Gaung “bangga jadi anak bangsa” seharusnya semakin menjadi-jadi usai pemilu kemarin. Namun, mewarnai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 ini, gaung itu seperti bukan pernyataan, lebih ke pertanyaan.
Melihat fenomena sosial media saat ini, generasi milenial Indonesia merasa resah dan apatis dengan kebijakan pemerintah Indonesia, ditambah situasi-situasi dan isu-isu yang masih saja berkutat dengan “itu-lagi itu lagi”, seolah tidak pernah terselesaikan tuntas, contoh: pungli, premanisme, ketidaktertiban, pemangku kepentingan yang kehilangan wibawa, korupsi, plus polusi yang menggila di–bakal mantan–Jakarta.
Isu-isu ini membuat orang muda Indonesia yang berpikir kritis dan mengidamkan tempat tinggal yang aman dan nyaman ingin berimigrasi, pindah negara, kewarganegaraan. Jumlahnya nggak main-main, lebih dari dua pertiga generasi Indonesia yang berusia 18-24 mempertimbangkan untuk pindah negara, demikian survey YouGov Omnibus (the pienews.com).
Bagi yang berkocek tebal, pindah nggak pernah jadi masalah. Tapi, bagaimana dengan mereka yang hanya bisa bermimpi?
Dilihat dari permukaan, mereka menyatakannya dengan cara yang lucu dan kreatif, seperti menyebutkan Indonesia dengan “Konoha” atau “Wakanda”. Namun, jelas hal itu jelas merupakan indikasi betapa rendahnya atau rapuhnya kebanggaan generasi muda Indonesia terhadap identitas diri dan bangsanya. Benarkah demikan?
INDOMEDIA mengumpulkan para generasi muda ini, sedikit saja tapi rasanya sudah cukup mewakili, untuk bersuara dengan keras agar suaranya terdengar. Dengan begitu, mungkin Indonesia yang kita cintai ini bisa mencintai balik kita, warganya.
Keshia Anastashella, Singapura
Buat Anda, Indonesia adalah….
Rumah, tempat aman, tempat lahir, dan besar, negara penuh potensi, penuh tempat indah untuk dieksplorasi. Kenapa aman?
Karena setelah bertahun-tahun menghadapi urusan visa atau ijin tinggal di luar negeri, pulang ke Tanah Air seperti pulang ke rumah. Aku akan diterima kapan pun, tanpa perlu meminta ijin.
Sebagai orang Indonesia yang pernah tinggal di Australia, bagaimana Anda melihat fenomena “ganti warganegara” yang ramai di sosial media? Saya melihat fenomena ini terjadi tidak hanya pada negara Indonesia, tapi di Singapura, Myanmar, Malaysia, dan negara-negara lainnya. Banyak juga warganegara mereka mengejar kewarganegaraan negara lain. Sepertinya wajar untuk melihat banyak kekurangan negara kita karena kita sangat mengenal negara kita, dan akhirnya melirik negara lain yang terlihat baik. Namun, sebenarnya, kita belum tentu benar-benar mengenal situasi, budaya, dan faktor-faktor lain di negara itu.
Apakah identitas bangsa sesuatu hal yang penting bagi Anda? Mengapa? Penting, karena hal ini menentukan hak-hak yang bisa kita punya, juga tanggung jawab terhadap negara yang bersangkutan. Ada negara yang punya wajib militer, perhitungan pajak, dan sistem tabungan pensiun juga berbeda antarnegara.
Hal-hal mendasar apa sajakah yang Indonesia belum bisa berikan terhadap warganya? Dan menurut Anda, mengapa? Menurut saya bias, karena bisa saja sekelompok orang sudah menerima A, tapi belum menerima B, sedangkan kelompok lain belum menerima A tapi sudah menerima B. Tapi, secara garis besar, saya pribadi melihat Indonesia belum bisa memberikan rasa aman atau kepercayaan terhadap pemerintahan dan aparat polisi karena korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah menjadi budaya.
Jika masih ada, hal-hal apakah yang membuat Anda bangga jadi orang Indonesia?
Negara kepulauan yang indah, penuh budaya, Pak Jokowi.
Menurut Anda, apakah identitas Indonesia Anda akan meluntur sejalannya waktu?
Dan mengapa? Tergantung identitas ini berbicara tentang apa. Kalau Pancasila, menurut saya tidak. Namun, kalau berbicara tentang budaya sebagai negara Timur yang takut akan Tuhan dengan norma-normal sosialnya, sudah meluntur dengan adanya banyak pengaruh budaya Barat melalui media sosial dan entertainment.
Adakah keinginan untuk berganti kewarganegaraan? Dan mengapa? Ada, untuk masa depan yang lebih terjamin dan aman (edukasi anak, fasilitas kesehatan, keteraturan negara, keamanan transportasi umum)
Pemerintahan akan segera berganti, apakah Anda optimis dengan masa depan Indonesia? Dan mengapa? Saya optimis karena kelihatannya Pak De masih akan main di belakang pemerintahan yang baru hahaha.
Menurut Anda, kontribusi apa sajakah yang bisa seorang diaspora berikan kepada Indonesia?Tetap mengajarkan bahasa Indonesia ke anak-anaknya, memperkenalkan upacara bendera ke anak-anaknya, liburan ke Indo (nambah pemasukan negara), promosi liburan Indonesia ke teman-teman di luar negeri. Tetap ikut pemilu kalau masih warga negara Indonesia. Terus berdoa untuk negara Indonesia.
Harapan Anda untuk ulang tahun Indonesia ke-79? Semoga tidak ada kericuhan atau tragedi di masa perpindahan kekuasaan.
Michelle Merindra, Sydney
Buat Anda, Indonesia adalah….
