjungan ziarah tersebut diinisiasi oleh KJRI Sydney dan para relawan diaspora Indonesia di Sydney dalam rangka memperingati Hari Pahlawan. Setidaknya tercatat 70 orang berpartisipasi dalam kegiatan ziarah tersebut, termasuk di antaranya Walikota Cowra, Bill West, Wakil Walikota, Judi Smith, Atase Pertahanan KBRI Canbera, Laksma TNI Agus Rustandi, beserta beberapa pejabat KBRI Canberra, serta masyarakat dan diaspora Indonesia, termasuk di antaranya perwakilan dari Indonesia Diaspora Network Australia dan beberapa organisasi lainnya.
Dalam sambutannya, Walikota Bill West menyampaikan penghormatan kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia yang disemayamkan di Cowra. Walikota West menekankan bahwa keberadaan pemakaman Indonesia di Cowra merupakan penanda hubungan yang istimewa antara komunitas Indonesia dengan masyarakat di Cowra.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu mengingat jasa para pahlawannya,” demikian ditekankan Konsul Jenderal RI Sydney, Vedi Kurnia Buana, selaku pimpinan rombongan ziarah dalam sambutannya. Konjen Vedi Buana berharap agar melalui kunjungan ziarah kali ini, semakin banyak masyarakat dan diaspora Indonesia, khususnya generasi muda, di Australia yang mengetahui keberadaan pemakaman Indonesia di Cowra.
Konjen Vedi Buana juga menggarisbawahi bahwa saat ini seseorang dikatakan sebagai pahlawan tidak lagi karena melakukan peperangan melawan musuh, melainkan karena adanya rasa empati, serta sikap saling menghormati dan membantu satu sama lain, terutama dalam situasi sulit pandemi Covid-19. “Kita semua perlu menjadikan semangat Hari Pahlawan untuk mengisi kembali energi kita dalam rangka pulih bersama dan pulih menjadi lebih kuat,” pesan Konjen Vedi.
Matthew Hasjim, salah seorang diaspora muda Indonesia, mengungkapkan kesan yang dirasakan dari kunjungan ziarah ke Cowra. “Sebagai seorang yang lahir di Australia, kunjungan kali ini merupakan kunjungan yang membuka mata dan memperkaya wawasan tentang sejarah Indonesia di Australia,” ujar Matthew. Pria yang juga merupakan Presiden Australia Indonesia Youth Association (AIYA) New South Wales ini juga mengajak para generasi muda Indonesia di Australia untuk berziarah ke Cowra, tidak hanya dalam rangka kunjungan pengenalan sejarah, tetapi juga sebagai bentuk refleksi atas pengorbanan para pejuang kemerdekaan Indonesia dan pentingnya upaya menjaga perdamaian.
Dalam kunjungan ziarah juga turut dilakukan peletakan bunga di atas 14 makam Indonesia sebagai bentuk penghormatan dari seluruh peserta yang hadir. Di bawah rintik hujan, peletakan bunga semakin terasa syahdu dengan iringan alunan biola lagu “Gugur Bunga” yang dimainkan oleh seorang anak muda Indonesia, Chrissia Monica.
Selain kunjungan ziarah, para peserta juga berkesempatan untuk mengunjungi lokasi kamp tawanan perang di Cowra dan Lonceng Perdamaian Dunia (World Peace Bell). Walikota Bill West, Konjen Vedi Buana, dan Atase Pertahanan Laksma TNI Agus Rustandi secara bersamaan turut membunyikan Lonceng Perdamaian Dunia sebagai pesan pentingnya upaya pemeliharaan perdamaian.
Pemakaman Indonesia di Cowra merupakan bagian kecil dari kompleks pemakaman tawanan perang di Cowra. Orang Indonesia yang disemayamkan di pemakaman ini di antaranya merupakan tahanan politik pemerintah kolonial Belanda di tahun 1920-1930-an yang dibuang ke Boven Digul, Papua. Karena adanya kekhawatiran bahwa tahanan politik tersebut akan melawan Belanda dengan memanfaatkan kedatangan Jepang di Indonesia ketika itu, pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk membawa sekitar 500 orang tahanan ke Australia. Selama kurun waktu 1942-1943, terdapat sekitar 1.200 orang yang ditahan di Cowra. Banyak di antara mereka yang meninggal dunia karena ketidaksiapan dalam menghadapi cuaca Australia di bulan Juni yang merupakan awal musim dingin. [IM]