Menjadi Kuat dengan Belajar dari Masa Lalu

76
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Akhir Tahun 2024
Tanpa terasa, kita sudah di ambang akhir bulan Desember. Dua belas bulan yang kita lalui penuh liku merupakan pelajaran yang sangat berharga. Kegagalan, jatuh, bangun, dan menempa diri menjadi tegar.

Sejak tahun 2022, kami berdua—saya dan suami—mondar-mandir antara Sydney dan Brisbane untuk mengurus kakak suami yang sakit. Suami mendapat amanah dari Pemerintah Queensland sebagai Guardian dan Financial Administrator. Selama mendampingi suami dalam menjalankan amanah ini, ada rasa ciut, ragu-ragu, mampukah kami? Karena semua yang kami kerjakan berhubungan dengan hukum setempat yang tidak kami pahami. Belum lagi mencari “Aged Care” yang tepat dan menjual properti kakak di Brisbane, yang medan nya pun tidak kami kenal dengan baik.

Dengan banyak berdoa, membaca, bertanya kepada teman-teman yang mengerti seluk-beluk hukum, serta menghadapinya dengan sabar, emosi yang naik turun, lelah, stres, dan kesulitan finansial yang berkumpul menjadi satu, Alhamdulillah kami bisa melewatinya. Semua masalah yang kami hadapi akhirnya terselesaikan dengan baik. Dari berbagai pengalaman yang luar biasa ini, kami memetik pelajaran berharga bahwa cemas, takut, dan putus asa dapat kita atasi dengan sabar, ikhlas, dan bersyukur. Kami percaya adanya kekuatan tertinggi Sang Pencipta.

Bersyukur diberikan kesempatan untuk menjaga, menyaksikan sendiri, serta merawat para lansia yang sakit hingga akhir hayatnya, telah membuka mata dan hati kami. Kami menyadari bahwa harta yang dikumpulkan selama sehat, saat sakit tidak dapat dinikmati. Dalam kondisi yang sudah tidak berdaya, tak bisa merasakan nikmatnya makan dan minum yang disuapkan, bahkan ingin berucap, mulut terkunci akibat stroke dan syaraf yang tidak berfungsi, hanya air mata yang menjadi tanda komunikasi.

Suara rintihan kesakitan pasien yang terdengar setiap kali melewati lorong rumah sakit, begitu menyayat hati. Semua ini akan berakhir ketika Yang Maha Kuasa meminta hamba-Nya kembali. Kakak suami pun akhirnya kembali ke pangkuan-Nya dengan tenang, dan tugas suami selesai hingga menghantar almarhum kakak ke tempat istirahatnya yang terakhir, rumah abadi.

Kehilangan dan Perjalanan Pulang

Selama hampir empat tahun sejak pandemi Covid-19, ditambah dengan urusan yang belum tuntas, kami belum mendapat kesempatan untuk mengunjungi keluarga di tanah air. Rasa rindu hanya bisa kami salurkan lewat video call dan pesan di grup keluarga. Kehilangan dua orang kakak dan seorang adikku adalah kepedihan yang teramat dalam. Namun, niat kami akhirnya terlaksana. Pada bulan November 2024, kami kembali ke tanah air. Perjalanan dengan Garuda begitu menyenangkan dan tak sabar rasanya ingin cepat sampai untuk memeluk kakak, adik, dan keluarga yang sangat kami rindukan.

Air mata tidak bisa kutahan melihat kedua kakak laki-laki yang kondisinya jauh dari yang kubayangkan. Empat tahun lalu, mereka masih tampan dan gagah. Kini, kakak tertua berjalan tertatih, meraba-raba karena kedua matanya tidak bisa melihat akibat operasi mata yang gagal. Niatku semakin bulat untuk merawat mereka.

Disaat bingung, tidak bisa bercerita dengan siapapun, nangis dan mengadu saat berdoa membuatku merasa lega. Beruntung ada adik laki-laki dan keponakan yang dengan ikhlas menjaga kedua orang berusia senja ini.