Tanah di mana saya dibesarkan, asal usul orang tua, di mana sebagian besar keluarga berada, kultur, dan budaya saya.
Sebagai orang Indonesia yang kini tinggal di Australia, bagaimana Anda melihat fenomena “ganti warganegara” yang ramai di sosial media? Saat dipikir kembali, tragis rasanya melihat fenomena ini. Tapi, saya sangat mengerti latar belakang dan alasan-alasan yang membuat rakyat Indonesia ingin “ganti kewaraganegaraan”.
Apakah identitas bangsa sesuatu hal yang penting bagi Anda? Mengapa? Ya, tentu saja. Identitas bangsa adalah salah satu bagian besar dalam hidup seseorang. Bagi saya, identitas bangsa menjadi tolak ukur budaya, perilaku, cara hidup, dan masa depan seseorang.
Hal-hal mendasar apa sajakah yang Indonesia belum bisa berikan terhadap warganya?
Dan menurut Anda, mengapa? Pemerataan penduduk di bidang edukasi yang disebabkan biaya, akses, dll. Kurang terjangkaunya edukasi membuat rakyat Indonesia dengan mudah diiming-iming tanpa berpikir kritis.
Sistem edukasi yang merujuk kepada “segala perkataan guru adalah benar” dan kurangnya budaya “bertanya” membuat rakyat Indonesia mudah percaya kepada pernyataan-pernyataan keliru/kebohongan yang timbul dari atasannya/wewenang di atasnya dan mengikutinya mentah-mentah tanpa berpikir/menelusuri kebenarannya lebih jauh. Ketertiban sosial, seperti dalam beragama, dalam peraturan lalu lintas, hukum/keadilan yang bisa “dibeli”.
Jika masih ada, hal-hal apakah yang membuat Anda bangga jadi orang Indonesia? Budaya Indonesia yang mementingkan keramahtamahan dan etika, kebersamaan dalam bekerja sama dan bersosial, kreatifitas, seni, dan humor anak bangsa.
Menurut Anda, apakah identitas Indonesia Anda akan meluntur sejalannya waktu?
Dan mengapa? Tidak. Identitas budaya Indonesia yang baik akan tetap saya pertahankan dan lakukan.
Adakah keinginan untuk berganti kewarganegaraan? Dan mengapa? Ya, selain alasan spiritual (personal), saya sudah beradaptasi dengan baik untuk hidup di Australia.
Pemerintahan akan segera berganti, apakah Anda optimis dengan masa depan Indonesia?
Dan mengapa? Ya, saya masih memiliki harapan-harapan yang baik untuk masa depan Indonesia meskipun sedikit nervous. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk bisa maju, hanya berharap pemimpin selanjutnya bisa bervisi dan melakukan kewajibannya dengan baik.
Menurut Anda, kontribusi apa sajakah yang bisa seorang diaspora berikan kepada Indonesia?
– Tetap menjaga nama baik Indonesia.
– Memertahankan budaya Indonesia yang baik dan meneruskannya kepada generasi selanjutnya.
– Berkontribusi dalam organisasi di bidang-bidang yang Indonesia masih butuhkan seperti edukasi, saluran air bersih, akses untuk makanan sehat dan gizi, dll.
Harapan Anda sebagai diaspora untuk ulang tahun Indonesia ke-79?
Harapan saya, biarlah negara Indonesia terus bisa menjadi kebanggan anak bangsa, mengedepankan hal-hal yang mendasar dan penting untuk kemajuan negara, mempertahankan kesatuan dan rasa solidaritas. Maju terus Indonesia!
Erwin Prayudhi, Sydney
Buat Anda, Indonesia adalah….
Indonesia adalah bagian dari jati diri.
Sebagai orang Indonesia yang tinggal di Australia, bagaimana Anda melihat fenomena “ganti warganegara” yang ramai di sosial media? Each to their own, saya yakin semua orang memiliki pertimbangannya masing-masing, berpindah kewarganegaraan tidak harus diartikan membuang/meninggalkan.
Apakah identitas bangsa sesuatu hal yang penting bagi Anda? Mengapa? Sangat penting, Indonesia adalah salah satu negara yang meraih kemerdekaannya dengan perjuangan, banyak pahlawan telah mengorbankan jiwa dan raga demi Indonesia (Anda dan saya).
Hal-hal mendasar apa sajakah yang Indonesia belum bisa berikan terhadap warganya? Pemerataan kesejahteraan sosial dan akses pada pendidikan yang bermutu bagi setiap rakyat Indonesia.
Jika masih ada, hal-hal apakah yang membuat Anda bangga jadi orang Indonesia? Indonesia merupakan negara dengan jumlah kekayaan yang besar, baik secara sumber daya alam maupun budaya. Kita juga dikenal sebagai bangsa yang beradab, menjunjung tinggi toleransi, suka menolong, dan pemberani–Think about it, kita lawan senapan dengan bambu runcing!
Menurut Anda, apakah identitas Indonesia Anda akan meluntur sejalannya waktu? Tidak.
Adakah keinginan untuk berganti kewarganegaraan? Sejauh ini tidak ada.
Pemerintahan akan segera berganti, apakah Anda optimis dengan masa depan Indonesia? Dan mengapa? Setiap warga negara Indonesia sudah sepatutnya ikut dalam pesta demokrasi (pemilu) yang diadakan setiap lima tahun sekali, terlepas menang atau kalahnya paslon yang didukung. Sudah sepatutnya kita bersama-sama turut mengawal pemerintah, baik dengan mendukung maupun mengkritisi langkah-langkah dan kebijakan.
