LDR Persahabatan: Mungkinkah?

1135
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail

Nggak hanya pacar, punya sahabat yang tinggal di belahan dunia lain juga sama sulitnya dipelihara. Gimana mengatasinya? 

Sahabat adalah… terbaik! Mereka menjadi orang pertama yang kita bagikan kabar gembira; mereka mengenal kita dengan sangat baik, kedua setelah mama, mungkin. Punya teman yang levelnya mencapai status “best friendl” sangatlah istimewa.

Kita bertemu sahabat (-sahabat) kita di berbagai kesempatan dan tempat di hidup kita. Semakin lama persahabatan kita berlangsung, kemungkinan besar untuk berbeda tempat semakin besar. Iyalah, manusia kan punya kecenderungan berpindah tempat. Entah itu karena menikah, sekolah, atau pekerjaan yang membuat kita harus pindah ke kota, daerah, pulau, negara, bahkan benua lain–karena kalau pindah planet belum ada, kan?

Untunglah, zaman modern sekarang ini sudah menghadiahi kita dengan kemudahan berkomunikasi. Secara teknis, bersahabat jarak jauh nggak ada masalah. Tapi, kenyataannya, nggak sedikit kasus persahabatan bubar jalan karena beda jarak juga bikin “wifi” persahabatan timbul tenggelam lalu hilang begitu saja. Iya, kenyataannya, memupuk persahabatan beda lokasi nggak semudah teorinya.

Memang, sih, FaceTime, pesan instan, dan unggahan media sosial yang konstan membuat kita tetap terhubung. Namun, “tetap terhubung” tidaklah sama dengan “tetap dekat”. Kita mungkin merasa sedikit demi sedikit menjauh. Meskipun perasaan ini alamiah, ada beberapa cara yang bisa kita terapkan supaya persahabatan tetap segar dan dekat di hati..

Pentingnya Kedekatan
“Salah satu pendorong dengan siapa kita berteman memang benar-benar unsur kedekatan,” demikian Theresa DiDonato, seorang profesor di Loyola University Maryland dan seorang ahli di bidang keintiman. Lebih dari sekedar jarak yang dekat, keintiman adalah rahasia awetnya sebuah persahabatan.

Keintiman adalah sebuah fungsi membuka diri – dan kita bisa membuka diri saat sedang dilanda emosi tertentu,” jelas DiDonato. Membuka diri mudah dilakukan dengan sahabat yang jaraknya dekat, yang paham diri kita luar dalam, dan juga merasakan emosi yang sama dengan yang mereka rasakan karena kedekatan jarak tadi. Namun demikian, kita ternyata bisa juga, lho, menciptakan keintiman dengan orang-orang yang tidak (bisa) kita temui secara teratur.

Bicara Langsung, Jangan Teks! 
Beberapa teman tinggal di berbagai daerah dan negara. Beda pulau, beda benua; sebagian lagi hanya berjarak sepelemparan batu alias tetangga. Jarah dekat atau jauh, berbicara secara langsung membuat hubungan lebih segar dan “langsung”. Buatlah jadwal untuk menelepon. Atau, teleponlah mereka di luar jadwal, tiap kali wajah mereka melintas di benak kita atau muncul di mimpi kita.

SMS memang oke dan nyaman dilakukan kalau ada perbedaan waktu, tapi tetap tidak dapat menggantikan ngobrol langsung. Kita dapat mencurahkan perasaan lebih banyak, lengkap dengan nada, intonasi, dan berbagai emosi lewat ngobrol langsung. Mendengar suara mereka di saat real time pun akan membuat hubungan terasa lebih dekat, akrab, dan nyata dibanding membaca pesan meski dibanjiri emotikon.

Memiliki interaksi tetap membuat para sahabat terus “ada” di kehidupan kita, meskipun isi obrolan nggak penting-penting amat. Menceritakan sesuatu tentang hidup kita bisa jadi nggak membuat kita dekat dengan seseorang, tapi tahu bahwa mereka mengetahui apa yang membuat hati kita sedang “hepi” atau galau tentang sesuatu membuat mereka mengenal kita lebih baik. Itulah yang membuat bagian dari sebuah keintiman yang menurut para ahli penting.