Selama di Surabaya, aku mengikuti rutinitas sehari-hari kakak-kakakku. Menyediakan sarapan pagi, kopi hitam kesukaan mereka, buah-buahan segar, dan suplemen. Duduk bersama mereka mengingatkan kenakalan masa kecil kami yang lucu. Bahagia bisa membuat mereka tertawa terbahak-bahak, meski di dalam hati aku diam-diam menangis.

Suara adzan subuh yang berkumandang dari masjid tak jauh dari rumah kami yang sederhana, mengingatkan kami untuk selalu bersyukur atas semua nikmat-Nya. Hari-hari yang kujalani bersama kedua kakakku dipenuhi rasa haru dan sedih, namun di balik itu semua kurasakan kehangatan ikatan batin yang kuat. Mereka saling mengisi, saling menolong, dan menyayangi. Terkadang aku geli karena mereka berkomunikasi dengan suara keras yang semula kusangka mereka berantem, ternyata itu hanya karena pendengaran mereka yang berkurang.

Surabaya, Kota Masa Kecil

Surabaya, kota masa kecilku, tempat aku tumbuh dan dibesarkan dengan curahan cinta kedua orang tuaku. Selama 48 tahun, aku meninggalkan kampung halaman, namun tak sedikit pun kulupakan darimana aku berasal—tempat yang penuh kenangan indah.

Saat di sekolah dasar, ibu yang mengantar dan menjemput kami. Selalu ada roti kesukaan kami untuk mengurangi rasa lapar yang ibu bawa saat menjemput kami, sambil tersenyum lembut mendengar cerita kami yang berebut menceritakan pengalaman di sekolah. Kenangan manis masa kecil itu masih terbayang jelas di ingatanku.

Lamunanku buyar saat mendengar pintu diketuk dan terdengar ucapan salam. Dua orang wanita paruh baya di depan pintu membuatku bersorak bahagia, kamipun berpelukan. Mereka adalah tetangga dan sahabat masa kecil yang sengaja datang mendengar aku ada di Surabaya. Kami larut dalam nostalgia masa lalu, tanpa gadget, hanya kenangan indah masa kecil yang lugu. Bermain petak umpet, saat hujan kami berlari kecil mengikuti arus perahu kertas yang kami buat sambal bersorak dan benyanyi. Kampung halaman ku yang penuh cerita dengan  berbagai permaiman masa kecil yang lucu, tidak kami jumpai saat ini.

Namun, Surabaya kini sudah jauh berbeda. Kepadatan penduduk yang luar biasa membuat kota ini berubah. Ketika aku sekolah SMA di Wijaya Kusuma, kami kesekolah bersepeda dengan aman. Sekarang, untuk menyeberang jalan saja aku tidak akan berani. Kendaraan roda dua yang kencang tiada hentinya. Untuk menyeberang, kami harus mencari tempat yang aman atau menunggu pak polisi yang ramah untuk membantu menyebrangkan kami.

Selama tiga minggu di Surabaya, kemenakanku yang cantik dan berhati putih selalu menemaniku menyusuri kota ini. Dengan fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah, para lansia di atas umur 60 tahun tidak dipungut biaya, cukup menunjukkan ID atau kartu penduduk. Dengan Suroboyo Bus atau angkutan yang diberi nama “Wira Wiri,” para lansia bisa bepergian dengan aman. Para petugas transportasi sangat sopan dan penuh dedikasi. Aku sangat menikmati berada di tengah keramaian penumpang lainnya. Cuaca Surabaya yang panas tidak menyurutkan semangat warga untuk bertegur sapa dengan ramah, menyejukkan hati.

Menyusuri jalan kecil, melihat kerasnya hidup rakyat kecil berjuang untuk hidup sehari-hari, membuatku terus bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.

Suroboyo, Kota Pahlawan.

Tunjungan, pusat kota yang kini dipenuhi cafe-cafe dengan beraneka ragam keunikan dan menu dari yang tradisional hingga internasional. Karyawan-karyawan yang ramah memberikan pelayanan yang terbaik.