Menurut Anda, kontribusi apa sajakah yang bisa seorang diaspora berikan kepada Indonesia?Mulai dari peduli pada diri sendiri dan sesama diaspora Indonesia, taat administrasi, turut menyukseskan program-program pemerintah yang relevan dengan diaspora Indonesia, baik dalam bentuk saran maupun kritik yang konstruktif atau pun menjadi pegiat. Menjadi duta Indonesia di mana pun kita berada.
Harapan Anda untuk ulang tahun Indonesia ke-79? Indonesia terus melaju, tapi tidak meninggalkan diasporanya.
Tulus Siregar, Jakarta
Buat Anda, Indonesia adalah….
Home (not yet) sweet Home, but it’s a home.
Sebagai orang Indonesia yang pernah tinggal di Australia, bagaimana Anda melihat fenomena “ganti warganegara” yang ramai di sosial media? Wajar. Namun, di saat yang bersamaan ada rasa miris karena dengan keputusan mereka, pada akhirnya Indonesia hanya akan berjalan di tempat.
Apakah identitas bangsa sesuatu hal yang penting bagi Anda? Mengapa? Penting, karena identitas bangsa itu sudah menjadi faktor yang membentuk diri saya (walau tidak sepenuhnya).
Hal-hal mendasar apa sajakah yang Indonesia belum bisa berikan terhadap warganya? Dan menurut Anda, mengapa? Kesejahteraan yang merata bagi rakyatnya.
– Karena mental terjajah yang terbawa sampai kepada posisi-posisi tinggi di pemerintahan, yang menyebabkan ketika mereka sudah sampai di titik tersebut mereka menyalahgunakan posisi mereka dan berusaha meraup keuntungan sebesar-besarnya.
– Pendidikan yang proper.
– Mudahnya karena kita sangat terbiasa dengan apa yang sudah ada dan tidak mempunyai determinasi untuk berubah dan terbuka.
Hak yang adil bagi setiap keberagaman dan keberagamaan.
– Fanatisme buta yang muncul ketika kita hanya mempelajari sesuatu dengan setengah-setengah. Kita mendapatkan excitement-nya, tapi berhenti mempelajari ketika menemukan tantangan dalam mempelajari secara lebih dalam.
Jika masih ada, hal-hal apakah yang membuat Anda bangga jadi orang Indonesia? Its nature and beauty, that’s that.
Menurut Anda, apakah identitas Indonesia Anda akan meluntur sejalannya waktu? Dan mengapa? Mungkin. Because of the better experience when living abroad, and the growth throughout many challenges, the love will somehow grow stronger towards other nationality, but not Indonesian.
Adakah keinginan untuk berganti kewarganegaraan? Dan mengapa? Ada dulu, karena hidup yang lebih nyaman di luar negeri.
Pemerintahan akan segera berganti, apakah Anda optimis dengan masa depan Indonesia? Dan mengapa? 70%, it seems that we have the vision, but not the ability and mentality yet.
Menurut Anda, kontribusi apa sajakah yang bisa seorang diaspora berikan kepada Indonesia?Kembali ke bangsanya. Bangun dan berbagi apa yang mereka sudah pelajari. “Membantu Indonesia tanpa berada di Indonesia” is a total nonsense.
Harapan Anda untuk ulang tahun Indonesia ke-79? A better mentality and mindset.
Didik Setiawan, Hobart
Buat Anda, Indonesia adalah…
Rumah. Jadi, walaupun saya telah merantau dari tahun 1999, hampir 25 tahun, kalau saya berpikir tentang Indonesia, saya berpikir tentang rumah, di mana keluarga saya tinggal dan rumah, di mana suatu hari nanti saya akan menghabiskan hari tua. Jadi, lebih sentimentil, ya.
Sebagai seorang diaspora, saya tidak lagi memandang Indonesia sebagai tempat untuk berusaha, atau membesarkan anak, dan lainnya. Tapi, saya melihat ke depannya tetap Indonesia adalah sebuah tempat di mana saya akan menghabiskan masa tua saya.
Sebagai orang Indonesia yang pernah tinggal di Australia, bagaimana Anda melihat fenomena “ganti warganegara” yang ramai di sosial media? Justru saya melihat sebagai hal yang wajar. Kenapa? Karena sebagai manusia, tentunya kita ingin kehidupan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik itu kalau berwujud ganti warganegara, ya, oke-oke saja. Misalkan, sebagai seorang minoritas di Indonesia, untuk menjalankan kehidupan beragama yang saya anut, saya kok tidak merasa aman di Indonesia. Kalau saya kemudian berpikir untuk ganti kewarganegaraan, saya berhak dong untuk mencari tempat di mana saya bisa menjalankan kehidupan beragama saya dengan baik. Tanpa ada gangguan, ibaratnya. Entah itu asalnya dari oknum-oknum masyarakat setempat atau atau dari negara.
Dan, hal ini juga berlaku untuk pekerjaan. Saya berhak dong untuk dapat pekerjaan yang bisa mendukung keluarga saya, istri dan anak-anak saya. Juga, saya berhak dong untuk berkeluarga, membesarkan anak-anak saya dengan rasa aman, juga dengan sarana pendidikan dan kesehatan yang lebih bagus. Jadi, menurut saya dengan adanya fenomena ganti warganegara bukan karena orang-orang yang tidak lagi cinta dengan Indonesia tetapi lebih kepada pilihan kehidupan yang yang lebih baik.
Apakah identitas bangsa sesuatu hal yang penting bagi Anda? Mengapa? Tentu saja hal itu sangat penting. Apalagi kalau kita tinggal di luar negeri. Justru identitas bangsa itu yang terkadang membuat kita mengerti bagaimana menjalani kehidupan. Contohnya, tinggal di Australia. Australia adalah negara yang tanpa culture, tanpa identitas. Yang ada adalah sebuah hukum, peraturan yang dijalankan, which is berjalan dengan baik. Kenapa? Karena kondisi peraturan, kondisi hukum yang diterapkan di Australia dijalankan dengan baik dan diatur dengan baik.
