Fiona, Penulis Australia Yang Saya Kenal – Oleh Yoen Yahya

437
Facebooktwitterpinterestlinkedinmail


Fiona Higgins adalah seorang penulis Australia yang pernah meraih Penghargaan dari Menlu RI, Bapak Hassan Wirayuda pada tahun 2001. Ia lama bersosialisasi dengan masyarakat Jogya karena pernah belajar di UGM pada tahun 1997-1998.

Pada akhir tahun 2020 lalu, Fiona baru saja menerbitkan buku terbarunya yang kelima. Empat buku sebelumnya “Love in the age of drought”, “the mothers’ group”, “Fear-less” dan “Wife on the Runs“ telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa diantaranya Bahasa Jerman, Belanda, Perancis dan Spanish. Dengan bahasanya yang ringan dan mudah dimengerti membuat buku-bukunya banyak diminati. Cerita-ceritanya pun diungkapkan sekitar kejadian sehari-hari. Saya mengenal Fiona jauh sebelum ia menjadi penulis.

Awal pertemuan dengan Fiona
Tahun 1997 terjadi Asian Economic Crisis, dan Indonesia termasuk salah satu negara
yang terkena dampaknya. Pada tahun 1999 Fiona yang saat itu masih remaja tapi mempunya jiwa sosial tinggi rela mengayuh sepeda berkeliling Australia demi mengumpulkan dana untuk saudara-saudara kita di NTT/NTB.

Perjalanan yang memakan waktu selama 9 bulan sepanjang 16,455km itu berhasil mengumpulkan dana sebesar $100.000.

Ibu Jan Linggard, pengajar Bahasa Indonesia di ANU dan Sydney Uni juga ikut aktif dalam penggalangan dana ini. Atas kontribusinya kepada Indonesia, pada tahun 2001 Fiona dan Ibu Jan menerima Penghargaan dari Menteri
Luar Negeri RI, Bapak Hasan Wirayuda.

Setelah itu kami masih tetap menjalin berkomunikasi, bahkan saat Fiona pindah ke Bali dari tahun 2012 hingga 2015. Karena kesibukan, ditambah dengan 3 buah hatinya (Oliver yang berumur 13, Skye umur 11 dan Luke umur 9) dari pernikahannya dengan Stuart, membuat komunikasi kami sempat terhenti.

Dengan mengikuti perkembangan Fiona dari FB dan Medsos lainnya, ternyata Fiona tidak menyia-nyiakan waktunya selama di Bali. Ia berhasil mencetak 1 buku dengan judul “Fearless”. Setelah kembali ke Australia tahun 2015, Fiona lebih fokus dalam menulis.

Suatu hari tanpa terduga saya menerima undangan dari Fiona untuk menghadiri
launching buku terbarunya “An Usual Boy” pada tanggal 30 November 2020.
Undangan dari seorang sahabat yang tidak mungkin kuabaikan.

Acara digelar di University Union & School Club, Bent Street. Aku sengaja datang
lebih awal dengan harapan dapat kesempatan ngobrol setelah lama tidak bertemu.
Fiona menyambutku dengan hangat. Sebuah sosok rendah hati, tetap cantik dan
selalu tersenyum. Ia tampak lebih matang dan dewasa.

Kami tidak sempat ngobrol banyak karena para undangan sudah mulai berdatangan. Dalam sekejap gedung University Union & School Club sudah penuh terisi.
Luar biasa tidak ada kursi kosong.

Acara dibuka oleh John Fairfax AO yang kemudian dilanjutkan oleh Scott Whitmont (Booktopia Publisher–sebelumnya adalah pemilik Lindfiled Bookshop).
Bincang-bincang ringan, hangat penuh kelakar yang dilemparkan Scott
disambut oleh Fiona yang menghasilkan gambaran lika-liku perjalanan Fiona.

Ditengah-tengah kesibukan seorang ibu dengan 3 anak, tidak membuat
Fiona diam. Disamping menulis, segudang prestasi dikantongi Fiona.
Ia aktif di bidang kemanusiaan, social sciences dan philanthropy.

Hari itu saya menjadi salah satu saksi keberhasilan seorang sahabat.

Sebuah malam yang sangat berkesan. Apalagi dapat bertemu dengan sahabat-sahabat lama juga, diantaranya ibu Jan Linggard, penulis buku Refugees and Rebels – Indonesian Exiles in Wartime Australia.

Walau jarang bertemu, kami tetap saling berkomunikasi melalui email.
Persahabatan yang tulus, walau saya sudah tidak bekerja lagi tapi mereka
tetap melibatkan saya dalam setiap acara-acara mereka. [IM]

“Never leave a friend behind. Friends are all we have to get us through this life
– and they are the only things from this world that we could hope to see in the next.”

Previous articleABSC Inc. Gelar Acara Makan Malam Gala Tahunan.
Next articleIDN Global Membahas Pentingnya Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN)