Kompetisi Logo Minang Saiyo Sydney (MSS) 2024 dimenangkan oleh Jihan Tamara, mahasiswi tahun ke tiga, program studi Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung. Desain Jihan yang menggabungkan atap Opera House Sydney berwarna kuning-keemasan dan atap Rumah Gadang merah marun menyisihkan empat logo finalis lainnya.
Logo pemenang ini ditetapkan menjadi logo baru MSS pada Rapat Umum Anggota (RUA) MSS pada hari Sabtu (28 September) lalu.
750 dolar Australia, atau mendekati 8 juta rupiah menurut kurs saat ini. Panitia kompetisi menerima 54 desain logo dari peserta kompetisi yang berdomisili di Sydney (Australia) dan berbagai kota di 14 propinsi di Indonesia.
Dalam proses kreatifnya, Jihan mempelajari latar belakang dan profil organisasi MSS. Lalu menggunakan pendekatan “design thinking”, yang terdiri dari lima tahap: “empathize”, “define”, “ideate”, “prototype”, dan “test”. Jihan memikirkan desain yang cocok untuk semua kalangan usia dan mudah dipahami.
Kemudian dia merumuskan masalah utama, yaitu bagaimana menyatukan dua budaya berbeda menjadi satu kesatuan yang harmonis. Setelah itu, dia menciptakan beberapa prototipe desain yang berbeda dan terus melakukan perubahan hingga menemukan yang paling tepat. Setelah desain selesai, Jihan meminta masukan dari beberapa desainer dan orang-orang dari beragam usia, termasuk komunitas Minang. Setelah mendapatkan umpan balik positif, dia memutuskan desain final logo MSS untuk didaftarkan ke kompetisi.
“Desain tersebut menangkap dengan sangat baik esensi warisan budaya trandisional dan representasi dunia moderen”, ungkap bendahara MSS, Lookie Budiman, yang lahir dan besar di Sydney. “Desain yang indah dan sederhana, tapi mempunyai makna yang luas” kata Rifan Safron yang telah bermukim lebih dari empat dekade di Australia.
Kekuatan logo baru yang bersumber dari kombinasi dua struktur ikonik Sydney dan Minangkabau dengan warna-warna terpilih ini diamini oleh tokoh-tokoh senior MSS seperti A. Rasyid Noor, Armanda Ardanis, dan Ikhsan Zakir.
Desainer logo baru MSS, Jihan Tamara, terlahir dari seorang ibu yang berasal dari Bukittinggi-Payakumbuh. Walaupun lahir dan besar di Bandung, dia memiliki eksposur yang cukup kuat terhadap budaya Minang. Dia bisa berbicara dalam bahasa Minang dan juga mampu memasak hidangan khas Minang, seperti rendang. Selain itu, dia mempelajari banyak aspek budaya Minang dan sering mengunjungi Bukittinggi, yang semakin memperdalam pemahamannya tentang warisan budaya Minang.
Jihan mengakui bahwa ada keterbatasan dia dalam berbahasa Minang. Dia memperkirakan bahwa dalam hal mendengar dan memahami, dia mampu mengerti sekitar 90% bahasa Minang. Namun, dalam berbicara, kemampuannya hanya sekitar 60% karena lebih sering berkomunikasi dalam bahasa Sunda.
“Pengalaman mengikuti kompetisi Logo MSS sangat berharga bagi saya. Saya mendapatkan banyak pengetahuan baru mengenai Sydney dan rumah gadang melalui berbagai artikel yang saya baca tentang dua budaya ini. Saya berharap logo MSS yang baru dapat membawa dampak positif bagi komunitas dan semoga komunitas MSS dapat terus berkembang dan berjaya ke depannya”, tandas Jihan menutup pembicaraan. [IM]