Tetapi, kalau kehidupan, misalnya saya membesarkan anak, berkeluarga, itu nggak cukup dengan peraturan dan tidak cukup dengan hal-hal yang hukum, tetapi lebih ke identitas. Identitas kita sebagai apa, sih, sebagai bangsa Indonesia? Toto kromo, misalkan. Gotong royong, misalkan. Jadi, identitas bangsa kita itu sudah melekat dan itu saya ajarkan kepada anak-anak saya karena itu sangat penting. Bahkan, saya merasa, lho ya, terkadang, identitas bangsa kita justru lebih mencolok, justru lebih nampak saat kita berasa di luar negeri, khususnya di Australia.
Hal-hal mendasar apa sajakah yang Indonesia belum bisa berikan terhadap warganya? Dan menurut Anda, mengapa? Kalau menurut saya, pertama adalah, sekali lagi karena saya adalah minoritas, jadi saya merasa bahwa negara belum bisa memberikan jaminan keamanan atau kebebasan kita buat beribadah. Itu sangat penting. Kenapa?
Karena kebebasan beribadah adalah kebebasan yang hakiki. Negara nggak bisa mengatur bagaimana orang beribadah. Negara nggak bisa mengatur prinsip-prinsip kalau kita mau membuka rumah ibadah, tetapi itu yang terjadi di Indonesia. Kita mau beribadah di rumah sendiri saja susah. Mau berkumpul dengan teman-teman atau keluarga saja kadang susah. Nah, negara nggak bisa menjamin itu. Kenapa? Karena itu bukan isu yang populer, gitu lho. Banyak yang nggak terjun ke isu tersebut karena nilainya secara politis namanya bunuh diri secara politis. Jadi, ini yang sangat penting. Ini yang sangat susah sekali dilepaskan karena setiap pemimpin bangsa ingin menaikkan popularitasnya, kan?
Yang isu-isu ini, yang tadi saya bilang susah. Mereka nggak berani menyentuh isu-isu, yang terjadi adalah kita sebagai minoritas tetap menjadi minoritas. Tidak ada perlindungan khusus, dan tidak ada pengajaran-pengajaran yang seharusnya diajarkan tentang toleransi. Yang ada hanya di permukaan saja. Ketika kita terjun ke dalam masyarakat, itu sangat susah.
Jadi, itu yang awalnya, dari saya pribadi, awal yang membuat saya, bersama istri, bersama anak saya, keluar meninggalkan Indonesia. Karena saya merasa tidak ada jaminan itu. Kedua juga tentang pendidikan. Pendidikan anak, kesehatan. Tapi itu adalah hal-hal yang minor menurut saya.
Bagi saya pribadi, sih, tetap isu-isu keagamaan. Kita ingin sekali kalau kita bisa beribadah dengan baik, tanpa rasa takut, tanpa ada ancaman. Waktu saya dan istri masih berdua saja, kami sudah terbiasa dengan hal-hal ekstrem tadi. Tapi, waktu kami punya anak, beda lagi. Setelah punya anak, ya, kita nggak mau, dong, anak-anak kita tumbuh dalam ketakutan hanya untuk mengekspresikan kepercayaannya. Itu isu yang pertama yang kami alami dan yang membuat kami berusaha untuk pindah ke luar negeri.
Jika masih ada, hal-hal apakah yang membuat Anda bangga jadi orang Indonesia? Jadi begini, bagi saya, seperti yang sudah saya bilang di awal, Indonesia adalah rumah. Kayak, kita punya rumahlah… Kita sering melihat rumah orang lain lebih bagus, karena mungkin mereka punya rumah yang lebih elit lah…Tapi, rumah itu selalu melekat. Rumah itu rumah, mau jelek mau bagus, itu adalah rumah kita. Jadi, kalau ada hal yang membuat saya bangga dengan Indonesia, yang pertama adalah Indonesia tempat saya tumbuh, saya lahir. Saya bertumbuh di Indonesia dengan apa yang baik, dan dengan apa yang jelek.
Jadi, setiap culture di Indonesia itu saya benar-benar bangga bisa menjadi bagian darinya. Misalkan, kita tinggal di Australia dan pas acara 17-an, ada yang tampil di panggung, kayak pencak silat. Hal seperti itu yang buat saya bangga. Walaupun tinggal di luar negeri, tapi kita bisa melihat bahwa kesenian pencak silat masih hidup. Senang rasanya. Kita bisa melihat hal-hal lainnya, yang berhubungan dengan budaya, atau bahasa. Misalkan, di Australia kita bertemu dengan orang-orang yang sama-sama berasal dari Solo atau dari Jawa, kita bisa ngomong bahasa Jawa. Kita dengar mereka masih bisa bicara dengan bahasa Jawa kromo inggil, yang halus-halus itu… kita tuh rasanya… aduh, senang banget! Kita merasa seperti dibawa ke, eh, kita juga bagian, lho, dari Indonesia.
Indonesia sebenarnya adalah negara yang sangat kaya dengan budaya dan dengan kehidupan yang kadang bikin kita kangen, yang nggak kita dapatkan di Australia. Seperti, gotong royong. Dulu, waktu saya masih di Solo dan masih kerja, orang-orang masih saling membantu, dan nggak mengharapkan imbalan apa-apa. Kekompakkannya, itu nggak bisa kita dapatkan di Australia. Kalau di sini, kamu, ya, kamu. Rumahku, ya, rumahku… Kayak ada satu nilai yang nggak bisa kita dapatkan di Australia.