Teruslah Mencetak Memori Baru
Pengalaman yang melibatkan kedua orang (atau lebih) membuat mereka memiliki keterikatan. Itu sebabnya, membuat pengalaman baru bersama akan membuat ikatan kita dan sehabat menjadi erat, lebih erat, dan terjaga erat. Caranya, fokuslah membuat pengalaman baru bersama daripada mengenang pengalaman yang sudah lewat. Well, kenangan memang menyenangkan, tapi, tanpa membuat yang baru persahabatan kita tidak dapat maju dan berkembang. Pikirkan, apa yang dapat dinikmati dan dilakukan bersama-sama dan bagaimana hal tu dilakukan jika ada jarak.

Salah satu aktivitas jarak jauh yang asyik adalah nonton acara teve kesukaan karena itu dapat menjadi sumber topik baru yang bisa dibicarakan bareng. Main video game yang sama juga bisa jadi alternatif, apakah sifatnya daring dengan kemampuan voice chat. Untuk mereka yang nggak bisa melakukan sesuatu bersama di saat yang sama, baca buku yang sama atau mencoba resep yang sama dapat menjadi “penghubung” yang menarik.

Saat ini, ada banyak aplikasi yang dapat membuat sebuah hubungan menjadi lebih dekat walaupun secara digital. Rabbit, ekstensi Netflix Party Chrome, WhatsApp, atau Facebook Messenger. Dua yang terakhir sangat handy untuk hubungan antarnegara.

Tentu saja, kebutuhan setiap hubungan unik. Yang terpenting adalah mencari sesuatu yang kedua belah pihak dapat berkomitmen menjalaninya.

Rencanakan Ketemu Secara Reguler
Di mana pun kita berada, kita tidak dapat berhubungan jika tidak direncanakan. Berupayalah untuk bikin rencana ketemuan, minimal setahun (dua, tiga, tahun juga nggak apa-apa kalau memang beda negara) sekali. Siapa mengunjungi siapa tidaklah penting.

Seperti kata DiDonato, “Ada kebutuhan untuk tidak hanya membuat komitmen, melainkan juga investasi.” Investasi yang kita tanam dalam sebuah hubungan persahabatan jarak jauh adalah kunci untuk memertahankan hubungan itu sendiri. Untuk itu ada aplikasinya juga, lho. Ada sebuah situs bernama Time and Date yang dapat kita jadikan hitung mundur ketemuan di desktop komputer.

Sedangkan Journey adalah aplikasi untuk membuat jurnal/mood tracker. Aplikasi ini membantu kita memertahankan dan menjaga emosi sehat. 

Jagalah Kesehatan Mental Diri Sendiri dan Sahabat
Selalu maafkan diri kita dan sahabat jika komunikasi memburuk atau nggak jelas. Ada, lho, sahabat yang nggak ngobrol selama berbulan-bulan. Jika memang dua-duanya lagi sibuk, ya nggak apa, dong!

Pastikan saja kalau kita nggak pernah terlalu ngebet untuk “selalu tetap dalam komunikasi yang lancar”. Dan, nggak semua cerita langsung dicurah begitu bisa ngobrol lagi. Seorang teman pasti mengerti kalau saja kita bisa terbuka.

Ingatlah juga bahwa sahabat kita memerlukan kasih dan dukungan kita. Itu sebabnya mereka jadi sahabat kita, kan? Menghubungi mereka kalau hidup kita terasa berat dan letih adalah salah satu terapi termudah, termurah, dan paling efektif; sahabat akan saling menolong dalam masa sulit, dan turut bergembira di masa bahagia. Jadi, pertahankan sahabat kita meskipun jarak tetap memisahkan. [IM]

=====================================================

BESTIES FOREVER (?)

Indomedia mewawancarai tiga orang yang menjalin, atau minimal pernah, hubungan persahabatan jarak jauh. Seperti apa, sih, pengalaman mereka?

Tulus

Tulus Hasiholan (29) saat ini tinggal di Sydney, rumahnya selama kurang lebih dua tahun. Mahasiswa sekolah Alkitab ini memiliki seorang sahabat Christoper Bobby Mawu (Bobby), yang tinggal di Indonesia. Tulus mengenal Bobby sejak masih SMA. Mereka segera akrab karena sama-sama punya keinginan bikin band. Tapi, hubungan pertemanan mereka “naik pangkat” jadi sahabat di akhir 2009.