Pada hari Minggu, Tunjungan ditutup karena program Car Free Day. Semua warga Surabaya berkumpul untuk jalan pagi, bersepeda, dan senam massal yang meriah. Kami pun ikut serta, dan setelah itu mencicipi kuliner sepanjang jalan. Ada bubur Madura, Pecel, Semanggi Suroboyo, Bubur Ayam—semua lezat. Kopi kini menjadi tren, tiada hari tanpa mencicipi kopi. Di Sidoarjo, kami mengunjungi dua cafe yang sangat dikenal, yaitu “Rep” dan “Tye.” Kopinya mantap, dan menunya lezat. Aku merasa bangga, karena salah satu pemilik Tye adalah keponakanku yang bekerja keras dengan timnya untuk terus mengikuti perkembangan dan selera pengunjung. Ada juga Live Musik di hari libur.

Setelah selesai mengurus kedua kakak dan memastikan mereka beristirahat dengan baik, aku sempatkan mengunjungi tempat-tempat bersejarah, seperti “Tugu Pahlawan” yang dulu menjadi tempat berkumpul para pelajar. Ada senam masal, baris berbaris dan kegiatan lainnya. Gerak jalan Suroboyo-Mojokerto yang diikuti  pelajar dan seluruh masyarakat  merupakan kegiatan tahunan yang selalu dinantikan. Peserta yang kembali dari Mojokerto  memasuki Suroboyo menjelang pagi mendapat sambutan meriah sepanjang jalan. Suatu ” moment” karena ada aku diantaranya. Tahun ini gerak jalan Suroboyo-Mojokerto diadakan pada 14-15 Desember 2024.

Di lain kesempatan, aku juga mengunjungi dan menjalankan sholat di masjid-masjid besar seperti Al Falah, Masjid Akbar yang megah. Masjid Agung Al Akbar Surabaya adalah sebuah masjid nasional yang berada di kota Surabaya. Ini adalah masjid terbesar kedua di Indonesia setelah Masjid Istiqlal Jakarta.

Dibangun sejak tanggal 4 Agustus 1995, atas gagasan Wali Kota Surabaya saat itu, H. Soenarto Soemoprawiro. Peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden RI saat itu, H.Tri Sutrisno

Namun, karena krisis keuangan Asia 1997, pembangunannya dihentikan. Konstruksi dilanjutkan pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2000. Pada tanggal 10 November 2000, dilakukan peresmian oleh Presiden Indonesia saat itu, Abdurrahman Wahid.

Dari segi luas, gabungan bangunan dan fasilitas penunjangnya seluas 22.300 meter persegi. Bangunan ini memiliki panjang 147 meter dan lebar 128 meter. Atapnya terdiri dari kubah besar yang mendominasi yang ditopang oleh empat kubah kecil dan sebuah Menara. Keunikan dari kubah ini adalah bentuknya yang hampir menyerupai setengah telur dengan 1,5 lapis yang memiliki tinggi sekitar 27 meter. Untuk penutup kubah, juga digunakan produk yang digunakan untuk beberapa masjid lain seperti Masjid Agung Selangor di Shah Alam, Malaysia.

Keistimewaan lain dari masjid ini antara lain pintu masuk ke ruangan masjid yang tinggi dan besar serta memiliki mihrab terbesar di Indonesia. Siapa arsitek Masjid Akbar yang menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Surabaya. Mengutip situs Bappedalitbang Surabaya, rancang bangun atau desain bangunan MAS dikerjakan tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, bersama konsultan yang telah berpengalaman membangun masjid-masjid besar di Indonesia.

Masih banyak tempat wisata yang perlu dikunjungi dilain kesempatan, karena saat ini aku pilih menemani, ngobrol kedua kakakku yang sangat kusayangi. Tidak membiarkan mereka kesepian, merasa sendiri dimasa tua. Karena memang inilah niat kami pulang.

“Ya Rabbi, terima kasih atas nikmat-Mu. Jadikanlah hamba selalu berada di antara orang-orang yang bersyukur kepada-Mu dalam situasi apapun dan di manapun.”

The secret of happiness lies in 3 things: patience, gratitude, and sincerity.

Oleh: Yoen Yahya

 

Previous articleTiga resolusi keuangan Tahun Baru untuk menghadapi tahun 2025 secara langsung
Next articlePara Siswa Bersinar di National Australia Indonesia Language Awards 2024