Menurut Anda, apakah identitas Indonesia Anda akan meluntur sejalannya waktu? Dan mengapa? Hal yang luntur, yang jelas, ya, yang pasti budaya. Bagaimana nilai-nilai itu pasti beda dengan beda generasi. Apalagi generasi sekarang, generasi milenial. Dulu, kita nggak ada yang namanya internet. Kita masih ngumpul sama teman-teman, seperti itulah. Tapi, dengan majunya zaman, dengan banyaknya teknologi, pastilah budaya-budaya semacam itu meluntur. Juga dengan budaya asing yang masuk ke Indonesia yang mempengaruhi semuanya.
Jadi, kalau ada budaya yang luntur, ya, itu pasti budaya-budaya asli Indonesia. Misalkan tari-tarian, bahasa. Yang paling sedih itu bahasa. Kalau dulu, waktu saya masih kecil, walaupun keluarga kami berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi di sekolah kita berbahasa Jawa. Jadi, sama teman-teman pakai bahasa Jawa, sama orang tua, pakai bahasa Jawa yang halus, kromo inggil.
Tapi, sekitar 20 tahun saya balik ke Indonesia, sudah berbeda lagi. Semua orang sudah berbahasa Indonesia.
Panggilan-panggilannya juga sudah berubah. Kalau dulu kita masih memanggil dengan panggilan “mas”, “mbak”, sebagai suatu penghormatan orang Jawa. Kita juga memanggil “pakde” “bude” ke tetangga sebelah kiri kanan, saya nggak melihat itu lagi. Masih ada, sih, satu-dua. Tapi, budaya yang ada sudah berbeda.
Teknologi sudah menggantikan hal-hal semacam itu. Dan, menurut saya, walaupun disayangkan, ini bakal hilang kalau memang tidak dilestarikan. Tapi, memang susah, karena itu adalah satu budaya yang massal. Kayak tren, begitu. Kalau sebuah keluarga yang lagi memakainya, keluarga berikutnya bakal menuruti juga. Contoh, nama. Sekarang, nama-nama sudah berganti. Dulu, teman-teman saya namanya Slamet, Joko… nama-nama khas Jawa. Sekarang sudah punah, nggak ada lagi. Sekarang saya lihat nama-nama anak kecil itu sudah susah banget diucapkan. Jadi, ke depannya hal -hal seperti itu akan luntur dan amat sangat disayangkan.
Adakah keinginan untuk berganti kewarganegaraan? Dan mengapa? Nah, ini menarik! Saya sebetulnya tidak ingin. Kalau misalkan Pemerintah sekarang menetapkan adanya dwi kewarganegaraan. Jadi, kalau bisa jadi warga negara Indonesia dan Australia, pasti semua orang ingin mengambil itu. Saya kenal banyak orang di Australia, juga teman-teman, sekitar 90% ke atas sebenarnya tidak mau berganti kewarganegaraan. Kenapa akhirnya mereka ganti, karena disebabkan tidak adanya opsi. dari Pemerintah Indonesia untuk memberikan dua kewarganegaraan. Jadi, akhirnya mereka dipaksa untuk menjadi warga negara Australia.
Mengapa saya bilang dipaksa? Karena, contoh, anak. Punya anak di sini, dengan status PR, misalkan. Ketika anak-anak sudah mulai kuliah, lebih baik status anak citizen karena secara benefit lebih banyak lagi, sebagai australian citizen daripada hanya pemegang permanent resident. Jadi, mereka ini sebenarnya–hanya satu dua yang tidak terpaksa, lebih dari 90% tidak mau ganti. Mereka dipaksa karena keadaan. Saya berani jamin, kok, coba Pemerintah Indonesia memberikan dwi kewarganegaraan, pasti banyak sekali yang tidak ganti. Jadi, berganti kewarganegaraan lebih karena ke faktor benefit dibandingkan pada faktor kecintaan kepada negara tersebut.
Pemerintahan akan segera berganti, apakah Anda optimis dengan masa depan Indonesia? Dan mengapa? Sebenarnya, tanpa bermaksud mengecilkan pemerintah yang akan datang–saya bukannya pesimis atau optimis. Kenapa? Karena pemerintah yang berganti, kalau sistem negaranya tidak berganti, ya sama saja. Jadi, mau siapa pun yang jadi presidennya, tidak akan membawa banyak perubahan. Ini yang sering, kalau menurut saya, ditanggapi salah oleh orang-orang. Mereka berpikir kalau presidennya ganti, akan ada hal-hal yang secara efektif akan berganti. Indonesia akan lebih baik, lebih maju, lebih superpower… nggak semacam itu.
Karena satu negara, menurut saya, ini diatur oleh sistem. Dan sistem ini dikuasai oleh, ya, MPR, DPR, dll. Jadi kita ngga bisa mengharapkan pemerintahan yang satu ini akan menjadi pemerintahan yang akan memporak-porandakan sistem yang sudah ada untuk menuju Indonesia yang superhebat. Nggak bisa. Pasti ada perubahan, tapi seberapa banyak perubahan itu?
Misalkan, dulu zaman Pak Jokowi, orang-orang berharap banyak pada Pak Jokowi, ya, kan? Akhirnya, apa yang terjadi? Banyak yang kecewa. Tapi, banyak juga yang tidak. Termasuk saya. Kenapa? Karena saya tahu seperti apa ekspektasi saya. Ketika pemerintahan berganti saya tahu, ‘Oh, pemimpin ini bagus.’ Ekspektasi saya semacam ini karena saya tahu nggak mudah untuk mengubah masa depan Indonesia. Menurut saya butuh satu degenerasi lah. Kalau ada pemerintahan yang bener-benar mau radikal mengubah Indonesia dengan sistem yang sangat baik, itu butuh satu generasi untuk hilang terlebih dulu, baru kemudian generasi yang berikutnya bisa berjalan dengan baik.