Apa yang bikin Tulus “lengket” main dengan Bobby? Punya selera humor yang sama, sama-sama anak nongkrong malam, dan “nyambung” pas main musik adalah alasannya. Tulus merasa persahabatannya tidak memiliki masalah berarti meski jarak jauh. Mereka rupanya sudah paham “ruang” masing-masing. Bobby juga sudah berkeluarga sebelum Tulus berangkat sekolah ke Sydney. Meski demikian, Tulus mengaku kalau mereka masih sering banget ngobrol dan memiliki “inside joke” yang hanya mereka yang mengerti.

Ada satu yang Tulus rasa kendala bersahabat dengan Bobby: nggak bisa nongkrong secara fisik. Menurutnya, bertemu fisik sangat berbeda banget dengan bertemu di telpon atau video call. Menurut Tulus, dirinya adalah tipikal sahabat yang selalu siap “ceng-cengan”, tapi juga ngerti kalo ada momen harus ngomong serius dan suportif. Yang asyik dari persahabatan jarak jauh adalah pas sekalinya ketemu (balik ke Indo), banyak hal yang diobrolin dan dibagikan. Nah, biasanya, nih, saat Tulus ketemu Bobby, mereka akan nongkrong sampe pagi dan bisa ketemuan setiap hari!

Shelley, Morin, Iren

Shelley (33) punya cerita yang kurang lebih sama. Tapi, ini dari kubu cewek-cewek. Saat ini, Shelley tinggal di Padang, Sumatera Barat, Indonesia, mengikuti suaminya. Meski berdarah Indonesia, Shelley lahir dan besar di Sydney. Dirinyapun sudah warganegara Australia. Orangtua dan adik perempuannya masih tinggal di Sydney. Shelley tinggal di Padang kurang lebih sudah enam tahun lamanya.

Saat ini, Shelley seorang full time mother dari tiga buah hatinya yang masih kecil. Di Sydney, Shelley memiliki dua sahabat Reni dan Morin. Menurut Shelley, ia mengenal keduanya karena dikenalkan temannya yang lain. Yang unik, mereka menjadi sahabat karena mantan pacar mereka adalah besties, jadi mereka sering pergi bareng. Setelah ketiganya moved on dari para mantan, mereka masih tetap menjalin komunikasi dan ujung-ujungnya malah jadi besties.

Shelley mengaku betah berteman dengan kedua sahabatnya itu karena mereka easy going dan suka ngobrol. Punya dua sahabat yang tinggal beda negara membuat Shelley and the gank mentok dalam urusan komunikasi. Persahabatan mereka tetap terjalin via whatsapp dan kadang-kadang Facetime kalau sempat. Iyalah, karena kan ketiga perempuan ini sudah menjadi ibu. Ibu mana coba yang nggak sibuk? Tapi, kalau ada yang penting, mereka selalu dapat menyisihkan waktu untuk “ketemu”.

Buat Shelley, kesulitan terbesar LDR adalah nggak bisa hangout atau membawa anak-anak mereka playdates sesering yang mereka inginkan. Menurut Shelley, dirinya selalu berusaha menjadi sahabat yang caring as possible, dan berusaha selalu bisa diandalkan jika dibutuhkan oleh para sahabatnya. Jika Shelley pulang ke Sydney, biasanya setahun sekali, ketiga sahabat ini peluk-peluk kangen, lalu ngobrol nggak berhenti.

Mita

Mita Salim (40), sudah tinggal Australia selama 22 tahun. Ibu dari tiga gadis kecil dan juga seorang karyawan ini memiliki banyak sahabat: Lusi, Fina, Yenny, Merry, dan lainnya. Mita mengenal mereka saat masih SD dan satu kampung halaman. Itu artinya, pertemanan sudah sangat lama, ya.

Mita merasa, hubungan pertemanan mereka dapat terus terjalin karena tiap-tiap orang saling mengerti satu dengan yang lain, tetap berkomunikasi lewat Whatsapp, dan selalu mendukung dan menolong satu dengan yang lain. Mita sendiri harus pandai-pandai menentukan waktu komunikasi karena adanya perbedaan waktu antara Sydney dan Bandung.

Saat memutuskan untuk pindah negara, Mita merasa kendalanya adalah keterbatasan waktu karena sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Belum lagi ada perbedaan waktu yang membuatnya sulit berkomunikasi. Menurut Mita, ia adalah jenis sahabat yang menghargai persahabatan, selalu siap menyediakan waktu buat sahabat-sahabat yang sedang butuh “curhat”.

Previous articleDukungan Ekstra Untuk Bisnis Kecil Mulai 1 Juli
Next articleBersama Kita Saling Jaga