Saya berharap pemerintah yang baru bakal mengadakan perubahan. Tapi, saya tidak mengharapkan, benar-benar berekspektasi mereka bakal extremely mengadakan perubahan di Indonesia dengan lonjakan yang lebih bagus. Kayak, janji kampanye seperti Indonesia Emas, dll. Toh, saya juga berharap bahwa pemerintahan yang sekarang lebih baik lagi, terutama kepada diaspora. Sudah saatnya pemerintah ini benar-benar mengkaji lebih dalam lagi kebijakan-kebijakan tentang diaspora. Contohnya, dual citizen yang sudah dibahas dari dulu di DPR. Mungkin lebih dari 5-6 tahun yang lalu. Tapi, hasilnya nggak ada. Saya harap, pemerintah sekarang lebih fokus, lebih bisa mengerti jeritan anak-anak diaspora.
Menurut Anda, kontribusi apa sajakah yang bisa seorang diaspora berikan kepada Indonesia?Bagi saya sendiri, secara personal, kontribusi yang bisa kita lakukan itu sebenarnya mewakili Indonesia di Australia. Disadari atau tidak, apa yang kita lakukan di Australia adalah sebuah ekspresi dari kehidupan masyarakat Indonesia. Jadi kita nggak hanya tinggal, hidup, sudah… Tapi, orang-orang akan melihat. ‘Kamu dari mana?’ ‘Dari Indonesia’. ‘Oh, ternyata orang Indonesia itu (misalkan) ramah-ramah. Jadi, kita itu menjadi wakil. Banyak sekali orang di Australia yang nggak pernah ke Indonesia. Mereka tahunya Indonesia itu di kita. Berinteraksi dengan kita. Itu yang paling utamanya; saat kita tinggal di luar negeri, sebetulnya kita sudah mewakili Indonesia. Disadari atau tidak.
Kedua, kalau saya, ya. Saya berusaha untuk membuat sebuah komunitas. Sebuah komunitas orang-orang Indonesia di Australia. Misalkan, The Rock. Tujuannya agar kita bisa saling membantu. Saling memberikan satu jembatan bagi orang-orang Indonesia yang baru datang untuk, bagaimana caranya, mereka bisa bertahan di Australia. Jadi, kalau saya pribadi, saya membuat sebuah wadah supaya teman-teman tidak kehilangan keindonesiaannya. Supaya teman-teman memiliki satu ikatan di mana kita bisa saling support sebagai sesama Indonesia sehingga kultur Indonesia kita tetap terjaga utuh, seperti di Indonesia, yaitu dengan komunitas ini. Secara umum, ya, kita ini sebenarnya mewakili, duta-duta kecil dari bangsa Indonesia di Australia.
Harapan Anda untuk ulang tahun Indonesia ke-79? Sebagai seorang diaspora, harapan saya agar pemerintah lebih lagi memerhatikan diaspora Indonesia. Semoga Pemerintah Indonesia mengerti untuk bisa memberikan kita satu jawaban atas kerinduan diaspora Indonesia. Nggak hanya di Australia, tapi juga di negara-negara yang lain. Pemerintah bisa mengakui dua kebangsaan sehingga banyak diaspora yang bisa bekerja dan bisa hidup di luar negeri dengan baik, tetapi masih bisa juga tidak kehilangan kewarganegaraannya. Jadi, masih bisa pulang ke Indonesia, dan mungkin juga masih bisa membangun Indonesia. Banyak teman di luar negeri yang masih ada usaha di Indonesia, masih punya keluarga di Indonesia. Jadi, jangan sampai itu semua hilang. Itu harapan saya sebagai seorang diaspora.
Dan, sebagai warga Indonesia, saya berharap semoga bangsa kita terus maju, terutama di bidang ekonomi untuk menjamin kehidupan kita sebagai bangsa yang besar dengan ekonomi yang baik. Hal itu akan membuat kita menjadi bangsa yang memiliki superpower. Nggak kalah sama Tiongkok. Juga, nggak kalah sama India yang saat ini kelihatannya menguasai, bahkan di Australia. Tetapi saya yakin, kok, dengan pemerintahan yang baik, kita tidak akan kalah. Kita bisa maju dan kita bisa bersaing dengan mereka, terutama di luar negeri.
Natasha Ingelia, Jakarta
Buat Anda, Indonesia adalah….
Bagi saya, Indonesia adalah Tanah Air. Bagian dari identitas saya yang tidak dapat dipungkiri. Di mana pun, kapan pun, merah putih selalu mengalir di dalam jati diri saya. Meskipun saya bagian dari kaum minoritas di negara ini, saya tetaplah seorang warga negara Indonesia, born and bred! Indonesia adalah negara yang berkembang, negara yang mengusung nilai-nilai pancasila, dan negara yang begitu indah. Itulah Indonesia bagi saya. I love Indonesia, but sometimes I am not sure Indonesia loves me back.
Sebagai orang Indonesia yang kini tinggal di Australia, bagaimana Anda melihat fenomena “ganti warganegara” yang ramai di sosial media? Setelah merantau dari Tanah Air dan mencicipi air bersih langsung dari kerannya selama kurang lebih lima tahun di Sydney, tentu saya bisa mengerti mengapa fenomena “ganti warganegara” begitu diminati.
Jujur, akhir-akhir ini saya semakin merindukan Australia. Negara yang terbuka terhadap perbedaan, yang pemerintahnya bisa diandalkan, yang transportasi umumnya memadai, udaranya begitu bersih dengan banyaknya taman untuk dinikmati bersama, dan sidewalk untuk pejalan kakinya benar-benar aman untuk pejalan kaki.
Banyak warga negara Indonesia merasa lebih cocok berada di negara empat musim itu, tidak sedikit yang kehidupannya jauh lebih baik di sana, dan tidak diragukan lagi hampir semua merasa lebih aman dan sehat saat berada di Australia. Jika bisa mendapat kesempatan untuk ganti warganegara atau memiliki permanent residency di sana, siapa, sih, yang akan menolak?
Apakah identitas bangsa sesuatu hal yang penting bagi Anda? Mengapa?
Tetapi meskipun kita mengganti status kewarganegaraan kita, ataupun menghabiskan sisa hidup kita di negara lain, kita tetap tidak bisa memutus tali identitas kita dengan Indonesia.
Jika Indonesia menang di Olimpiade, kita akan turut bangga. Di hari kemerdekaan Indonesia, kita turut merayakan. Tetapi, jika ada kejadian kontroversial di Indonesia, bisa jadi kita pun turut mendapat penghakiman orang di negara lain. Saya masih ingat kisah kakak kelas saya yang sedang bersekolah di Sydney tahun 2015 silam ketika kejadian penjatuhan hukuman mati bagi warga Australia yang membawa narkoba ke Indonesia diputuskan.
Tidak peduli meskipun bukan yang pembuat keputusan, karena dia adalah orang Indonesia, di mata teman sekelasnya yang orang Australia, kakak kelasku ini ikut “disalahkan”. Beberapa orang melampiaskan kekecewaan mereka kepadanya. Apakah kalau kakak kelas saya saat itu sudah berganti kewarganegaraan tidak akan mengalami penghakiman itu? Atau mungkinkah identitas bangsa mengalir lebih dalam daripada status kewarganegaraan?
Hal-hal mendasar apa sajakah yang Indonesia belum bisa berikan terhadap warganya?
Dan menurut Anda, mengapa? Sayangnya, kebanyakan hal yang belum tersedia bagi warga Indonesia adalah hal-hal yang menyangkut kualitas hidup.
Udara yang bebas dari polusi, air yang aman untuk diminum, transportasi umum yang aman dan memadai, dan keamanan fisik maupun non-fisik yang seharusnya dapat dipercayakan kepada pemerintah. Banyak orang bercanda kalau kita “warga konoha” menjadi lebih kuat karenanya.
Bahkan dulu saat awal virus covid memasuki Indonesia, beberapa menganggap kita sudah imun karena terbiasa dengan “racun” yang ada di sekitar kita setiap harinya. Tetapi, ternyata kita menjadi lebih rentan. Saya sangat bersyukur atas privilege saya untuk dapat berkuliah dan tinggal di negara lain, karena saya jadi bisa melihat kalau ternyata kualitas hidup kita dapat menjadi lebih baik kalau negara kita semakin berkembang. Dan ternyata, kita jugalah yang dapat membuat negara kita semakin berkembang.
Jika masih ada, hal-hal apakah yang membuat Anda bangga jadi orang Indonesia?
Sebagai tim “glass half-full” tentu masih banyak hal yang membuat saya bangga menjadi orang Indonesia. Baru-baru ini saja saat Veddriq Leonardo berhasil melewati lawannya dalam pertandingan Speed Climbing di Olimpiade, saya turut bersorak bangga atas 0.02 detik, ketika Indonesia unggul dibanding negara lain.
Saat saya menikmati perjalanan kereta cepat Jakarta-Bandung yang saat ini menjadi kereta tercepat di Asia Tenggara ataupun saat saya makan nasi padang yang mendapat gelar salah satu makanan terenak di dunia, saya bangga. Saat negara kita mengecam kekerasan dan perang antarnegara lain, saya pun bangga.
Tetapi salah satu hal yang membuat saya paling bangga adalah saat saya pergi ke Town Hall di tahun 2019 dan melihat begitu banyak warga Indonesia yang hadir untuk turut melakukan pemilihan presiden dan wakil presiden. Meskipun kita saat itu ada di Australia, kita tetap datang untuk memilih. Saat diaspora Indonesia tetap peduli dengan Tanah Airnya, saya rasa hal itu sangat membanggakan. Dan menjadi bagian dari kisah itu, merupakan kebanggaan pribadi bagi saya sebagai warga Indonesia.
Menurut Anda, apakah identitas Indonesia Anda akan meluntur sejalannya waktu? Dan mengapa? Ketika saya awal-awal for good dari Sydney dan kembali ke kota kelahiran, saya merasa begitu out of place. Hal kecil seperti harus menggunakan google maps di area tempat saya dulu tinggal membuat saya merasa seperti pendatang. Bahasa gaul yang tidak lagi gaul membuat saya seperti berbicara dengan bahasa lain. Panggilan “kak” pun harus diingatkan oleh rekan kerja saya karena kebiasaan memanggil nama secara langsung di Sydney menjadi tidak sopan di sini.
Ternyata, identitas Indonesia saya bukan meluntur, tetapi melebur dengan identitas saya sebagai orang Aussie! Semakin lama kita berada di suatu tempat, semakin kita mengadopsi kebiasaan tempat itu, dan semakin lama kita melakukannya, hal itu menjadi bagian dari identitas kita. Hal menarik lainnya adalah adik saya yang juga berkuliah di Sydney sempat mengadopsi logat Australia, sementara logat saya begitu-begitu saja. Ternyata, kalau dihitung temannya yang orang Aussie jauh lebih banyak daripada saya. Tidak heran kalau “identitas Indonesia-nya” seperti lebih cepat “meluntur”, padahal dia lebih telat datangnya ke Australia! Maka, saya rasa identitas Indonesia hilang atau tidak balik lagi tergantung kepada usaha kita untuk melestarikannya atau tidak.
Adakah keinginan untuk berganti kewarganegaraan? Dan mengapa? Kembali ke confession saya di awal tadi. Sebenarnya, akhir-akhir ini saya sangat ingin kembali tinggal di Australia. Alasan sebenarnya sangat personal, tapi bolehlah saya share di sini supaya lebih banyak lagi yang mendoakan hehehe…
Saya dan suami sedang berusaha untuk hamil! Dalam proses berencana ini, saya jadi mengevaluasi kembali kualitas hidup kami di sini. Tepatnya, di kota Jakarta. Kota yang begitu berkembang dan metropolitan, tetapi juga dalam banyak hal terasa masih begitu terbelakang. Pendatang mungkin menyangka kalau kota ini berkabut, but sadly that constant greyish haze in the sky is not natural.
Kalau membayangkan keseharian bersama anak nanti pun, alangkah indahnya kalau bisa membawa mereka ke taman, museum, atau perpustakaan umum yang berkualitas. Selain itu, sebagai penggemar travelling, saya pun merasa kalau menjadi warganegara Australia atau negara lain yang passport-nya “lebih kuat”, akan begitu mudah untuk dapat bepergian, tanpa harus melalui rumitnya proses aplikasi visa. Lagipula, kalau punya paspor Aussie pun bisa tetap dengan mudah mengunjungi Indonesia, bukan?
Dan, kalau saya berpindah warganegara sekarang, bukankah anak saya nanti dapat menikmati hal tersebut dari awal? Banyak orang yang berpikir untuk mengganti kewarganegaraan untuk kualitas hidup keluarga yang lebih baik, saya pun tidak berbeda. Tetapi apakah mengganti kewarganegaraan satu-satunya jalan?
Pemerintahan akan segera berganti, apakah Anda optimis dengan masa depan Indonesia? Dan mengapa? Tentu saja jawaban yang jauh lebih ideal adalah kalau Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik melalui pemerintahan yang lebih baik. Saya rasa sebagai negara berkembang, pandangan yang optimis adalah kalau kita terus dapat berkembang atau dapat berkembang lebih cepat di masa depan. Jangan sampai berhenti atau lebih parah malah mundur.
Maka di satu sisi melihat hubungan (yang tidak dapat dipungkiri) antara pemerintah yang baru dengan yang lama membuat saya cukup optimis. Karena saya percaya harus ada kelanjutan untuk pembangunan-pembangunan dan program baik yang dijalankan di Indonesia. Tetapi tentu optimisme ini tidak tanpa rasa was-was yang saya rasa sudah sangat familiar bagi kita sebagai warga Indonesia. Pemerintah Indonesia harus terus membuktikan kalau mereka merupakan institusi yang dapat dipercaya, karena sejauh ini masih banyak yang mengecewakan.
Mereka adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan, maka pertanyaan “Does Indonesia loves me back?” sebenarnya saya lontarkan kepada mereka. Kalau mereka benar-benar mencintai rakyat Indonesia, tentu tidak akan menyalahgunakan kepercayaan dan sumber daya kita, dong?
Menurut Anda, kontribusi apa sajakah yang bisa seorang diaspora berikan kepada Indonesia? Di Tanah Air maupun bukan, berganti warganegara maupun tidak, identitas kita sebagai orang Indonesia tidak akan terputus. Maka kontribusi kita pun selalu diperlukan untuk memajukan Indonesia bersama.
Bagi saya, diaspora merupakan ambassador negara Indonesia. Beban ini berat, tetapi reputasi Indonesia di mata negara lain banyak bergantung kepada para diaspora. Hal kecil seperti nilai ramah tamah dan bergotong royong yang kita bawa ke luar negeri akan memberi pandangan positif terhadap negara kita. Kisah-kisah petualangan kita di Indonesia dapat menarik orang lain untuk mau mengunjungi Indonesia. Seperti teman aussie saya yang jadi berkunjung ke kota kelahiran saya di Bandung, bukan hanya Bali yang sudah terkenal saja!
Masalah-masalah yang ada di Indonesia mungkin jawabannya dapat dipelajari di negara lain, maka dalam hal ini para perantau pun dapat menjadi kunci solusi. Mata diaspora menjadi saksi kalau ada kehidupan yang lebih baik untuk menambah semangat kita membangun Indonesia, juga menjadi saksi kalau kehidupan di luar Indonesia pun tidak semudah itu jadi kita pun harus bersyukur. Begitu banyak peran diaspora untuk Indonesia, maka jangan putuskan tali identitas kalian dengan Indonesia, ya!
Harapan Anda sebagai diaspora untuk ulang tahun Indonesia ke-79? Kalau seorang manusia mencapai umurnya yang ke 79, biasanya sudah waktunya pensiun. Tetapi, kalau untuk suatu negara, 79 tahun itu masih sangat muda. Perjalanan masih panjang, kita kawal terus negara Indonesia sampai bisa menjadi seperti harapan kita. Karena kalau hanya ada satu hal yang dapat kita sama-sama banggakan sebagai orang Indonesia, biarlah hal itu merupakan keberanian kita untuk melawan penjajah. Meskipun tampaknya penjajah itu begitu kuat dan kita begitu tidak berdaya, biarlah kita tetap berani menaklukan mereka.
Harapan saya di tahun ini, kita dapat memberantas penjajah modern, para koruptor yang menggunakan kostum cinta Indonesia itu. Biarlah kita yang benar-benar mencintai Indonesia dapat menang atas mereka. Teruslah membara, Indonesia! [IM]